Mohon tunggu...
Nurhalimatus
Nurhalimatus Mohon Tunggu... Jurnalis - Hamba Allah

Peserta ngaji menulis PMBS Fradiksi IAIN Madura (Mahasiswi KPI)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Harus Dia, tapi Harus Karena Dia

22 Februari 2020   07:09 Diperbarui: 22 Februari 2020   07:46 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala persoalan tidak akan selesai hanya dengan mengatakan "Allah, aku mencintainya". Lantas dengan cara apakah kita bisa membuktikan bahwa perasaan itu adalah cinta karena Allah? Tentu saja dengan perjuanganlah bisa membuktikan. 

Ya, sebuah perjuangan yang akan membawanya terhadap pembuktian. Pun sebuah perjuangan yang membangun terhadap cinta untuk melakukan setelah rasa bernama cinta itu hadir. Cinta tak semestinya memaksa diri untuk melupakan, tetapi pula cinta tak seharusnya memaksa diri untuk memiliki.    

Akan tetapi berjuang untuk memiliki itu merupakan hal yang wajar dan semestinya untuk dilakukan, karena sejatinya manusia hanya bisa berjuang dan berusaha selebihnya kita pasrahkan terhadap yang maha kuasa. 

Begitu banyak seseorang yang perjuang hanya untuk berkeinginan memiliki tanpa harus berfikiran bahwa memiliki itu tidaklah semudah ketika mau memulai yang namanya perjuangan. Ketika ada seseorang yang memperjuangkan tanpa harus berkeinginan memiliki itulah cinta yang abadi.    

Lagi lagi dan lagi berbicara persoalan "cinta" sesungguhnya tidak ada kehidupan yang tak memerlukan cinta, karena hanya dengan cinta manusia mengenal kedamaian dan kesetiaan. Namun dari sekian banyaknya seseorang yang menggunakan cinta tidak harus sedikit yang merasakan terluka dan tersiksa. 

Sebenarnya cinta tidak pernah membuat seseorang terluka apalagi tersiksa, karena sejatinya cinta hanya sebuah kata yang setiap orang bisa menjabarkan sedemikian rupa. Namun apalah daya banyak orang yang bersembunyi diatas kata cinta.

Bahkan seolah olah cinta itu hanyalah dijadikan pelindung diri dari kesendirian, dengan bersembunyi diatasnya. Dan memanipulasi perasaan orang atau saja berpolitik dengan cinta sepertinya menjadi kebiasaan tuk bermain kata dan retorika.       

Dalilnya cukup puitis dan romantis seperti "aku mencintaimu lebih dari segalanya", "dunia ini hanyalah milik kita berdua" dll. Mengutip dari mbah tejo (sujiwo tejo) bahwa "cinta tak tentang kata", dan "cinta bukan karena karena". Namun apalah daya di era sekarang seolah-olah cinta hanya milik orang yang mahir berkata-kata.

Saya tidak bisa memastikan akan cinta kedepan yang mungkin akan menjadi kata sampah yang tidak ada harganya meski dijual dipasaran. Karena saat ini banyak salah kaprah yang menggunakan kata cinta yang terkesan mengundang kegalauan, kekecewaan, dan stres, tentu itu benar. 

Sebagai makhluk tuhan yang tidak bisa terlepas dari yang namanya cinta, sudah semestinya belajar bijaksana. Bijaksana dalam menyikapi dan menghadapi cinta tersebut sebab ketika sudah berusaha bijak yang pastinya jarang akan merasakan terluka apalagi tersiksa.

Berbicara tentang cinta yang bijak sehingga menjauhkan diri dari rasa terluka dan tersiksa. Hingga pada akhirnya kitapun menemukan yang namanya kesetiaan. Itu semua karena yang namanya perjuangan. Sedangkan perjuangan yang sejati bagi saya pribadi, bukan bagi mereka atau dia adalah ketika saya menanti tanpa harus menepati apa yang harus saya miliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun