Mohon tunggu...
Nurmajidah 017
Nurmajidah 017 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya menonton drakor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengembangkan Teori Tentang Perkembangan Empati

20 Januari 2025   12:10 Diperbarui: 20 Januari 2025   12:10 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Martin Hoffman mengembangkan teori tentang perkembangan empati yang menjelaskan bagaimana kemampuan ini muncul dan berkembang pada manusia seiring waktu. Menurut Hoffman, empati adalah kemampuan bawaan yang kemudian dipengaruhi oleh pengalaman sosial. Ia mengidentifikasi empat tahap perkembangan empati yang berkaitan dengan usia dan kemampuan kognitif seseorang. Tahap pertama adalah empati global, yang terjadi pada bayi berusia 0--1 tahun. Pada tahap ini, bayi merasakan emosi orang lain secara primitif, seperti menangis saat melihat orang lain menangis, tetapi mereka belum memahami bahwa emosi tersebut berasal dari orang lain. Tahap kedua adalah empati egosentris, yang muncul pada usia 1--2 tahun, di mana anak mulai menyadari bahwa orang lain memiliki emosi yang berbeda, tetapi mereka masih cenderung menanggapi dengan cara yang mereka anggap menenangkan, seperti memberikan mainan favorit mereka kepada orang yang sedih. Selanjutnya, tahap ketiga adalah empati untuk perasaan orang lain, ya

yang berkembang pada usia 2--10 tahun. Pada tahap ini, anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perasaan unik, sehingga mereka dapat memberikan respons empati yang lebih sesuai, seperti menawarkan pelukan atau mendengarkan keluhan orang lain. Tahap terakhir adalah empati untuk kondisi hidup orang lain, yang muncul setelah usia 10 tahun, ketika individu mampu memahami emosi kompleks dan kondisi jangka panjang orang lain. Mereka bahkan dapat merasakan empati untuk kelompok atau komunitas yang menderita, seperti korban bencana. Hoffman menekankan bahwa empati berkembang melalui kombinasi faktor biologis dan pembelajaran sosial, di mana pengalaman interaksi, termasuk pola asuh, sangat memengaruhi kemampuan ini. Empati menjadi dasar perilaku prososial, seperti membantu orang lain, dan memainkan peran penting dalam pembentukan moralitas manusia.yang berkembang pada usia 2--10 tahun. Pada tahap ini, anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perasaan unik, sehingga mereka dapat memberikan respons empati yang lebih sesuai, seperti menawarkan pelukan atau mendengarkan keluhan orang lain. Tahap terakhir adalah empati untuk kondisi hidup orang lain, yang muncul setelah usia 10 tahun, ketika individu mampu memahami emosi kompleks dan kondisi jangka panjang orang lain. Mereka bahkan dapat merasakan empati untuk kelompok atau komunitas yang menderita, seperti korban bencana. Hoffman menekankan bahwa empati berkembang melalui kombinasi faktor biologis dan pembelajaran sosial, di mana pengalaman interaksi, termasuk pola asuh, sangat memengaruhi kemampuan ini. Empati menjadi dasar perilaku prososial, seperti membantu orang lain, dan memainkan peran penting dalam pembentukan moralitas manusia.

Tahap terakhir, empati untuk kondisi hidup orang lain, biasanya berkembang setelah usia 10 tahun. Pada tahap ini, individu mampu memahami emosi dan pengalaman orang lain secara lebih mendalam dan kompleks, termasuk memahami penderitaan jangka panjang atau situasi hidup tertentu. Mereka dapat merasakan empati terhadap kelompok atau komunitas, seperti orang-orang yang terkena bencana atau mengalami ketidakadilan. Empati pada tahap ini sering dikaitkan dengan moralitas dan tindakan altruistik, seperti melakukan kegiatan sosial atau membantu orang lain tanpa pamrih.

Hoffman juga menekankan bahwa empati dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti pola asuh, pengalaman sosial, dan budaya. Interaksi yang positif dengan orang lain, khususnya dalam keluarga dan sekolah, dapat membantu individu mengembangkan empati yang lebih baik. Selain itu, empati merupakan dasar perilaku prososial, seperti berbagi, membantu, dan menunjukkan kebaikan kepada orang lain, serta memainkan peran penting dalam pembentukan prinsip moral manusia.

Martin Hoffman menegaskan bahwa empati bukan hanya respons emosional spontan, tetapi juga melibatkan perkembangan kognitif dan moral. Empati dimulai sebagai reaksi bawaan yang primitif pada bayi, namun secara bertahap berkembang menjadi kemampuan yang lebih kompleks melalui proses belajar dan interaksi sosial. Dalam tahap pertama, empati global, bayi merasakan kesedihan atau ketidaknyamanan orang lain sebagai sesuatu yang juga dirasakannya, tetapi tidak menyadari bahwa emosi tersebut berasal dari orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap ini, bayi belum mampu membedakan antara dirinya dan orang lain secara emosional.

Ketika anak memasuki tahap empati egosentris pada usia 1--2 tahun, mereka mulai memahami bahwa orang lain memiliki perasaan yang terpisah dari diri mereka. Namun, mereka masih melihat dunia dari sudut pandang mereka sendiri. Sebagai contoh, seorang anak mungkin mencoba menenangkan temannya yang menangis dengan menawarkan boneka favoritnya, meskipun temannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun