Mohon tunggu...
Nur Nofitasari
Nur Nofitasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh keimanan, serta memperhalus perasaan". Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Buat Ovi (Bagian 2)

25 Februari 2024   10:40 Diperbarui: 25 Februari 2024   10:52 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita Lanjutan untuk Ovi

Oleh: Nur Nofitasari

Ia menggeliat dan mendesah di samping saya. Tangannnya yang jenjang dikibas-kibaskan pada kain sprei ranjang seakan ingin menggapai sesuatu. Kemudian pandangan kami bertemu. Ia merayap mendekat ke kepala saya yang memandangi apa yang ia lakukan sejak tadi.

"Hani, buatkan aku sebuah cerita?" pintanya sambil lalu menggelendot manja melingkarkan lengannnya ke lengan kiri saya dan menyandarkan kepala di bahu kiri.

Ia sering kali meminta saya menuliskan sebuah cerita khusus untuknya. Permintaan yang menurut umum lumrah diminta sebagai seorang yang mempunyai suami merangkap sebagai pengarang. Permintaan yang bagi saya cukup sulit saya wujudkan. Sungguh. Saya kelimpungan ketika ia kerap meminta saya untuk menuliskan sebuah cerita untuknya. Cerita yang ditulis khusus menceritakan tentang berbagai peristiwa tentangnya.

Meskipun demikian, saya tetap berusaha sedapat mungkin menuruti apa yang diminta oleh istri saya yang sangat saya cintai. Bukankah salah satu wujud mencintai mau melakukan apa saja demi orang yang dicintainya. Kali ini saya mencoba untuk melawan sesuatu yang ada dalam diri saya perihal menulis cerita untuk kekasih.

Dan saya pun mulai menuliskan sebuah cerita yang saya cari-carikan dalam imaji. Di sana saya menemukan kenyataan yang sudah saya duga jauh sebelumnya. Dan sekali lagi saya tekankan bahwa saya sangat mencintai kekasih saya. Saya sudah menemukan bagian kebahagiaan yang ingin betul saya abadikan dalam sebuah cerita. Namun inilah lagi-lagi kegagalan itu terjadi. Cerita yang saya tuliskan tidak jauh dari sebuah kisah kesedihan.

/1/

Sato langsung menyahut sloki yang hampir masuk mulut Toni. Meminumnya dalam sekali tenggak. "Tuangkan satu lagi," perintahnya kepada Toni. Dan ia lagi-lagi menenggaknya dalam sekali minum. Toni geleng-geleng kepala. "Kenapa lagi?" Sato hanya diam dengan pandangan tajam. Toni tahu, bahwa ia harus menuangkan minuman itu lagi.

"Rilekslah...jangan tegang begitu." Toni memandangi lengan-lengan tangan Sato yang masih bergetar.  Ada trauma berat di buku-buku lengan itu. Toni tahu bahwa trauma itu kini menjangkiti Sato lagi.

Di rumah, Sari sibuk mencari signal. Digenggamnya dengan erat telepon selular yang basah air mata. Ia pencet sekali lagi nomor yang berkali-kali ia tuju. Namun, hanya suara operator yang berhasil ia tangkap. Ketika pada pemberhentian satu tempat dan ada bunyi nada sambung, buru-buru ia menajamkan telinga. "Angkat sayang, please...ayo ang...kat..." isak Sari dalam tangisnya. Dengung nada bunyi telepon berbunyi berkali-kali. Tak ada jawaban. Sari tetap mencoba terus menerus menelepon. "Halo, Mas, Mas...halo Mas...halo!!!..."

"Hei, itu telponmu bergetar-getar terus..."

"Apanya?"

"Telepon, ada panggilan masuk. Angkat!"

Nampaknya Sato sudah mulai kehilangan kesadaran meski matanya tetap menegang. Panggilan dering telepon dari seseorang di seberang sana tak dihiraukannya. Ada sebuah nama mungil yang tertera di layar telepon genggam yang digeletakkan begitu saja di meja minuman. Sari...

"Biarin."

"Siapa sih, istrimu? Angkat dong!"

"Biarin!"

"Kalau gak mau ngangkat, matiin dong, di silent kek. Brisik, Bro..."

Toni menggerutu sebal melihat kelakuan temannya. Bunyi nada dering dari Sari, istri Sato menggema-gema dengan keras hingga bunyinya akan memekakkan telinga setiap orang yang mendengarkan lama-kelamaan . Mulanya dering itu berbunyi lalu mati karena tak ada yang mengangkatnya bukan tak ada yang mau mengangkatnya sebetulnya melainkan yang berhak dan sungguh diingini yang mengangkatnya hanya Sato seorang. Begitu kiranya harapan orang yang sedang berusaha mati-matian untuk menelepon Sato.

Sato pun menyambar telepon genggam yang barusan mati itu, dan memencet tombol pengaturan. Setelah beberapa detik kemudian layar telepon genggam itu menyala lagi tanpa bunyi. Tanpa getar. Layarnya sedikit menyala-nyala.  Dipandanginya telepon genggam itu dengan tajam. Dari mulutnya tersembur asap rokok yang tak henti-hentinya menabrak wajah layar telepon genngamnya. Dengan menatap tajam serta menghembusinya dengan asap rokok seolah Sato ingin melenyapkan persoalan yang sedang menimpanya.

Diseberang ruang dan waktu yang berbeda Sari memeluk guling sambil tiduran seperti keluwing sambil memeluk sehelai sarung kepunyaan Sato. Air matanya senantiasa membasahi sarung itu. Ia baui kain bermotif hujan itu seolah ia ingin menyesap serat kain yang menyimpan kerinduannya. Sambil memegang telepon genggam yang senantiasa basah oleh air mata pula. Sari tak henti menghubungi suaminya di seberang sana.

"Sudah mau subuh, ndak pulang?" tanya Toni.

Sato hanya diam.

"baiklah, setidaknya kau kembali padaku malam ini. Jika tidak begini kau tak pernah kemari. Mentang-mentang sudah beristri lupa teman sendiri. Kau harus ingat bahwa hidupmu yang sekarang ini tak lepas dari menulis. Sebuah dunia yang kau singgahi saat kau keok dulu. Bahkan sampai sekarat dan hampir mampus. nSebagai penyair sekali-sekali kau harus pandai bersiasat tidak hanya pada kata, tapi juga pandai bersiasat pada takdir. Nah, ini kau bisa! Hahahaha..." Toni bicara sendiri dan menertawakan sesuatu hal yang dianggapnya lucu sendiri.

...........to be continuo..

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun