Dawai Rindu
Oleh: Nurmin
 Â
Awal perkenalanku dengan Rino sangat unik. Rino pandai memainkan gitar dan suaranya persis penyanyi band Malaysia yang terkenal dengan lagu Rindiani. Kadang-kadang aku suka pura-pura lewat di depannya yang lagi kumpul bersama teman-teman hanya untuk mendengar suaranya. Aku menghampiri dirinya dan aku bertanya pada Rino.
"Maaf, Rino, mengapa suka dengan lagu-lagu melankolis?" tanyaku pada Rino.
"Suka saja," dengan santai Rino mengucapkan tanpa melihat diriku.
"Lagu-lagumu menyentuh hati, kalau ada pasangan yang putus cinta, cocok sekali," Aku mendekati Rino  dan duduk di sampingnya. "Suaramu juga enak didengar," lanjutku.
"Ah, biasa-biasa saja, kok, Nur," Rino dengan lincahnya memainkan jari-jemari memetik gitar.
"Kalau begitu, lanjutkan nyanyinya, maaf kalau telah mengganggu, aku masuk dulu ...," Aku meninggalkan Rino seorang diri yang lagi melanjutkan memetik dawai gitarnya. Akan tetapi, tiba-tiba Rino menahanku.
"Nur, temani aku di sini. Apakah kau tidak suka lagu yang melankolis, kalau kau tidak suka nanti saya ganti lagu kesukaanmu," langkahku pun terhenti.
"Tidak, Rino, ada yang mesti kukerjakan. Aku mau buat tugas," dalihku mengelak.
"Ayolah, Nur, malam ini kan malam Minggu, malam untuk istirahat dari tugas-tugas mata kuliah!" protesnya.
Aku akhirnya menurut saja. Betul  juga kata Rino malam Minggu, malam untuk istirahat dari beban tugas mata kuliah.
"Oke, Rino, aku temani, tapi aku tidak pandai menyanyi."
"Tidak apa-apa, Nur, aku hanya butuh teman untuk bernyanyi."
"Aku lihat raut wajahmu lagi bersedih, ada apa Rino? Siapa tahu aku dapat membantu masalahmu."