Namun, sayangnya keefektifan penerapan ambang batas parlemen tidak dapat terjamin dalam jangka waktu yang lama, seperti yang terlihat pada pemilu 2014 di Indonesia. Pada pemilu tersebut, terjadi kenaikan threshold menjadi 3,5% yang diikuti oleh jumlah partai politik yang lolos menjadi 10 fraksi di parlemen. Hal ini dinilai sebagai gagal mencapai harapan penyederhanaan sistem kepartaian. Masykurudin Hafidz (2016) menyatakan bahwa hal ini menjadi bukti bahwa penerapan threshold yang semakin tinggi seiring waktu tidak dapat menjamin penyederhanaan partai politik.
Pada akhirnya, peningkatan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen di Indonesia menjadi sebuah kendala dalam sistem partai politik. Meskipun tujuannya adalah untuk menyederhanakan partai politik dan mengurangi jumlah partai politik di parlemen, namun peningkatan ambang batas parlemen juga memiliki dampak negatif. Dalam konteks sistem politik Indonesia yang dinamis dan kompleks, penerapan ambang batas parlemen sebagai satu-satunya metode penyederhanaan sistem kepartaian di parlemen belum tentu efektif dalam jangka panjang. Selain itu, ada juga kritik terhadap ambang batas parlemen yang dianggap sebagai hambatan bagi partai politik kecil dan berpotensi mengurangi representasi politik yang inklusif.
Meskipun ambang batas perwakilan berhasil mengurangi jumlah partai politik di parlemen, namun berkurangnya jumlah partai politik di parlemen belum tentu mengurangi fragmentasi politik di parlemen. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (2020) menyarankan sebuah kunci atas permasalahan ini, yaitu variabel yang lebih tepat untuk menciptakan sistem multi partai sederhana di parlemen adalah besaran daerah pemilihan dan formula perolehan kursi. Pendekatan yang lebih holistik dan berbasis pada prinsip-prinsip demokrasi yang inklusif dan partisipatif akan lebih efektif dalam memperbaiki sistem kepartaian di parlemen Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan dan dinamika politik yang terus berkembang, penting bagi pemerintah dan pemangku kebijakan untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap sistem kepartaian di parlemen, termasuk dalam hal penerapan ambang batas parlemen. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berbasis pada prinsip-prinsip demokrasi yang inklusif, partisipatif, serta mempertimbangkan konteks politik dan sosial Indonesia untuk mencapai sistem kepartaian yang sederhana, efektif, dan mewakili kepentingan masyarakat secara luas.
---
Referensi
Adam, A. F., Betaubun, W. L., & Jalal, N. (2021, March). Quo Vadis Parliamentary Threshold di Indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 1-17. https://doi.org/10.14710/jiip.v6i1.8618
Aminah, S., Zia, H., Afita, C., & Sitorus, Y. (2020, February 1). Pengaturan Ambang Batas (Parliementary Threshold) Perolehan Suara Dalam Pemilu. 1. https://doi.org/10.36355/dlj.v1i1.331
Arjanto, D. (2022, March 29). Pemilu 2024: Ini Aturan Rinci Sistem dan Jenis Ambang Batas. Nasional tempo. https://nasional.tempo.co/read/1576165/pemilu-2024-ini-aturan-rinci-sistem-dan-jenis-ambang-batas
Budilaksono, I. (2020, June 14). Ambang batas parlemen dan upaya penyederhanaan parpol. ANTARA News. Retrieved April 24, 2023, from https://www.antaranews.com/berita/1552564/ambang-batas-parlemen-dan-upaya-penyederhanaan-parpol
Kherid, M. N. (2021, February 4). Angka Ideal Ambang Batas Parlemen. Media Indonesia. Retrieved April 25, 2023, from https://mediaindonesia.com/opini/382419/angka-ideal-ambang-batas-parlemen