Mohon tunggu...
Nur Rahmi
Nur Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care

27 April 2021   18:05 Diperbarui: 27 April 2021   18:08 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Menurut Permenkes RI, apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker. Apoteker memiliki kaitan yang erat dengan apotek, dimana apotek merupakan salah satu tempat dilakukannya kefarmasian, disamping penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sesuai dengan peraturan pemerintah, apotek harus dibawah tanggung jawab seorang apoteker.

Keberadaan apoteker tidak hanya terkait dengan permasalahan obat, namun apoteker juga dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat menjalankan profesinya secara professional dan berinteraksi langsung dengan pasien. hal ini termasuk dengan pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Selain itu, apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error), mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah farmakoekonomi dan farasi social. Hal ini dikaitkan dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek menjadikan peranan apoteker di apotek sangatlah penting.

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan yang langsung dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan sediaan farmasi dengan tujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan agar dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Dalam menjalankan tugasnya, apoteker tidak dapat melakukan tugasnya sendiri. Melainkan bekerja sama dengan  tenaga Kesehatan lainnya, seperti dokter, perawat, dll. Namun faktanya, apoteker lebih jarang berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung dibandingkan dengan dokter ataupun perawat. Hal inilah yang menyebabkan profesi apoteker lebih jarang dikenal oleh masyarakat dan hanya dikenal sebatas penjual obat ataupun penjaga apotek.

Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kefarmasian, terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarasian dari drug oriented menjadi patient oriented. Sehingga perubahan ini lebih dikenal dengan nama pharmaceutical care atau dapat juga disebut dengan asupan kefarmasian.  Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah pola pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Dalam hal ini berarti apoteker tidak saja sebagai pengelola obat namun juga dalam artian yang lebih luas lagi, yaitu mencakup pelaksanaan pemberian konseling, informasi obat,dan edukasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.  

Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian) lebih menuntut apoteker untuk bertanggungjawab penuh atas mutu obat yang diberikan kepada pasien disertai dengan informasi yang lengkap tentang cara pemakaian dan penggunaan, efek samping hingga monitoring penggunaan obat demi meningkatkan kualitas hidup pasien.

Peranan apoteker dalam pharmaceutical care diawali dengan menilai akan kebutuhan pasien. selanjutnya yaitu mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaaan obat, mengatasi DRP (Drug Related Problem) dan mencegah terjadinya DRP (Drug Related Problem) yang potensial, memberi informasi dan edukasi dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan kepada pasien, dan mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya suatu penyakit. Jadi dari penjelasan diatas, tujuan akhir dari pharmaceutical care yaitu meningkatkan kualitas hidup dari pasien melalui pencapaian hasil terapi yang diinginkan  secara optimal. Hasil terapi yang diinginkan yaitu, dapat berupa pasien sembuh dari penyakit, hilangnya gejala penyakit, memperlambat proses penyakit, dan pencegahan suatu penyakit.

Apoteker berperan dalam memberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait terapi pengobatan yang dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan pola hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat tercapai, dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien serta melakukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. hal tersebut menegaskan agar apoteker lebih meningkatkan perannya dalam berinteraksi dengan pasien, lebih berorientasi dalam meningkatkan kualitas hidup pasien, sehingga orientasi kerja apoteker yang semula hanya berorientasi kepada obat dan cenderung berada di belakang layer menjadi profesi yang bertanggungjawab terhadap pasien.

Pharmaceutical care menuntut apoteker untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat sehingga apoteker harus mengalokasikan waktunya lebih banyak untuk memberikan pelayanan, berkomunikasi, dan memberikan jasa konsultasi atau konseling kepada pasien. Apoteker tidak lagi dilihat sebagai prasyarat berdirinya suatu apotek dan tidak hanya sebagai toko obat, namun bertanggungjawab penuh dalam menjamin mutu, memberikan informasi tentang efek samping, indikasi, penggunaan terhadap obat yang dikonsumsi oleh pasien guna meningkatkan derajat kesehatan hidup pasien.

Dari perubahan paradigma kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented, diharapkan apoteker dapat meningkatkan keterampilan, pengetahuan, serta sikap sehingga diharapkan dapat lebih banyak berinteraksi langsung kepada pasien. Apoteker harus menyadari serta memahami jika kemungkinan untuk terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses pelayanan kefarmasian dapat terjadi sehingga diharapkan apoteker dapat menggunakan keilmuannya dengan baik agar berupaya dalam melakukan pencegahan dan meminimalkan masalah tentang obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan yang tepat dan profesional agar pengobatan rasional.

Namun, Pelayanan kefarmasian menurut pengamat selama ini masih berada di bawah standar. Alasan mengapa apoteker kurang dikenal oleh masyarakat, penyebabnya karena apoteker masih jarang melakukan komunikasi langsung kepada pasien. Apoteker seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh kepada masyarakat dalam memberikan informasi obat, namun faktanya hal tersebut masih belum dilaksanakan dengan baik. Selain itu alas an mengapa pelayanan kefarmasian  di apotek masih belum optimal, hal tersebut dikarenakan apoteker lebih sering tidak dijumpai di apotek, melainkan yang lebih sering dijumpai yaitu tenaga teknis kefarmasian yang dalam hal ini meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/ asisten apoteker dan juga pemilik modal apotek. Permasalahan lainnya yaitu, dimana aktivitas apotek  lebih dikendalikan oleh pemilik modal apotek, akibatnya apotek tidak lebih dari tempat transaksi jual beli obat yang dikendalikan oleh pemilik modal apotek yang biasanya tidak memiliki latar belakang kefarmasian.

Apotek lebih dikenal sebagai semacam toko obat yang hanya berisi semua golongan obat, baik itu golongan obat bebas, obat keras, psikotropika dan narkotika dengan pelayanan yang tidak mengacuh atau tidak sesuai dengan kaidah kaidah profesi, karena aktivitas apotek tidak dilakukan oleh apoteker melainkan oleh siapa saja yang ada di apotek. Selain di apotek, pelayanan kefarmasian juga belum maksimal ditunjukkan pula di rumah sakit. 

Penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa pelayanan kefarmasian di rumah sakit belum terlaksana dengan baik, dimana persentase pencapaian standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit tersebut belum terlaksana dengan baik. Dari hasil penelitian tersebut ditemykan bahwa ada beberapa penghabat pelaksanaan layanan kefarmasaian yang optimal. Diantaranya yaitu lemahnya dukungan pihak manajemen rumah sakit terhadap pelayanan farmasi, pengadaan sarana dan prasana penunjang pelayanan farmasi yang masih belum memadai, sistem dokumentasi instalasi farmasi yang kurang baik, kurangnya evaluasi yang terus menerus dalam upaya peningkatan kerja instalasi farmasi dalam melaksanakan pelayanan farmasi.

Melihat masih kurang optimalnya pelayanan kefarmasian di Indonesia, maka strategi untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman tentang program Indonesia sehat dan program kefarmasian serta peningkatan pelayanan kefarmasian yang berbasis tim. Selain itu perlu diupayakan agar apoteker dapat berperan secara professional dala pelayanan kefarmasian sesuai standar di RS, Puskesmas dan apotek, baik dalam farmasi klinik maupun pengelolaan obat. Selain itu juga dibutuhkan dukungan dari pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dengan meningkatkan dukungan terhadap pelayanan kefarmasiaan, pengadaan sarana dan prasarana penunjang pelayanan kefarmasian yang memadai, serta rutin melakukan evaluasi dalam upaya peningkayan kerja instalasi farmasi dalam melaksanakan pelayanan farmasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun