Coke menjelaskan bahwa tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh individu harus bersifat nyata dan dapat dilihat untuk dianggap sebagai actus reus. Misalnya, dalam kasus pencurian, perbuatan mengambil barang orang lain tanpa izin merupakan actus reus. Selain itu, tindakan kelalaian atau tidak bertindak yang menyebabkan kerugian juga dapat dianggap sebagai actus reus, seperti misalnya kelalaian seorang dokter dalam merawat pasien. Dengan demikian, actus reus menekankan pada tindakan fisik yang melanggar norma hukum, yang dapat berupa perbuatan aktif (seperti membunuh) atau pasif (seperti tidak memberi pertolongan yang diperlukan).
Unsur-unsur Actus Reus:
- Tindakan: Perbuatan yang nyata dan dapat diamati, seperti menerima uang suap.
- Keadaan: Suatu kondisi yang melanggar hukum, misalnya, seorang pejabat yang memiliki konflik kepentingan dalam suatu proyek.
- Omisi: Kegagalan untuk melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan, seperti tidak melaporkan tindakan korupsi yang diketahui.
Mens Rea: Elemen Mental dalam Tindak Pidana
Sedangkan mens rea adalah elemen mental atau niat batin dari seseorang yang melakukan tindak pidana. "Mens" dalam bahasa Latin berarti pikiran atau niat, dan "rea" berarti pelaku yang terlibat dalam suatu kejahatan. Oleh karena itu, mens rea merujuk pada niat, kesadaran, atau motivasi batin pelaku saat melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum. Edward Coke menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dianggap bersalah hanya berdasarkan perbuatan fisik mereka; mereka juga harus memiliki niat jahat atau kesadaran bahwa tindakan mereka melanggar hukum.
Dalam banyak kasus, mens rea berhubungan dengan tujuan atau niat dari pelaku untuk melakukan suatu tindakan yang akan mengakibatkan akibat tertentu. Sebagai contoh, dalam kasus pembunuhan, pelaku harus memiliki niat untuk membunuh korban agar dapat dijatuhi hukuman pidana yang setimpal. Namun, ada juga bentuk mens rea yang lebih luas, seperti kelalaian atau ketidaksengajaan, yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana tanpa niat untuk melakukannya. Sebagai contoh, seorang pengemudi yang mengabaikan peraturan lalu lintas dan menyebabkan kecelakaan fatal, meskipun tidak memiliki niat untuk membunuh, tetap dapat dihukum karena kelalaiannya yang mengakibatkan kematian.
Unsur-unsur Mens Rea:
- Niat: Keinginan yang kuat untuk melakukan tindakan melanggar hukum.
- Kecuaian: Tidak adanya kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dalam suatu situasi, sehingga mengakibatkan terjadinya tindak pidana.
Keterkaitan Antara Actus Reus dan Mens Rea
Menurut Edward Coke, kedua elemen ini---actus reus dan mens rea---harus ada secara bersamaan agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai tindak pidana yang sah di mata hukum. Dalam artian lain, tindakan fisik atau actus reus tidak cukup untuk membuktikan kesalahan seseorang jika tidak didukung oleh niat batin atau mens rea yang membuktikan bahwa pelaku sadar dan berniat melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Sebagai contoh, seseorang yang dengan sengaja melakukan perampokan (actus reus) dan memiliki niat untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merampok (mens rea) dapat dihukum berdasarkan kedua elemen ini.
Namun, tidak semua tindak pidana memerlukan adanya mens rea yang jelas. Dalam beberapa kasus, cukup dengan adanya perbuatan fisik yang melanggar hukum tanpa memperhatikan niat pelaku. Misalnya, dalam kasus kelalaian, seperti tidak memberikan pertolongan kepada orang yang sedang sekarat, meskipun pelaku tidak berniat membunuh, perbuatannya tetap dianggap sebagai tindak pidana karena melanggar kewajiban hukum untuk bertindak.
Kasus Proyek E-KTP: Tindak Pidana Korupsi yang Melibatkan Banyak PihakÂ
Proyek e-KTP adalah salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Proyek ini melibatkan pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak untuk sistem identitas elektronik bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, dalam implementasinya, proyek ini justru menjadi ajang untuk praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat negara, anggota DPR, serta pengusaha. Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa proyek e-KTP mengalami penggelembungan anggaran yang signifikan, dengan nilai korupsi yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 2,3 triliun. Para terdakwa dalam kasus ini termasuk mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota DPR, serta sejumlah pengusaha yang diduga terlibat dalam suap dan pengaturan proyek yang merugikan negara.
Sebagai contoh, Setya Novanto, yang merupakan ketua DPR pada saat itu, divonis bersalah karena menerima suap dari pengusaha terkait proyek e-KTP. Dalam hal ini, actus reus Setya Novanto adalah tindakan menerima uang suap dan berusaha mempengaruhi proses penganggaran proyek e-KTP. Adapun mens rea atau niat jahatnya adalah kesadaran bahwa tindakannya bertujuan untuk memperkaya diri dan pihak lain dengan cara yang melanggar hukum. Selain itu, ada juga para pejabat Kementerian Dalam Negeri yang terlibat dalam proses penggelembungan anggaran dan penentuan vendor proyek yang mendapat kontrak, dengan niat untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui suap atau pembagian hasil.
Kasus e-KTP juga melibatkan pengusaha yang diduga memberikan suap agar proyek ini bisa dijalankan sesuai dengan kepentingan pribadi mereka. Para pengusaha ini menyadari bahwa dengan memberikan uang suap, mereka bisa memenangkan kontrak proyek dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Di sini, actus reus mereka adalah tindakan memberikan suap kepada pejabat negara, sementara mens rea mereka adalah niat untuk memperoleh keuntungan pribadi yang tidak sah dengan cara yang melanggar hukum.