Kamis, (29/08), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) menjatuhkan hukuman 3 (Tiga) tahun penjara dan denda sebesar Rp 5000 bagi Toni Tamsil yang merupakan terdakwa kasus korupsi timah 300T.
Toni merupakan adik dari Tamron Tansil, sang pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP) yang juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi timah ini. Diketahui, Toni menjadi terdakwa Obstruction Of Justice atau perintangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015-2022.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang dalam mengadili kasus ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pemberian Hukuman yang lebih ringan ini menimbulkan kecemburuan Masyarakat.
Pasalnya, Hukuman koruptor yang sudah menghilangkan uang negara lebih rendah dengan Hukuman Nenek Asyani, terdakwa pencuri kayu yang divonis 1 (Satu) Tahun penjara dan denda Rp 500 Juta. Jelas ada kesenjangan social yang tidak bisa penegak hukum atasi.
Lantas, Bagaimana hukuman yang tepat bagi para koruptor?
Dalam hal penjatuhan hukuman bagi para pelaku korupsi, hukuman yang diberikan harus bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada Masyarakat dari ancaman tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Sampai saat ini, belum ada hukuman yang tepat untuk membuat efek jera pada pelaku korupsi uang negara. Baik itu hukuman penjara seumur hidup maupun hukuman mati.
Menurut Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), pemberian hukuman yang tepat bagi para koruptor adalah dengan “memiskinkan” koruptor tersebut. Dengan cara memiskinkan, koruptor jadi lebih merasakan bagaimana rasanya “miskin” di negeri sendiri. – dikutip langsung pada acara seminar nasional sekolah anti korupsi FH Unsika 2024, Kamis (12/09).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H