Konsep "Tan Keno Kinaya Ngapa" dalam ajaran Semar menggambarkan Tuhan sebagai entitas yang transenden dan absolut, di luar jangkauan pemahaman manusia. Tuhan digambarkan sebagai "Sanghyang Taya", suatu keberadaan yang hampa, kosong, dan tidak dapat didefinisikan dengan kata-kata. Meskipun demikian, keberadaan Tuhan dapat dirasakan melalui manifestasinya dalam hukum-hukum alam semesta.
Ajaran Semar juga memperkenalkan konsep dualitas "Tu" dan "Han", yang mewakili kebaikan dan keburukan. Kedua aspek ini, meskipun berlawanan, berasal dari sumber yang sama yaitu Tuhan. Konsep ini menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta memiliki dua sisi, baik dan buruk. Selain itu, ajaran Semar juga mengajarkan tentang kesatuan dan keragaman Tuhan. Tuhan digambarkan sebagai "tunggal" namun memiliki banyak manifestasi (manikmaya).
Konsep "Tu-ah" dan "Tu-lah" dalam ajaran Semar menjelaskan tentang pilihan moral yang dihadapi manusia. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih antara jalan kebaikan (Tu-ah) atau kejahatan (Tu-lah). Pilihan ini akan menentukan kualitas hidup manusia di dunia. Konsep ini juga dihubungkan dengan aksara Jawa, yang dibagi menjadi empat kelompok yang merepresentasikan pengalaman manusia, baik positif maupun negatif.
Implikasi dari konsep ketuhanan dalam ajaran Semar bagi kepemimpinan sangatlah mendalam. Seorang pemimpin yang memahami konsep ini akan cenderung lebih rendah hati, bijaksana, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama. Mereka akan menyadari bahwa kekuasaan yang mereka miliki hanyalah sementara dan bahwa mereka bertanggung jawab untuk menggunakan kekuasaan tersebut demi kebaikan bersama.
Empat keutamaan utama yang melekat pada sosok Semar Ismoyo dalam perspektif kepemimpinan semiotik dan hermeneutik. Keempat keutamaan ini secara garis besar menggambarkan karakteristik ideal seorang pemimpin yang bijaksana, berintegritas, dan berorientasi pada kebaikan. Yaitu:
Tutug (Lengkap Paripurna): Kata "tutug" mengisyaratkan kesempurnaan atau kelengkapan dalam segala aspek. Dalam konteks kepemimpinan, Semar yang memiliki sifat "tutug" adalah sosok yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas. Ia mampu melihat suatu permasalahan secara menyeluruh dan mengambil keputusan yang tepat. Kepemimpinan yang paripurna juga menyiratkan kemampuan untuk mengelola emosi dan menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Tuhu (Tulus dan Berharap pada Kebaikan): Sifat "tuhu" menggambarkan ketulusan hati dan harapan yang kuat pada kebaikan. Seorang pemimpin yang "tuhu" adalah sosok yang selalu berorientasi pada tujuan yang baik dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi orang lain. Kualitas ini membuat pemimpin menjadi panutan bagi bawahannya dan mampu membangun kepercayaan serta loyalitas.
Tungga (Mulya untuk Dunia): Kata "tungga" memiliki makna mulia atau berharga. Dalam konteks kepemimpinan, Semar yang memiliki sifat "tungga" adalah sosok yang memiliki nilai-nilai luhur dan mampu menjadi teladan bagi orang lain. Kepemimpinan yang mulia adalah kepemimpinan yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Tugul (Manusia Awam/Ikut Saja): Sifat "tugul" menunjukkan kesederhanaan dan kerendahan hati. Seorang pemimpin yang "tugul" tidak merasa lebih tinggi dari bawahannya, melainkan selalu bersedia untuk belajar dan bekerja sama. Kualitas ini membuat pemimpin menjadi lebih mudah didekati dan menciptakan suasana kerja yang harmonis.