Sebenarnya akan menjadi rumit jika kita tidak bisa mengendalikan diri dalam ruang kosong, jika sama sekali tidak dipersiapkan sejak awal, sehigga mengganggap semuanya atas kaca mata sepihak. Kesukaran dalam memasuki pemahaman dari manifestasi pendiam itu sesungguhnya kerumitan yang di ciptakan sendiri, dan menganggap itu sia-sia. tidak ada yang pasti dalam ruang kosong tadi, tapi mari kita coba melihat dari kaca mata beningnya embun pagi.
Anti Omong Kosong
Membuang kata-kata yang sebenarnya tidak berguna bagi si pendiam adalah sesuatu pemborosan terhadap energi tubuh. Sebanyak perkataan atau berbicara hanya dalam keadaan yang memungkinkan saja, ia paling berharap ada yang mewakili pikirannya atas apa yang dimaksud. Sehingga jika memang begitu, sudah jelas ia merasa lega dan; yahh... ikut. Ikut atas apa yang diwakilkan tadi.
Tetapi kalau terdapat sesuatu itu yang kurang berkenan, biasanya ia tidak langsung lancang di umum. Strateginya untuk menyampaikan dilakukan dalam ruang yang privat kepada orang tertentu atau yang dimaksud. Kenapa begitu? Karena biasanya (di umum) hanya di dengar, tetapi tidak di perhitungkan. Tentu tidak pada semua kesempatan begitu, ia hanya belajar terhadap apa yang sudah-sudah.
Sesak Pikiran
Ini bukan karena ia sedang leluasa dalam menangkap hal-hal yang tak kasat mata, justru karena sesuatu yang menghampiri dalam dirinya adalah yang mesti di pikirkan. Adapun kebanyakan orang pasti akan bilang: bengong. Bukan juga ia pemikir kelas berat seperti seorang yang bermental laba atau filsuf yang ingin naik jabatan dengan mengagitasi tanpa melihat kondisi, apalagi sedikit memberi solusi. Sama sekali bukan!
Banyaknya apapun itu, yang terlintas di hadapannya membuat sesuatu hal bukan untuk di lewatkan begitu saja. Ia tidak diam dan pasti tidak berlebihan. Namun kesan tadi mungkin, membuat orang bisa salah persepsi terhadap apa yang sebanarnya terjadi. Pendiam dapat dikatakan sesak pikiran, sebab semua hal yang dilihat tadi adalah pendekatan dengan pikiran yang tidak pernah selesai. Maka diam pun bukan syarat untuk berakhir. Selamat untuk berdiam...
Pendengar yang Baik
Untuk menjadi pendengar, ia tidak pernah menegosiasikan nya dalam bentuk perundingan antara hati dengan otak---itu terjadi otomatis atau alamiah. Kebanyakan siapaun yang berbeda dengan nya, akan merasa geram dan berkeinginan menyimpal dengan komentar. Apalgi yang menjadi perbincangan itu adalah sesuatu yang sudah di ketahuinya. Walau sedikit pengetahuan nya, tidak menjadi syarat untuk berkomentar.
Adapun ini tidak menjadi stimulus bagi si pendiam. Ia mencoba perlahan-lahan memahami kata-kata yang menjadi arah haluan terhadap orang yang dipercaya. Maka ia bersikap seperti: awam akan anggur merah adalah minuman yang nikmat. Membiarkannya terus menjadi objek pendengar. Dan seraya berkata: ini sangat berbeda, lebih nikmat dari yang ku pernah teguk. Di tujukannya bahwa, ia tidak tertarik akan omong kosong yang menjadi bayang-bayang nya.
Kerja, kerja, nyata!Â
Rencana yang matang tidak akan menjadi kenyataan, jika tidak ada usaha untuk merealisasikan nya. Dalih-dalih ingin menyakinkan orang lain dengan berbilang rencana nya. Namun terkadang siklus tidak melulu menjadi mulus. Kepadanya hanyalah ruang hampa tanpa frekuensi yang pasti. Itu yang menjadi pelajaran bagi kebanyakan seorang pendiam. Ia tidak mengumbar rencana-rencana kecil nya. Dengan orang yang terdekat bahkan, ia masih keras mempertimbangkan.
Kunci bagi si pendiam begitu mulia. Ia cukup membiarkan orang-orang melihat hasil kerja nyata-nya itu, tanpa dahulu mengobral kata. Dengan begitu ia akan merasa puas melihat respon lingkungan nya tanpa omong kosong. Bukankah begitu banyak orang yang berbual atas kemampuan nya? Tangan seolah menggenggam dunia. Padahal dunia tidak pernah tergenggam atas keberhasilan, melainkan ia hanya sebagian kecil yang kita ketahui.
Penuh Perasaan
Kepekaan pada keadaan memang dapat di rasakan dalam intuisi. Semua orang pasti bisa: meraba-raba persona yang menampilkan warna dari setiap objeknya. Namun tidak semua orang mau memikirkannya secara berkelanjutan. Yang sudah, yah sudah. Dengan keadaan apatisnya, terkadang si pendiam di kelompokan dalam ruang yang sama. Padahal ke apatisan dari aspek tersebut, hanya menampilkan ruang yang kasat mata atau gerak tubuh.
Terkecoh oleh pikiran yang sempit memang sangat menakutkan. Kepekaan seorang pendiam selalu penuh dengan pertimbangan yang matang. Karena perlu ditekankan sekali lagi, bahwa ia menghidari omong-omongan yang kosong. Dengan sadar seutuhnya bahwa ia pun bisa bergerak tanpa ragu-ragu, asal prasyarat itu memungkinkan. Apa yang memungkinkan tadi? Seperti, memberi contekan. Dengan syarat, bahwa yang dicontekan harus mengerti, dengan apa yang ia contek tadi. Tapi sekali lagi, harus pada keadaan yang memungkinkan!