Etika komunikasi merupakan kajian penting dalam memahami dinamika interaksi manusia. Para pemikir dari berbagai latar belakang telah mencoba merumuskan model-model etika komunikasi yang dapat menjadi pedoman dalam berinteraksi. Tiga tokoh yang patut diperhatikan adalah Harold Lasswell, Martin Buber, dan  Raden Mas Panji Sosrokartono (Catur Murti). Tulisan ini akan menganalisis model etika komunikasi dari ketiga tokoh tersebut dengan pendekatan komparatif, menyoroti aspek what (apa yang menjadi fokus etika komunikasi), why (mengapa model etika komunikasi tersebut penting), dan how (bagaimana menerapkan etika komunikasi dalam praktik).Â
Etika komunikasi adalah aspek penting yang mengatur bagaimana individu dan kelompok berinteraksi dalam masyarakat. Tiga pemikir terkenal yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman etika komunikasi adalah Harold D. Lasswell, Martin Buber, dan Sosrokartono. Masing-masing memiliki pendekatan yang unik dan relevan dalam konteks komunikasi.
Lasswell, seorang komunikasi scholar, dikenal dengan model komunikasinya yang sederhana namun mendalam: Siapa yang berkata apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan efek apa? Model ini menyoroti pentingnya analisis dalam komunikasi. Dalam konteks etika, Lasswell mengajak kita untuk mempertimbangkan tanggung jawab komunikator dalam menyampaikan informasi yang benar dan tidak menipu. Dia menegaskan bahwa komunikasi harus dilakukan dengan integritas dan mempertimbangkan dampak sosial dari pesan yang disampaikan.
Harold Lasswell mengidentifikasi lima elemen kunci dalam proses komunikasi: komunikator, pesan, media, penerima, dan efek. Modelnya menyoroti bahwa tujuan utama komunikasi seringkali adalah untuk mempengaruhi penerima pesan. Oleh karena itu, komunikasi dapat dipandang sebagai upaya persuasi. Lasswell berpendapat bahwa setiap pesan yang disampaikan akan menimbulkan efek tertentu, baik positif maupun negatif. Efektivitas pesan sangat bergantung pada cara penyampaiannya.
Model komunikasi Lasswell penting karena beberapa alasan:
- Kesederhanaan dan Kejelasan: Model ini memecah proses komunikasi menjadi lima komponen yang jelas: pengirim, pesan, saluran, penerima, dan efek. Kesederhanaan ini membuatnya mudah dipahami dan diterapkan dalam berbagai konteks.
- Fleksibilitas: Awalnya dirancang untuk komunikasi massa, model ini telah diadaptasi ke banyak bidang lain, termasuk komunikasi antarpribadi, pemasaran, dan hubungan masyarakat.
- Kerangka Analitis: Model ini menyediakan cara terstruktur untuk menganalisis komunikasi dengan mengajukan pertanyaan spesifik tentang setiap komponen. Ini membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam strategi komunikasi.
- Dasar untuk Penelitian Lebih Lanjut: Model Lasswell telah mempengaruhi banyak teori dan model komunikasi berikutnya. Ini berfungsi sebagai kerangka dasar yang dibangun oleh para ahli teori lainnya.
- Fokus pada Efek: Dengan memasukkan komponen "efek", model ini menekankan pentingnya memahami dampak komunikasi pada audiens, yang sangat penting untuk komunikasi yang efektif.Â
Untuk melakukan komunikasi yang etis sesuai dengan model Lasswell, Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
- Who (Siapa): Pastikan pengirim pesan (komunikator) memiliki niat yang baik dan bertanggung jawab. Pengirim harus jujur, transparan, dan menghormati hak-hak penerima pesan.
- Says What (Apa yang dikatakan): Pesan yang disampaikan harus jelas, akurat, dan tidak menyesatkan. Hindari informasi yang dapat menimbulkan kebingungan atau salah tafsir. Pastikan pesan tersebut tidak mengandung konten yang diskriminatif atau ofensif.
- In Which Channel (Melalui media apa): Pilih saluran komunikasi yang tepat dan etis. Misalnya, gunakan media yang sesuai dengan audiens dan pastikan media tersebut tidak digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau merugikan.
- To Whom (Kepada siapa): Kenali audiens Anda dan pastikan pesan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik mereka. Hormati privasi dan hak-hak audiens, serta hindari penyebaran informasi yang dapat merugikan mereka.
- With What Effect (Dengan efek apa): Pertimbangkan dampak dari pesan yang disampaikan. Pastikan pesan tersebut memberikan efek positif dan tidak merugikan penerima. Evaluasi apakah pesan tersebut dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan, atau hubungan yang lebih baik antara pengirim dan penerima.
Martin Buber, filsuf Yahudi, terkenal dengan konsep aku dan engkau yang menjelaskan relasi antar manusia. Dalam etika komunikasi, Buber menekankan pentingnya dialog yang tulus dan penghormatan terhadap satu sama lain. Ia berargumen bahwa komunikasi yang etis terjadi ketika individu berinteraksi sebagai mitra setara, saling menghargai dan mendengarkan. Hal ini menciptakan ruang bagi pemahaman dan keterhubungan, yang esensial dalam memperkuat hubungan interpersonal dalam masyarakat. Model komunikasi Aku-Engkau yang dikemukakan oleh Martin Buber memiliki relevansi yang sangat tinggi dalam konteks etika komunikasi modern. Konsep ini menawarkan sebuah kerangka pemikiran yang mendalam tentang bagaimana seharusnya manusia berinteraksi satu sama lain.Â
- Aku-Engkau (I-Thou): Ini adalah relasi yang mendalam dan otentik antara dua individu. Dalam relasi ini, kita mengakui keberadaan orang lain sebagai subjek yang setara, dan berinteraksi dengan mereka secara langsung dan penuh perhatian. Contohnya, hubungan antara orang tua dan anak, sahabat sejati, atau hubungan spiritual dengan Tuhan.
- Aku-Itu (I-It): Sebaliknya, relasi Aku-Itu adalah relasi yang lebih objektif dan fungsional. Kita memperlakukan orang lain sebagai objek atau alat untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya, interaksi dengan pelanggan, transaksi jual beli, atau saat kita hanya melihat seseorang sebagai peran sosialnya (misalnya, guru, dokter).
Model etika komunikasi Martin Buber penting karena beberapa alasan utama:
- Penghargaan terhadap Kemanusiaan: Model ini menekankan pentingnya melihat dan memperlakukan orang lain sebagai individu yang utuh dan unik, bukan sekadar objek atau alat. Ini membantu menciptakan hubungan yang lebih manusiawi dan bermakna.
- Keterbukaan dan Kejujuran: Dalam hubungan "I-Thou", komunikasi terjadi dengan keterbukaan dan kejujuran. Ini mendorong dialog yang lebih dalam dan autentik, yang dapat memperkuat hubungan interpersonal.
- Empati dan Pengertian: Model ini mengajarkan pentingnya mendengarkan dengan empati dan memahami perspektif serta pengalaman orang lain. Ini dapat meningkatkan kualitas komunikasi dan mengurangi konflik.
- Relevansi dalam Berbagai Konteks: Meskipun awalnya dikembangkan dalam konteks filsafat dan teologi, prinsip-prinsip Buber dapat diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, psikologi, dan manajemen.
- Etika Komunikasi: Model ini memberikan kerangka kerja untuk komunikasi yang etis, yang sangat relevan dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks. Ini membantu memastikan bahwa komunikasi tidak hanya efektif tetapi juga bermoral.
Berikut cara menerapkan konsep Buber dalam kehidupan sehari-hari:
- Hubungan yang Otentik: Cobalah untuk melihat orang lain sebagai "Engkau" (Thou) daripada "Itu" (It). Ini berarti melihat mereka sebagai individu yang unik dan berharga, bukan sekadar objek atau alat.
- Dialog yang Mendalam: Lakukan komunikasi yang jujur dan terbuka dengan orang lain. Fokus pada mendengarkan dan memahami perspektif mereka, bukan hanya merespons atau memberikan pendapatmu sendiri.
- Empati dan Penghargaan: Berusahalah untuk benar-benar memahami perasaan dan pengalaman orang lain. Tunjukkan penghargaan dan rasa hormat terhadap mereka sebagai individu.
- Kehadiran Penuh: Saat berinteraksi dengan orang lain, berikan perhatian penuhmu. Hindari gangguan seperti ponsel atau pikiran lain yang mengalihkan perhatianmu.
- Refleksi Diri: Luangkan waktu untuk merenungkan hubunganmu dengan orang lain. Pertimbangkan bagaimana kamu bisa lebih hadir dan otentik dalam interaksi sehari-hari.
Sebagai keturunan Bangsawan Jawa, Sosrokartono tentu memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi. Laku dan karakternya menjunjung tinggi nilai budayanya, yakni kebudayaan Jawa. Nilai budaya inilah yang membentuk pola pikir dan perilakunya, sehingga terus berpegang teguh pada falsafah kejawen. Seperti yang ia katakan,"Ingkang dados palanipun lampah koelo inggih naming poeniko Jawi beres, Jawi deles, Jawi sejati" (yang menjadi pola perilaku saya hanyalah Jawa jujur, Jawa asli dan Jawa sejati). (Hadi Priyanto, 2013).
Sosrokartono juga memberikan beberapa konsep moralitas yang sangat luhur dan relevan untuk diimplementasikan pada zaman sekarang. Konsep ini disebut Ilmu Catur Murti, sebuahfalsafah hidup yang ia gunakan sebagai pegangan untuk menjalankan tujuan hidupnya sebagai seorang hamba. Catur Murti secara bahasa berasal dari bahasa Sansekerta:catur artinya "empat" dan murti berarti "penjelmaan". Secara istilah Ilmu Catur Murti bermakna empat hal yang dijelmakan menjadi satu (Aksan, 1985).
Catur Murti adalah ajaran moral dari Raden Mas Panji Sosrokartono yang menekankan pada penyatuan empat aspek diri: pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan. Ajaran ini bertujuan untuk membentuk karakter yang jujur dan konsisten. Menurut Sosrokartono, kebajikan yang besar dan agung bagi manusia adalah kemampuan untuk menyatukan keempat aspek tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyatukan pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan, seseorang dapat mencapai harmoni dalam dirinya dan berinteraksi dengan orang lain secara lebih otentik dan bermakna. Prinsip ini juga sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dan ajaran Islam, seperti kejujuran dan menghindari kemunafikan.Â
Mengapa Model Ini Penting, karenaÂ
- Integritas dan Konsistensi: Dengan menyatukan pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan, seseorang dapat hidup dengan integritas dan konsistensi. Ini berarti tindakan dan kata-kata seseorang selalu selaras dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
- Kejujuran: Model ini menekankan pentingnya kejujuran dalam semua aspek kehidupan. Kejujuran adalah dasar dari hubungan yang sehat dan kepercayaan.
- Pengembangan Karakter: Menerapkan Catur Murti membantu dalam pengembangan karakter yang kuat dan etis, yang penting untuk keberhasilan pribadi dan profesional.
- Harmoni dan Kedamaian: Penyatuan keempat aspek ini membawa harmoni dalam diri seseorang, yang pada gilirannya menciptakan kedamaian dalam interaksi dengan orang lain.
Cara Menerapkan di Kehidupan Sehari-hari
- Refleksi Diri: Luangkan waktu setiap hari untuk merenungkan apakah pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatanmu sudah selaras. Ini bisa dilakukan melalui meditasi atau jurnal harian.
- Komunikasi Jujur: Berbicaralah dengan jujur dan terbuka kepada orang lain. Pastikan bahwa apa yang kamu katakan benar-benar mencerminkan apa yang kamu pikirkan dan rasakan.
- Tindakan yang Konsisten: Pastikan bahwa tindakanmu selalu sesuai dengan kata-kata dan niatmu. Jika kamu berjanji untuk melakukan sesuatu, pastikan kamu melakukannya.
- Empati dan Pengertian: Cobalah untuk memahami perasaan orang lain dan berempati dengan mereka. Ini akan membantumu untuk berkomunikasi dan bertindak dengan lebih bijaksana.
- Pikiran Positif: Jaga pikiranmu agar tetap positif dan konstruktif. Hindari pikiran negatif yang bisa merusak suasana hati dan hubungan dengan orang lain.
DAFTAR PUATAKA (CITASI)
- Buber, Martin (1878-1965) Philosophy of Dialogue Introduction - Springer
- Lasswell's Model Of Communication Explained - Peep Strategy.
- Maulana. M.R.M (2017)- RADEN PANJI SOSROKARTONO DAN MORALITY EDUCARION DI INDONESIA - UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H