Relasi Kuasa Dan Pengetahuan Dalam Hidden Curriculum
Konstruksi ideologi dapat ditransformasikan melalui kurikulum oleh aktor yang dominan. Mereka yang memiliki kekuasaan akan dengan mudah mewariskan dan mempertahankan wajah ideologi mereka antargenerasi. Kurikulum dalam pandangan kelompok dominan dipandang sebagai soft mechanism yang paling ampuh dan strategis. (Hidayat, 2011)
1. Pendidikan Formal
Pada pelaksanaannya, sering tidak disadari bahwa guru sebagai aktor utama dalam mekanisme dan kontrol sosial dari perilaku muridnya. Guru juga lah  yang memberikan berbagai contoh panutan, teladan dan pengalaman yang ditransmisikan kepada murid. Guru dan sekolah memiliki kuasa. Melalui pendidikan formal, hidden curriculum yang disampaikan guru secara tidak langsung melahirkan murid-murid yang terbiasa dalam sistem kerja persaingan (kompetitif). Sistem tersebut diadopsi dari budaya kapitalis yang menjadi kelompok dominan dalam ideologi sekolah.
2. Pendidikan Non Formal
Pada pendidikan non formal seperti lembaga kursus hingga bimbingan belajar online, hidden curriculum menjadi senjata untuk menarik perhatian para murid. Komersialisasi pendidikan yang dilakukan lembaga PNF marak saat ini seolah menyiapkan murid menjadi tenaga kerja yang terampil di bawah kuasa kapitalis. Hidden curriculum yang disampaikan berusaha mengemas pelayanan jasa dan pelatihan dalam mekanisme berbayar. Sebab keterampilan menjadi kunci utama untuk bersaing di pasar kerja. Â Â
3. Pendidikan Informal
Keluarga dan masyarakat merupakan aktor utama yang mentransmisikan nilai-nilai yang mereka yakini lewat pengajaran hidden curriculum kepada anak-anak. Isi pendidikan tersebut meliputi nilai beragama, nilai berbudi pekerti, nilai beretika, nilai sopan santun, nilai moral, serta sosialisasi. Yang menjadi kekhawatiran adalah tidak adanya kesepakatan baku dalam menentukan apa-apa saja yang layak menjadi pengajaran, sehingga hidden curriculum dalam pendidikan informal ini menjadi mudah untuk disusupi oleh ideologi kelompok dominan di masyarakat.
Penutup
      Mereka yang berkuasa sebagai kelompok dominan menciptakan kompromi agar bisa leluasa memberikan doktrin kepada kelompok yang tak berdaya dalam mekanisme kerja ideologinya. Artinya, hidden curriculum tidak lagi menjadi arena perjuangan kelas di masyarakat. Kurikulum tersembunyi kemudian dijadikan alat untuk mempertahankan status quo. Ketika pandemi Covid-19 melanda, para pemilik modal berusaha mempertahankan kekuasaan dan kekayaan mereka dengan memotong hak kelompok masyarakat yang tak berdaya. Lebih jauh, hidden curriculum yang diciptakan kelompok dominan kemudian membuat kelompok masyarakat proletar menjadi ketergantungan pada mereka.
      Untuk itu, diperlukan kesadaran bagi setiap individu dalam menerima nilai-nilai yang terkandung dalam pengajaran. Esensi dari hidden curriculum perlu direkonstruksi ulang agar fungsinya kembali berjalan sebagai arena perjuangan kelas dan kemandirian individu, sehingga jurang ketimpangan dan ketidaksetaraan dapat diminimalisir.