***
Tiga tahun lalu, saat saya menjadi salah seorang wartawan di Majalah TEMPO, datang kabar menarik; Akmal menjadi bupati di Aceh Barat Daya. Soal dia terpilih sebagai bupati, itu tak mengherankan saya. Dia memang pintar bergaul dan supel. Di Blang Pidie dia adalah tokoh yang berpengaruh.
Namun, yang mengganjal dibenak saya, bagaimana seorang Akmal yang bebas merdeka sebagai seorang wartawan, kemudian hidup dalam sangkar kekuasaan. Dia yang dulunya kritis dan cerewet, bagaimana kini di saat dia harus memakmurkan rakyat di Blang Pidie.
“Mengurus rakyat itu tak rumit, mereka orang-orang yang baik, lugu dan satu tujuan, yaitu hidup damai dan makmur,” kata Akmal.
“Lalu apa yang paling merepotkan Abang?”
“Ya soal politik, penuh intrik. Dan juga dengki, kadang untuk tujuan kemakmuran rakya saja dihadang. Fitnah jalan terus.”
“Bukankah, politik memang begitu?’
“Iya, ternyata memang merepotkan, hehehehehe.”
“Lalu, bagaimana Abang menyiasatinya.”
“Kamu masih ingat ketika kita meliput berita di Aceh Utara?”
Saya tentu tak perlu menjawab pertanyaan Akmal. Saya tahu betul maksudnya, bahwa dia harus cerdik dan penuh perhitungan meniti persoalan politik di daerahnya itu. Dan targetnya yang harus dicapai, adalah memakmurkan rakyatnya.
Semoga saja kawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H