Mohon tunggu...
Nur Ngazizah
Nur Ngazizah Mohon Tunggu... -

GPAI di SDN 1 Cepokosawit Boyolali yang sedang menempuh pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Surakarta Semester 2.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memory di Ma'had Al-Manar Salatiga

29 April 2016   20:23 Diperbarui: 29 April 2016   20:37 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://web.facebook.com/photo.php?fbid=162330247197794&set=g.247718045256098&type=1&theater

Kembali ke masa 2004/2005 dimana penulis memasuki gerbang pendidikan Pondok Pesantren Salafi Al-Manar Salatiga. Pilihan dari seorang ayah yang menginginkan untuk talabul ilmi di kota Salatiga supaya menambah ilmu agama yang didapat. Meninggalkan rumah dan hidup bersama santri-santri yang lain merupakan tantangan terbesar yang dihadapi penulis. Saat itu hanyalah keinginan penulis untuk mengikuti arahan ayah, dan sang penulis hanya bisa mengikuti langkah yang diambil ayah.

Boarding Paradise, di kota dingin tersebut harus beradaptasi dengan lingkungan dan dengan kedisiplinan dalam menjalani aktifitas. Saat itu penulis memasuki Madrasah Aliyah Keagamaan Program Khusus, dan ini merupakan tantangan sekolah yang sangat berat dimana semua mata Pelajaran Agama Islam memakai bahasa arab gundul (baca: tanpa syakal). Teori sudah difahami oleh penulis karena sejak Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Menengah Pertama Al-Islam mata pelajaran Agama Islam sudah didapatkannya. Namun, sulit bagi penulis untuk memahami kosa kata bertuliskan arab pegon atau tanpa syakal. Perlahan demi perlahan penulis mempelajari dengan seksama sampai harus BISA...!!!

Ponpes yang berbasic kitab kuning yang sering dikaji setiap harinya menjadikan nilai plus pengetahuan bagi penulis dan santri lainnya. Di Pondok Pesantren mengajarkan apa itu kemandirian tanpa orang tua. Melakukan dengan tangan sendiri, sedih, senang, dirasakan bersama dengan santri lainnya. 

Kegiatan dimulai pagi hari sekitar menjelang subuh. Bel berbunyi menandakan semua santri harus bangun untuk menjalankan salat subuh. Ketika bel berbunyi maka para santri berbondong-bondong untuk menuju kamar mandi melakukan wudlu. Saling senggol dan siapa cepat dia dapat pasti akan mendapatkan air wudlu dengan awal. Setelah menjalankan salat subuh, dilanjutkan dengan sorogan kitab kuning kepada para pengurus pondok pesantren. Serba antri dalam melakukan sorogan kitab tersebut. yang dibaca adalah kitab sesuai dengan tingkatan kelas madrasah diniyah. Dilanjutkan pula dengan kegiatan mandi pagi, santri harus menimba air sumur untuk mendapatkan air buat mandi. Udara pagi menyelimuti ditambah dengan mandi pagi, semua terasa dingin di badan. Melanjutkan beli makan pagi juga dengan antri, kebersamaan makan pagi bersama santri lainnya sangat menyenangkan. Bel berbunyi maka penulis melanjutkan sekolah formal, bagi penulis mata pelajaran yang paling di sukai adalah matematika. Merasa belum bisa seutuhnya untuk memahami huruf pegon membuat penulis semakin antusias belajar huruf pegon. Siang dengan kumandang adzan dzuhur semua menjalankan salat berjamaah dilanjutkan makan siang dan tidur siang sampai jam 13.30. Jam 13.30 santri sudah harus melaksanakan kewajibannya untuk menjalankan Madrasah Diniyah. Muatan pelajarannya sangat mengarah kepada ukhrawi dan nilai nilai keislaman pondok pesantren. Kitab kuning yang dikaji disesuaikan dengan kelas, tingkatan kelas dari kelas 1 sampai kelas 7. 

Tepat magrib berkumandang maka dilaksanakan jamaah bersama dan tadarus bersama sampai isya. Ba'da isya semua santri tanpa terkecuali berkumpul di Aula untuk bandongan kitab kuning, dimana dipimpin oleh Kiai Al-Mukarom sampai dengan jam 21.00. Setelah kajian kitab bandongan maka santri kembali ke ruangan atau kamar masing-masing untuk melakukan kegiatan yang diadakan oleh kamar masing-masing.

almanar-5723637eca23bd04048b4571.jpg
almanar-5723637eca23bd04048b4571.jpg
https://web.facebook.com/photo.php?fbid=298892583536046&set=g.247718045256098&type=1&theater

Sungguh kenangan kegiatan tersebut sangat penulis senang mengenangnya dan sersa ingin kembali kesana lagi untuk menimba ilmu. Manfaat ilmu kini penulis dapat dan alhamdulillah dapat mentransformasikan kepada insan yang lain demi kemajuan Agama. Bersyukur bisa mengenyam dunia pondok pesantren selama 3,5 tahun. Penulis sangat merindukan Ibu Nyai Fatikhah Ulfa dan Romo Kiai Abah Aris Nasution, Abah Fathurrahman. Terimakasi atas ilmu yang telah diberikan. Semoga beliau senantiasa diberi kesehatan dunia dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun