Gresik, 10 Oktober 2010 : usai keterikatan batin yang indah Bukan karena penakut atau rapuh. Ia hanya ingin menciptakan harapan dan impian dalam hidupnya sendiri. Hanya ingin melihat satu matahari saja dalam hatinya. Hanya itu. Bukan karena ingin melarikan diri atau sembunyi. Ia hanya berharap memiliki tempat rahasia , tempat ia menyimpan semua kenangan, hasrat, dan ambisinya. Hanya untuknya sendiri. Bukan untuk orang lain. Perlahan ia bangun labirin impiannya dengan fondasi cinta 24 karat. Ia ciptakan kolam di tengah-tengahnya dengan galonan air mata yang selalu ia simpan untuk harapannya. Ia penuhi lorong labirin itu dengan nada-nada simfoni birunya. Tak lupa ia tempel lukisan rindu di setiap tikungannya. Semakin rumit labirin itu, semakin tersenyum puas ia. Hanya dia dan harapannya yang mengetahui tentang labirin itu. Labirin yang selalu membuat manusia lupa akan realita dan fakta. Labirin yang membuat ia dan harapannya terlepas dari waktu yang sebenarnya. Ia menari dan menyanyi bersama harapannya. Selalu ia lafadzkan doa-doa kecil agar kekal kebersamaan tersebut. Ia dan harapan. Selalu membutuhkan, untuk hidup tentunya. Tanpa harapan ia hanyalah perempuan kerdil yang berjalan tanpa arah, tanpa ambisi, tanpa cinta dan akhirnya mati. Keberadaan labirin tersebutlah yang membuat harapannya menetap, tersembunyi di antara ribuan mata yang ingin merampas dan membinasakan. Ia hanya ingin terus bersama harapannya di dalam lorong labirin tersebut. Meski ia sendiri tak pernah tau ujung dari lorong labirin buatannya sendiri…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H