Assalamu’alaykum Wr. Wb
Salam Hangat
Siapa yang tidak kenal Jogja ? Kota yang mendapat julukan sebagai kota pelajar ini dikenal sebagai kota yang ramah dan hampir tidak pernah memiliki masalah dengan kriminal. Masyarakat Jogja juga dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi tata krama budaya, sehingga wisatawan asing pun turut mengagumi keramahan warga Jogja, termasuk saya.
Ilustrasi : ada apa dengan Jogja ?
Jauh sebelum memilih melanjutkan pendidikan program pascasarjana, saya sudah jatuh hati dengan Jogja. Alasannya karena selain memiliki banyak akademisi yang beprestasi, tingkat keamanan di Jogja juga tak perlu diragukan. Informasi  ini seperti yang saya peroleh dari beberapa rekan yang sudah kuliah di Jogja. Kemudian di media berita, saya juga jarang mendengar kasus kriminal terjadi di Jogja. Oleh karena itu, sangat yakin bahwa Jogja dapat memberikan rasa aman dan tentram kepada saya untuk melanjutkan studi.
Namun, ternyata apa yang saya yakini selama ini keliru. Apa karena saya kurang paham dengan kota Jogja sebelumnya ? Atau memang sedang ada yang tidak beres di Jogja ?
Sebelum mulai studi pascasarjana, saya mengikuti training selama 6 bulan dari pihak penyelenggara beasiswa yang saya peroleh. Tiga bulan pertama saya mengikuti training, saya tidak mendengar berita yang aneh tentang Jogja. Tapi tiga bulan berikutnya, mulai muncul berita yang tidak mengenakkan di telinga saya.
Pertama, 25 Maret 2016, seorang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga mengalami 8 luka tusukan di bagian dada setelah mencoba berhadapan dengan perampok yang masuk ke dalam kontrakannya. Beruntung korban dapat selamat setelah mendapat pertolongan di RSUP Sarjito, Yogyakarta (Tempo.co).
Selanjutnya di susul berita 25 April 2016, beberapa oknum tak dikenal melakukan penyayatan terhadap siswi SD Negeri Kota Gede dan salah seorang mahasiswi (Merdeka.com). Â Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media Tempo 03 Mei 2016, pelaku melakukan aksi tersebut karena sang korban menghalang-halangi jalan sepeda motornya dan yang mengejutkan, pelaku menggunakan cutter berkarat sepanjang 14 cm untuk menyayat tangan dan kaki korban. Bisa dibayangkan, benda yang berkarat melukai tangan dan kaki korban. Dalam medis, luka yang disebabkan oleh benda berkarat berisiko menimbulkan infeksi tetanus dari bakteri Clostridium Tetanii, yang mana apabila korban tidak mendapat suntikan anti Tetanus dalam waktu 6 jam akan menyebabkan demam, kejang, hingga meninggal dunia. Mungkin sebagian orang mengira tindakan criminal ini sepele dan tampak ringan karena hanya penyayatan. Meskipun demikian, efeknya berjangka panjang dan berujung pada kematian.
Sebagai penegak hukum, pihak Kepolisian harus tegas dalam hal ini karena jika penegak hukum pun ikut menyepelekan. Maka tindakan kriminal di Jogja akan semakin mengkhawatirkan banyak pihak, terutama bagi kaum pelajar.
Terlepas dari tindakan penyayatan di atas, tak lama muncul lagi berita yang menghebohkan warga Jogja, 2 Mei 2016 seorang mahasiswi Geofisika bernama Feby Kurnia asal Batam ditemukan tak bernyawa dalam toilet lantai 5 gedung FMIPA UGM setelah 4 hari dinyatakan hilang. Dalam penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian akhirnya pelaku berhasil ditemukan. Pelaku pembunuhan tersebut merupakan petugas kebersihan di FMIPA UGM bernama Eko Agus Nugroho.