Mohon tunggu...
Nurmawati
Nurmawati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen / Institut Teknologi Kalimantan

Suka menulis dan berbagi informasi apa saja. http://nurmaklaoztanadoang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Polemik Air Kemasan: Khawatir Boleh Parno Jangan

26 September 2022   05:00 Diperbarui: 26 September 2022   06:49 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Image source klikdokter.com

Tidak bisa dipungkiri air menjadi kebutuhan utama makhluk hidup khususnya manusia. Namun polemik penggunaan air bersih tidak ada habisnya hingga saat ini.

Beberapa waktu lalu baru saja ditemukan bahwa di dalam air minum kemasan dan isi ulang terdapat mikroplastik yang pada dasarnya sulit terurai dan berbaya bagi kesehatan manusia. Belum lagi kandungan Bisphenol-A  (BPA) pada air minum kemasan galon (polikarbonat) yang melebihi ambang batas (berbahaya bagi tubuh) telah ditemukan di beberapa kota di Indonesia. Tak berhenti disitu, telah beredar oknum penjual air isi ulang yang menggunakan air kran untuk mengisi galon.  

Penemuan-penemuan ini, disatu sisi adalah suatu kemajuan dan kepedulian dalam bidang sains dan kesehatan namun disisi lain juga turut meresahkan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakini penemuan ini dipublikasikan bukan semata-mata untuk membuat masyarakat takut tapi lebih ke bagaimana masyarakat berupaya untuk meminimalisir/mengantisipasi hal tersebut.

1. Ditemukan mikroplastik di dalam air minum kemasan dan isi ulang

Penemuan mikroplastik dalam air minum kemasan dan isi ulang (detikhealth.com, 30/9/2021 dan 6/10/2021) memang cukup mengejutkan namun hal itu sangat mungkin terjadi.

Pada dasarnya, mikroplastik bisa ditemukan di lingkungan sekitar (udara, tanah, dan air).  Mikroplastik terbentuk dari hasil penguraian produk-produk berbahan plastik akibat pengaruh makhluk hidup (terutama mikoorganisme), cahaya, oksidasi pada suhu sedang, dan hidrolisis. Bisa jadi penyebab mikroplastik dalam air minum kemasan adalah hasil degradasi dari plastik kemasan itu sendiri.

Dalam bidang sains, penelitian tentang mikroplastik sudah mulai menjamur di Indonesia sejak 10 tahun terakhir. Bahkan mikroplastik sudah ditemukan pada biota laut yang dikonsumsi manusia, artinya lautan kita sudah tercemar oleh plastik.

Jika ditelusuri lebih lanjut maka penyebab utama munculnya mikroplastik tak lain adalah manusia sendiri karena yang memproduksi dan menggunakan plastik hanya manusia. Maka sudah jelas bahwa manusia bisa mengantisipasi hal itu walaupun prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak serta merta juga akan selesai dengan menutup produsen/industry plastik. Kenapa?

Karena penutupan produsen plastik tidak akan menyelesaikan masalah plastik yang sudah terlanjur mencemari lingkungan. Alasan lainnya justru akan menimbulkan masalah baru karena sangat mungkin menambah jumlah pengangguran. Selain itu belum ditemukan pengganti plastik yang memiliki fungsi efisien terutama mobilisasi yang tinggi.

Artinya akan sulit untuk terlepas sepenuhnya dari yang namanya plastik namun disatu sisi kita menyadari bahwa plastik dalam bentuk sekecil apapun itu tetap berbahaya.

Menghadapi kondisi dilematis seperti itu maka hal yang perlu dilakukan adalah meminimalisir dampak dengan menerapkan langkah-langkah taktis berikut:

  • Mengurangi penggunaan wadah plastik (beralih ke produk yang lebih ramah lingkungan dan bersahabat untuk kesehatan)
  • Pemerintah perlu memberikan dukungan dan  apresiasi (penghargaan/reward) kepada pihak-pihak yang memprioritaskan kesehatan dan kepedulian lingkungan (produsen yang memprioritaskan kesehatan dan kepedulian lingkungan dalam produknya, ilmuwan penemu bahan pengganti plastik yang lebih ramah lingkungan, ilmuwan yang menciptakan alat pembersih sampah khususnya di perairan, dan penggiat lingkungan)
  • Pemerintah perlu membuat kebijakan yang mewajibkan produsen air kemasan galon sekali pakai untuk menerima dan membeli bekas kemasan galon untuk diolah menjadi produk lainnya (harus recycle sendiri sampai menjadi plastik food grade)
  • Jikapun tidak bisa terlepas dari plastik sepenuhnya, maka perlu membiasakan menggunakan wadah non plastik (kaca/stainless) untuk makanan dan minuman yang panas dan hangat (suhu berpengaruh terhadap pembentukan mikroplastik).
  • Membiasakan menyimpan wadah plastik di tempat yang teduh (terlindung dari sinar matahari). Termasuk penjual minuman kemasan karena seringkali terlihat jualan mereka dibiarkan begitu saja terkena sinar matahari langsung. Bisa jadi pertimbangan untuk mengedukasi para penjual tentang hal tersebut karena cahaya dan suhu turut berpengaruh pada pembentukan mikroplastik.
  • Rutin membersihkan dan mengganti wadah plastik yang digunakan. Salah satu penyebab munculnya mikroplastik adalah penguraian mikroorganisme jadi sangat penting menjaga kebersihan wadah plastik yang digunakan.
  • Jika memungkinkan menggunakan tempat penampungan air non plastik, karena mikroplastik juga terbentuk melalui proses hidrolisis oleh air
  • Mengurangi sumbangsih sampah plastik ke lingkungan dengan mengolah/mendaur ulang sampah plastik. Penyebab munculnya mikroplastik di udara, tanah, sungai, dan laut karena adanya buangan sampah plastik ke lingkungan.

2. Ditemukan kandungan Bisphenol-A  (BPA) pada air minum kemasan galon (polikarbonat) yang melebihi ambang batas di beberapa kota di Indonesia 

Beberapa waktu lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis temuan adanya kandungan Bisphenol-A (BPA) pada air minum kemasan galon (polikarbonat) yang melebihi ambang batas di beberapa kota di Indonesia (Kompas.com, 12/9/2022).

Melebihi ambang batas, artinya sudah berbahaya. Sejatinya semua bahan plastik punya senyawa kimia yang berbahaya namun hingga kini tetap saja digunakan. Tentu karena adanya batas toleransi yang dianggap masih aman oleh BPOM.

Tidak jauh berbeda dengan kasus sebelumnya, informasi ini juga turut meresahkan masyarakat. Yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan sampai bisa melebihi ambang batas tersebut?

Kadar BPA yang melebihi ambang batas ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Namun tetap ditemukan kadar BPA pada sarana produksi meski masih berada dalam ambang batas. Diduga penyebab tercemarnya air minum dalam kemasan tersebut terjadi saat pasca produksi, terutama saat penyimpanan dan delivery ke konsumen yang tidak sesuai prosedur.

Penemuan ini pula yang melandasi adanya aturan pelabelan pada bahan yang berpolikarbonat. Tujuannya tak lain adalah untuk kebaikan bersama agar kedepannya tidak ada lagi penemuan kadar BPA yang melebihi ambang batas. Jika ada pelabelan seperti ini maka otomatis maintenance penyimpanan dan pendistribusian akan menjadi prioritas.

Tidak bisa dipungkiri, sumber air, lokasi produksi, rangkaian produksi, penyimpanan hingga pendistribusian akan sangat mempengaruhi kualitas air kemasan. Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat dan kualitas air kemasan maka hal yang perlu dilakukan:

  • Persyaratan membuka usaha/depot air minum perlu ditingkatkan, paling tidak punya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dan pernah mengikuti pelatihan maintenance peralatan, cara pengelolaan, penyimpanan, hingga pendistribusian air minum.
  • Pemerintah dalam hal ini dinas terkait memfasilitasi para pemilik usaha air minum yang sudah terlanjur menjamur agar mendapatkan pelatihan maintenance peralatan, cara pengelolaan, penyimpanan, hingga pendistribusian air minum. 
  • Mengedukasi para pemilik usaha air minum agar mempekerjakan karyawan yang sudah mengikuti pelatihan atau menfasilitasi karyawannya untuk mendapatkan pelatihan terkait maintenance peralatan, cara pengelolaan, penyimpanan, hingga pendistribusian air minum.
  • Pemerintah dalam hal ini dinas terkait perlu melakukan pemeriksaan sumber air dan wadah/kemasan serta pengujian air secara rutin.

3. Adanya oknum penjual air isi ulang yang menggunakan air kran untuk mengisi galon

Menanggapi informasi ini memang sangat mungkin terjadi. Bukan hanya minuman bahkan kasus serupa sudah lebih dulu menjamur pada makanan contohnya penggunaan daging tikus sebagai bahan pembuatan bakso serta penambahan formalin, boraks, dan pewarna kain pada makanan. Ada saja oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan hal-hal yang merugikan orang banyak serta menurunkan kepercayaan masyarakat. Kasus seperti ini tentu saja meresahkan masyarakat, namun sisi positifnya adalah membuat kita semakin jeli dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Berikut hal yang bisa dilakukan adalah:

  • Perlu mengenali ciri-ciri air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini bisa dilihat secara fisik dan melihat kandungan airnya (pemeriksaan laboratorium). Namun paling tidak masyarakat sudah bisa mengenali secara fisik yakni air tidak berbau, tidak berwarna, tawar/tidak menimbulkan rasa yang tak lazim, dan tidak terasa lengket setelah digunakan.
  • Memastikan tempat membeli air merupakan depot yang aman dan higienis
  • Jika masih ragu tidak ada salahnya memasak/rebus air sebelum diminum
  • Memberikan sanksi kepada oknum pemilik depot air minum yang melanggar (tidak sesui SOP DAM) dan apresiasi kepada pemilik DAM yang konsisten mempertahankan kualitas produknya

Memilih menggunakan air minum kemasan dan isi ulang atau tidak kembali lagi kepada pribadi masing-masing. Apapun pilihannya punya plus minus. Kelebihan air minum kemasan memang lebih ke praktis terutama untuk aktivitas di luar rumah dan acara-acara besar. Apalagi bagi rumah tangga yang suami istri sama-sama bekerja tentunya keberadaan air minum kemasan dan isi ulang sangat membantu.

Prinsipnya selama manusia masih ada, penelitian akan terus berlanjut dan penemuan hal baru dapat terus bermunculan baik yang sifatnya positif maupun negatif. Jika ditelusuri lebih jauh, kita akan semakin menemukan banyak hal yang jauh lebih mengkhawatirkan dan penyebab utamanya tetap kembali ke manusia.

Jika semuanya bahaya lantas mau konsumsi apa? Bingung, takut, was-was, cemas, parno?? Jangan!

Yang penting sudah berusaha melakukan pencegahan dan menerapkan pola hidup sehat, sisanya serahkan sama Yang Kuasa. Seringkali kita akan dihadapkan pada kondisi yang dilematis, sekali lagi "Khawatir boleh namun tidak perlu menjadi paranoid!"

Demikian, semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun