Tanggapan negara-negara Asean terhadap kudeta militer Myanmar beragam, dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura menyatakan keprihatinan atas perebutan kekuasaan, sementara Filipina awalnya mengatakan masalah itu adalah “urusan internal” sebelum menyerukan “pemulihan total” dari status quo di Myanmar. Kamboja dan Thailand juga menyebut kudeta sebagai masalah internal, sementara Vietnam menyerukan agar situasi "distabilkan". Brunei mengeluarkan pernyataan yang menyerukan “dialog, rekonsiliasi, dan kembali normal”, meskipun tidak mengutuk kudeta.
Indonesia dan anggota ASEAN lainnya berharap dapat meyakinkan militer Myanmar untuk mengambil tindakan guna meredakan ketegangan di negara itu dan menghindari kekerasan.
Asosiasi tersebut percaya bahwa negosiasi dengan para pemimpin militer akan lebih berhasil daripada sanksi, atau tindakan keras lainnya yang disarankan oleh beberapa negara Barat.
Namun, ada kekhawatiran di antara beberapa aktivis pro-demokrasi bahwa upaya Indonesia untuk bernegosiasi dengan militer Myanmar dapat melegitimasi pemerintah kudeta. Kantor berita Reuters melaporkan minggu ini bahwa Indonesia telah mengusulkan pengiriman pengamat ASEAN untuk memastikan para pemimpin militer memenuhi janji mereka untuk mengadakan pemilihan umum baru yang adil.
Bahkan, sampai sekarang di bulan Oktober 2022, masalah ini belum kunjung selesai. Hal ini disebabkan oleh Myanmar yang tidak menyambut dengan baik uluran tangan dari negara-negara di ASEAN. Meskipun begitu, Retno mengatakan bahwa keputusan Myanmar untuk tidak mengambil resolusi damai tersebut tidak mengubah tekad ASEAN untuk memberikan bantuan karena rakyat Myanmar memiliki hak dan layak untuk perdamaian dan pembangunan. Dia menambahkan bahwa perhatian utama Indonesia akan selalu menjadi keamanan dan kesejahteraan rakyat Myanmar.
Di sela-sela Sidang Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi bertemu dengan para menteri luar negeri ASEAN (AS). Saifuddin Abdullah, menteri luar negeri Malaysia, telah meminta ASEAN untuk bekerja dengan pemerintah bayangan Myanmar, NUG, untuk membantu mengakhiri krisis politik negara tersebut. Saifuddin menyatakan pekan lalu bahwa "ASEAN harus menggunakan kerangka kerja yang ditetapkan dengan tujuan memulihkan demokrasi di Myanmar," yang dicapai melalui diskusi dan partisipasi yang inklusif dan adil dari para pemangku kepentingan penting, termasuk NUG dan NUCC (National Unity Consultative Council)
National Unity Consultative Council terdiri dari organisasi pemangku kepentingan dari Myanmar. Kebanyakan dari mereka menginginkan demokrasi di Myanmar dan menentang kekuasaan junta militer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H