Mohon tunggu...
Nur Patimah
Nur Patimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1

NIM: 43221120052 | Program Studi: Sarjana Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Akuntansi | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ranggawarista Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

26 Oktober 2024   00:58 Diperbarui: 26 Oktober 2024   00:59 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep Zaman Kalatidha, Kalabendhu, dan Kalasuba yang diwariskan oleh para leluhur Nusantara, merupakan sebuah metafora mendalam tentang siklus sejarah manusia. Ketiga zaman ini menggambarkan evolusi kesadaran kolektif manusia, dari egoisme individual menuju kesadaran akan nilai-nilai universal dan kebersamaan.

Zaman Kalatidha, atau sering disebut sebagai zaman ego, adalah masa di mana kepentingan individu diutamakan di atas segalanya. Batasan antara benar dan salah, adil dan tidak adil menjadi kabur. Setiap orang mengejar kepentingannya masing-masing tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain atau lingkungan. Dalam konteks modern, kita dapat melihat refleksi zaman Kalatidha dalam fenomena individualisme yang ekstrem, hedonisme, dan persaingan yang tidak sehat.

Kalabendhu, sebagai kelanjutan dari Kalatidha, adalah masa di mana kondisi tampak stabil namun dibangun di atas pondasi yang rapuh. Masyarakat terjebak dalam rutinitas dan norma-norma yang sudah dianggap benar, tanpa mempertanyakan lagi kebenaran di baliknya. Orang yang berbeda atau memiliki pandangan kritis seringkali dianggap aneh atau bahkan musuh. Inilah yang sering kita sebut sebagai "zona nyaman" atau "kebiasaan yang sulit diubah".

Namun, di dalam kegelapan Kalabendhu, terdapat benih-benih pencerahan. Seiring berjalannya waktu, akan muncul individu-individu yang sadar akan ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terjadi di sekitarnya. Mereka akan menjadi suara kritis yang mengajak masyarakat untuk kembali pada nilai-nilai luhur dan kebenaran sejati. Inilah yang kemudian memicu peralihan menuju zaman Kalasuba.

Zaman Kalasuba adalah masa keemasan di mana masyarakat hidup dalam harmoni, keadilan, dan kesejahteraan. Kesadaran kolektif telah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga setiap individu mampu hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Dalam zaman ini, muncul sosok yang disebut Ratu Adil, yaitu pemimpin yang bijaksana dan adil yang mampu membimbing masyarakat menuju masa depan yang cerah.

Konsep Ratu Adil tidak hanya merujuk pada seorang individu, tetapi juga melambangkan kesadaran kolektif yang tinggi. Ratu Adil adalah representasi dari nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang ada dalam diri setiap manusia. Ketika kita mampu mengaktifkan kesadaran ini, kita akan mampu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi dan menciptakan dunia yang lebih baik.

Implikasi bagi Kehidupan Modern

Konsep Zaman Kalatidha, Kalabendhu, dan Kalasuba memiliki relevansi yang sangat tinggi dengan kondisi dunia saat ini. Kita hidup dalam era yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakadilan, dan krisis. Namun, di tengah segala kompleksitas ini, kita juga melihat munculnya gerakan-gerakan sosial yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan. Era-era ini juga terkait dengan fenomena korupsi di Indonesia, di mana era kehancuran (Kalabendhu) dapat dihubungkan dengan kondisi saat ini yang ditandai oleh korupsi dan kerusakan moral. Gambar ini diambil dari modul kuliah Apollo yang disusun oleh seorang profesor, menjadikan fenomena korupsi sebagai konteks utama dalam penjelasan zaman-zaman ini. 

Konsep Era Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu mencerminkan perubahan sosial dalam masyarakat. Era Kalasuba adalah masa keemasan, di mana keadilan dan kemakmuran mendominasi, terkait dengan harapan kedatangan Ratu Adil yang akan membawa kesejahteraan. Sementara itu, Era Kalatidha menggambarkan kemerosotan moral dengan egoisme, di mana orang-orang lebih mementingkan diri sendiri, mengabaikan kebaikan, dan mencerminkan keadaan feodal yang korup.

Sigmund Freud memberikan perspektif psikologi pada fenomena ini melalui konsep Id, Ego, dan Superego. Freud menjelaskan bahwa manusia selalu berada dalam tarik ulur antara keinginan dasar (Id), akal sehat (Ego), dan nilai moral (Superego). Kondisi Kalatidha dapat dihubungkan dengan dominasi Id, di mana egoisme merajalela, dan moralitas (Superego) terabaikan. Sedangkan Kalabendhu, yang menandakan kehancuran moral total, adalah hasil dari kekacauan yang berkelanjutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun