Mohon tunggu...
Nurmalasari
Nurmalasari Mohon Tunggu... Konsultan - Public Health Specialist

Passionate in Youth4Health & Mental Health | SDGs, Social Network, & Indigenous Enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lahir di Tengah Kemiskinan, Bukan Keinginanku!

21 Januari 2014   11:22 Diperbarui: 17 September 2018   22:22 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampainya di rumah ibukku bilang, “Nduk, awakmu kudu sekolah sing  dukur, kudu sukses ben gak urip koyok bapak ibukmu dadi petani utowo  mbakmu sing kudu dadi TKI ndek Arab. Awakmu kudu iso kuliah, sing  penting sinau sing pateng, wis iku thok, masalah biaya dipikir mburi”

Selalu seperti itu. Aku tahu, meski SMA mendapat keringanan SPP, tapi  tetap saja biayanya mahal terlebih karena aku masuk kelas R-SBI. Aku  memang ingin sekolah terus, ingin sekali. Namun, aku tak sanggup melihat  orang tuaku banting tulang lebih dari ini.

Akhirnya, dengan kemauan yang bulat agar bisa mewujudkan keinginan bapak  ibukku biar aku bisa sekolah tinggi, aku pergi ke warnet, browsing,  berharap ada beasiswa full buat kuliah, intinya gratis 100%.

Percayakah bahwa keyakinan tanpa batas itu akan melahirkan sebuah  keajaiban? Iya, aku orang pertama yang akan menjawab dengan lantang  bahwa itu benar adanya.

Aku terhenti ketika menemukan sebuah kata “BIDIKMISI” di websitenya  Universitas Airlangga. Tak tahu, ada dorongan apa saat itu, aku pun  mengkliknya, dan subhanallah doaku terjawab. Ada beasiswa yang  memberikan biaya kuliah serta biaya hidup dan biaya lainnya secara full  sampai lulus kuliah. Ku baca baris demi baris, ku catat setiap detail  persyaratannya. Aku pun langsung melengkapi semua persyaratannya, tanpa  babibubebo aku mencari surat tanah, surat rekening listrik, surat keterangan  tidak mampu. Tak cari sendiri, karena bapak ibukku juga tidak paham tentang surat-surat itu.

Ku kirim berkas-berkasnya ke Guru BK-ku, namun Guru BK-ku ternyata tak tahu menahu  tentang adanya beasiswa ini. Meskibegitu, Guru BK-ku sangat baik kepadaku, dengan menggratiskan biaya pengiriman berkas ke Universitas  Airlangga.

 

*****

Juara 1 Lomba KTI di Padang
Juara 1 Lomba KTI di Padang
Dengan perjalanan yang panjang, hambatan dan rintangan untukku bisa  mendapatkan beasiswa ini di Universitas Airlangga (RED: bisa dibaca di Note "BIDIKMISI: Anak Miskinpun Berhak Bermimpi), akhirnya aku bisa  sekolah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga sampai  saat ini, sampai aku bisa menjadi seperti ini. Bisa berkeliling  Indonesia dengan mengikuti LKTI, bahagianya bisa mengerti rasanya bisa naik pesawat terbang meski kata temenku waktu itu, "Ojok norak lho pas ndek jero pesawat nanti", yang kala waktu di desa hanya bisa kulihat saja dari bawah. Bisa bersalaman dengan Rektor Universitas Airlangga dan Ketua Senak Akademik Universitas Airlangga dan diberi penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional Versi Dies Natalis. Bisa masuk Surat Kabar. Hingga bapak ibukku menangis ketika kutunjukkan Surat Kabar itu. Begitu juga dengan kakakku. Ya, orang kecil seperti kami tak pernah bermimpi bisa masuk surat kabar dan dibaca oleh banyak orang. Sampai surat kabar tersebut dipigura sama Ibukku.

Ya, hanya inilah yang bisa dibanggakan bagi kami yang berada dalam kubangan kemiskinan. Sebuah prestasi. Bukan harta benda. Prestasi itulah yang menjadikan kami tidak diinjak-injak maupun dihina-hina lagi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun