Mohon tunggu...
Nurmala Fitri
Nurmala Fitri Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

A lecturer

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Loving Nature Makes You Mature!

5 Mei 2014   21:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306116" align="aligncenter" width="300" caption="setkab.go.id"][/caption]

“Ngakunya anak lingkungan, tapi kok masih buang sampah sembarangan?”

“Ngakunya pecinta alam, tapi kok sikapnya malah merusak alam?”

Itulah kalimat yang ingin aku sampaikan tiap kali melihat teman-teman atau siapapun membuang sampah bukan pada tempatnya. Jika di saat kalian ingin membuang sampah, tapi ternyata tidak ada tempat yang disediakan, hendaklah menyimpan dahulu sampah yang ingin kalian buang tersebut. Tidak ada salahnya bukan?

Manusia terlahir bukan karena tanpa alasan. Manusia dititipkan amanah yang bukan main beratnya sebagai khalifah di bumi oleh Sang Pencipta. Sudah selayaknya manusia menjaga dan merawat alam. Sudah selayaknya manusia berpikir bahwa alam ini tidak selamanya akan menerima diperlakukan tidak adil oleh manusia. Tak jarang alam murka, tak jarang alam marah!

Bukankah alam sudah sering menunjukkan ketidaksukaannya pada manusia? Apalah arti manusia di bumi? Hanya seonggok daging yang bernama? (dikutip dari film 5 cm).

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Manusia memiliki jiwa, raga, pikiran (akal), dan hati. Mengapa tidak dipergunakan dengan maksimal? Mengapa hanya digunakan untuk meraup keuntungan dan kekayaan pribadi? Pantaskah makhluk seperti itu disebut manusia?

Pertanyaan yang paling penting adalah pantaskah manusia meraup keuntungan dan kekayaan pribadi melalui ALAM? Pantaskah alam yang menjadi korban atas kerakusan manusia? Pantaskah alam menjadi tumbal untuk semua keegoisan manusia?

Miris melihat tanah papua yang telah terkuras habis seluruh kekayaannya, miris melihat hutan-hutan di Indonesia yang telah habis terbakar dan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, jerih melihat hak-hak kedaulatan masyarakat pribumi atas tanah airnya dirampas paksa oleh penjajah atau bahkan oleh pemimpin yang seharusnya berlaku sebagai tameng pelindung, dan masih banyak lagi ketidakadilan perlakuan manusia terhadap alam.

Lantas apalah jalan keluar untuk seluruh permasalahan di atas?

Objek yang dapat memecahkan kebuntuan atas jawaban dari seluruh permasalahan di atas hanyalah diri sendiri. Mengapa? Karena andai kata seluruh manusia di muka bumi mulai berpikir dan bertindak selayaknya “manusia”, maka insyaAllah keadilan akan tegak nan kokoh berdiri.

Pemerintah akan menjadi lembaga yang mampu mengajak masyarakat hidup dalam keselarasan dengan alam. Serta pemerintah akan mampu memilih, menyeleksi, dan meloloskan proyek yang tidak merusak kelestarian alam.

Bukankah hijau lebih baik? Bukankah oksigen lebih penting? Bukankah rimbun lebih indah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun