Gandhi menyatakan bahwa kekuatan yang lahir dari Ahimsa selalu lebih unggul daripada kekerasan. Ahimsa tidak pernah kalah karena tidak memiliki keinginan untuk menang, melainkan bertujuan menciptakan keadilan dan kebenaran.
Gandhi mempraktikkan Ahimsa dalam gerakan Satyagraha melawan Inggris. Ia menggunakan kekuatan jiwa dan kebenaran untuk melawan ketidakadilan tanpa kebencian atau kekerasan. Salah satu contohnya adalah pembangkangan sipil yang melibatkan boikot produk Inggris, penolakan membayar pajak, dan menolak sistem pendidikan penjajah.
Mengubah Diri Menjadi Agen Perubahan Pencegahan Korupsi dan Pelanggaran Etik: Keteladanan Mahatma Gandhi
1. Pemurnian Diri sebagai Langkah Awal.Â
Perjalanan menjadi agen perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Sebagaimana diajarkan Mahatma Gandhi, pemurnian diri adalah langkah pertama untuk melawan berbagai bentuk penyimpangan, termasuk korupsi dan pelanggaran etik. Pemurnian diri berarti membersihkan hati dan pikiran dari ego, keserakahan, dan amarah, yang sering menjadi akar dari tindakan korup. Dalam kehidupan saya, langkah ini saya jalankan dengan rutin melakukan refleksi diri untuk mengenali kelemahan pribadi. Misalnya, saya belajar untuk mengendalikan rasa ingin memiliki sesuatu secara berlebihan dan menggantinya dengan rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki. Â
Pemurnian diri ini juga saya praktikkan dalam hubungan dengan orang lain, dengan senantiasa berusaha berlaku jujur dan adil. Ketika menghadapi situasi yang menguji integritas, seperti tekanan untuk mengambil jalan pintas demi keuntungan pribadi, saya memilih untuk tetap teguh memegang prinsip. Dengan menjalani hidup berdasarkan nilai-nilai ini, saya merasa lebih siap untuk melawan segala bentuk godaan yang dapat merugikan orang lain. Langkah kecil ini adalah fondasi awal untuk membangun karakter sebagai agen perubahan. Â
2. Keteguhan Hati dalam Menegakkan Etika.Â
Keteguhan hati adalah kunci untuk melawan godaan dan tekanan yang sering kali mengiringi perjuangan melawan korupsi. Gandhi selalu menekankan pentingnya memegang prinsip meskipun situasi tidak mendukung. Dalam kehidupan saya, keteguhan hati ini saya praktikkan dengan berani menghadapi pelanggaran etik yang saya temui. Ketika saya menyaksikan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan, seperti manipulasi atau kecurangan, saya tidak tinggal diam. Melalui pendekatan yang jujur dan profesional, saya berusaha melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwenang atau mendiskusikannya untuk mencari solusi yang adil. Â
Tidak hanya itu, saya juga mendorong penerapan sistem transparansi dalam setiap aktivitas yang saya lakukan. Sebagai contoh, dalam proyek kerja atau kegiatan organisasi, saya memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan data yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan cara ini, saya percaya bahwa integritas dapat ditegakkan, dan risiko korupsi dapat diminimalkan. Keteguhan hati dalam menegakkan etika membutuhkan keberanian, tetapi saya meyakini bahwa kebenaran selalu menjadi pilihan terbaik, meskipun sulit. Â