Terhitung sejak bulan Maret 2020 lalu, pemerintah memberlakukan kebijakan social distancing sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus covid 19 atau Corona. Sebagaimana kita ketahui virus itu begitu mewabah di negeri ini. Dan telah menelan korban jiwa. Namun hingga hari ini, jumlah korban bukannya berkurang, malah semakin bertambah. Sebagaimana data yang dipaparkan oleh Teguh P Nugroho, Ombudsman Perwakilan Jakarta, bahwa per 6 April terkonfirmasi ada 1.268 kasus positif covid-19. Ini berarti sekitar 50,9% dari seluruh kasus positif covid-19 di Indonesia berada di Jakarta. Siang ini, bahkan sudah mencapai 1.395 kasus positif covid-19 (https://m.mediaindonesia.com/read/detail/301999-ombudsman-social-distancing-kurang-efektif-lakukan-evaluasi).
Meski sejak Maret lalu, DKI telah mulai meliburkan sekolah-sekolah, menutup tempat-tempat wisata dan menerbitkan Seruan Gubernur bagi seluruh perusahaan di DKI Jakarta untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah bagi para karyawannya. Namun, kata Teguh, angka kasus positif covid-19 terus meningkat. Melihat fakta ini, akhirnya muncul himbauan agar segera melakukan evaluasi dari pelaksanaan social distancing yang selama ini telah diberlakukan. Karena kebijakan ini dinilai tidak efektif mengurangi jumlah korban, malah cenderung meningkat.
Karena itu, Teguh menghimbau bahwa pemerintah harus beralih ke metode yang lebih ketat dan efektif aturannya, dan menambahkan kebijakan-kebijakan yang diperlukan guna efektivitas selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penetapan PSBB untuk DKI Jakarta oleh Menkes pun, nantinya dapat menjadi tolok ukur apakah metode PSBB efektif sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19 atau tidak. Mengingat di dalam UU 6/2018 terdapat mekanisme yang lebih ketat, yakni Karantina Wilayah sebagai metode pencegahan menyebarnya penyakit secara masif.
Belakangan kebijakan PSBB mulai diikuti pula di daerah lain, atas kebijkan pemerintah daerah masing-masing, seperti Jabodetabek, yang memang sering berhubungan langsung dengan ibu kota Jakarta. Selain itu memang wilayahnya pun yang terdekat. Sehingga dampak Pandemi covid 19 bisa langsung terasa. Terbukti, jumlah korbannya pun tidak sedikit di kota-kota ini.
Sebenarnya, evaluasi ini bukan hanya tanggung jawab lembaga tertentu saja, namun penting juga untuk menjadi bahan evaluasi bersama masyarakat, agar mereka juga ikut mengikuti perkembangannya. Apalagi masyarakat lah yang merasakan dampak langsung dari Pandemi ini.
Evaluasi Harus Menyeluruh
Tentu saja evaluasi ini harus dilakukan secara menyeluruh. Sehingga solusinya pun menyeluruh dan tuntas. Mengingat musibah ini memberi dampak lebih luas dari sekedar virus itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui, Pandemi Covid-19 di Indonesia memiliki dampak multi sektor, dari kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, hingga aktivitas beribadah di masyarakat. Dampak pada sektor-sektor tersebut kian hari mulai dirasakan masyarakat. Ini tersebab menyangkut persoalan kesejahteraan sosial di masyarakat. Â Jangan sampai wabah ini membuat kondisi masyarakat kian buruk. Hal ini jelas tidak boleh kita abaikan begitu saja. Jika diabaikan, maka akan menambah masalah baru yang jauh lebih berbahaya dibandingkan virus itu sendiri. Yaitu dampak sosial seperti kemiskinan, kelaparan, pengangguran, dan lainnya. Jika itu terjadi, maka tingkat kriminalitas kian marak, kurangnya rasa aman, kondisi ekonomi domestik yang kian sulit, serta kualitas hidup yang lebih baik sulit dicapai, dan akibat lainnya menjadi sebuah keniscayaan.
Marilah kita sama-sama evaluasi dari berbagai sektor:
1. Sektor Kesehatan
Pemerintah menyatakan bahwa masih banyak masyarakat yang terjangkit penularan virus COVID-19, jumlah kasus baru yang terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 5.136 orang, dirawat 4.221 sembuh 446 dan meninggal dunia sebanyak 469 (per tanggal 15 April 2020). Artinya, belum ada penurunan jumlah pasien yang terkena virus ini.Â
Padahal upaya social distancing ini sudah diberlakukan sejak bulam Maret 2020 lalu. Mengapa? Ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama, kurangnya sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya melakukan social distancing sebagai langkah memutus rantai penyebaran virus ini. Sehingga masih banyak ditemukan orang-orang yang beraktifitas di luar rumah. Entah itu bekerja, mencari nafkah, dan kebutuhan yang lainnya. Kedua, kurangnya kepedulian antar sesama.Â
Masih dibiarkan bebas berkeliaran di luar rumah. Ketiga, pemerintah juga abai terhadap urusan ini. Fasilitas umum, seperti angkot, kereta api, pesawat terbang masih beroperasi, sehingga membuat banyak orang yang masih keluar dan masuk dengan bebas, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Meskipun jumlahnya dibatasi namun belum juga bisa menekan laju jumlah korban.Â
Untuk mengatasinya, diperlukan kerjasama dan upaya serius dari berbagai pihak baik secara pribadi (keluarga), masyarakat, maupun aparat pemerintahan untuk sama-sama kompak untuk memberlakukan social distancing sampai situasinya benar-benar stabil, aman untuk keluar rumah kembali, kepedulian antar sesama pun perlu ditingkatkan, dan peran negara tentu yang paling besar dalam mengawasi dan peduli terhadap rakyatnya.Â