Saat ini perangkat komunikasi sudah semakin canggih. Dahulu orang hanya mengenal telegram, surat, hingga ponsel datang mengubah segalanya. Kegiatan berkomunikasi pun semakin mudah dengan berkirim pesan atau bercakap-cakap melalui telepon.
Tetapi nampaknya hal itu pun kurang, dan memang sudah sifat sebuah teknologi untuk berkembang. Dahulu hanya bisa menelepon tanpa bertatap muka, saat ini semua orang bisa melakukan video call sepuasnya dengan memanfaatkan koneksi internet. Berkirim pesan pun semakin menyenangkan dengan kehadiran aplikasi WhatsApp, dimana kita bisa mengirim pesan, menelepon, video-call, meng-update status, sampai memperbaharui foto diri dalam satu paket komplit. Dengan semua kemudahan ini, tak heran masyarakat jatuh cinta dengan WhatsApp dan menjadi semacam aplikasi wajib bagi segenap umat manusia.
Salah satu fitur WhatsApp yang menarik perhatian saya adalah terbentuknya grup yang menampung beberapa kontak tertentu sesuai kebutuhan. Ada grup berisi teman-teman se-geng, teman-teman lawas, rekan kerja, se-hobi, sampai grup khusus jualan online. Semakin luas lingkup pergaulan anda, semakin banyak anda tergabung dalam sebuah grup.
Memang awalnya menyenangkan, karena kita tetap bisa mengetahui perkembangan terkini tanpa harus beranjak dari tempat. Tetapi lama kelamaan grup WhatsApp bisa terasa mengganggu, apalagi jika kita tidak nyambung dengan topik obrolan yang dibicarakan atau merasa tidak perlu lagi bergabung dengan grup itu. Belum lagi perkara hoaks yang merajalela hanya dengan sekali klik forward to.
Solusinya sederhana: keluar saja.
Semua orang terlalu sibuk untuk memikirkan mengapa anda harus keluar dari grup itu. Sehari-dua hari pasti akan muncul pertanyaan, tetapi setelah itu mereka akan melupakan anda. Semua orang memiliki prinsip mind your own bussiness sendiri-sendiri.
Masalahnya, bagaimana jika anda tidak bisa keluar?
Karena pertimbangan tertentu, anda tidak bisa keluar dari grup WhatsApp. Entah karena ingin menjaga citra anda, masih ingin bersilaturrahmi dengan orang-orang yang ada di dalamnya, atau anda merasa masih perlu menjadi anggota grup itu. Singkatnya, anda butuh sebuah ruang yang lain untuk mengeluarkan unek-unek anda.
Solusinya adalah: membuat grup WhatsApp bayangan.
Ini kerap saya temui pada setiap grup WhatsApp. Kebanyakan alasan orang membuat grup dalam grup ini bermula pada ketidaksenangan pada seorang anggota, atau banyak anggota, dan hanya sejalan dengan beberapa orang saja. Maka dibuatlah satu grup lagi yang tidak memasukkan orang-orang yang tidak berkepentingan itu.
Hmm, sampai sini saya merasa ingin tertawa. Benar-benar ide yang brilian, ya.
Tapi, coba bayangkan seandainya anda tahu bahwa ada grup WhatsApp bayangan itu dari rekan anda, dan anda berada dalam posisi yang tidak diikutsertakan. Bagaimana rasanya? Yha, tentu sakit. Anda akan berteriak dalam hati: uopo salahku, kok aku ra dijakk??? Pembentukan grup bayangan itu menjadi semacam grup yang dijaga kerahasiaannya dari anggota yang lain. Saya yakin jika banyak orang yang bisa menyimpan rahasia semacam ini maka peluang FBI mendirikan cabangnya di Indonesia semakin besar. Generasi muda sudah terlatih menjadi intel sih, hehehe.
Kadang saya bertanya dalam hati, sebenarnya keberadaan grup WhatsApp itu mengajarkan kejujuran atau ketidakjujuran, sih? Saya perlu bertapa untuk menemukan jawabannya.
Bagaimana dengan anda? Sudah berapa grup bayangan WhatsApp yang anda punya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H