Semenjak ku putuskan untuk pergi, tak ada niatan tuk kembali. Menjalin lagi yang sebelumnya hampir mati.
Rapuh.Â
Ku akui, begitu susahnya merapikan lagi yang sudah tak utuh. Terus terang saja, aku tak cukup nyali. Tak ada energi untuk menarikmu kembali. Merajut yang sebelumnya telah tergores dengan guratan belati.
Namun nyatanya, hati tetap saja mengagungkan ikhlas sebagai pilihan inti. Naluri masih saja rela merasakan setiap deraan yang mungkin tak sengaja kau hantamkan.
Sadarku kembali diuji, karena rasa yang makin kuat hingga tak terkendali. Karena tenangmu menyikapi, membuat egoku merendah tanpa kupahami. Aku tak kuasa untuk berlari, meninggalkan semua yang telah diawali. Aku tak mampu beranjak pergi, menanggalkan segala nyaman yang telah tertanam di hati.
Entah mantra apa yang sengaja kau kirim kemari, yang membuatku seolah mati berdiri jika tanpa dendangan suara yang seringkali kau bisiki. Semacam candu, berat rasanya menghilangkan segalamu dari sanubari. Seolah-olah daya tak terisi, di saat diriku memilihmu tak mendampingi.
Kini, aku harus menyerah lagi. Berusaha dengan sekuat hati meluruhkan segenap rasa yang bernama porsi dan posisi. Berusaha membuang resah karena porsi yang sebenarnya tak diminati. Berusaha mengabaikan posisi yang tak henti menghantui.
Kini, saatnya aku harus membuka kembali tabir yang ingin ku hindari. Mempersilakanmu kembali mengisi. Memainkan peranmu sesuai rotasi. Biarlah aku yang berjuang menggali celah. Biarlah aku yang selalu berpasrah meski lelah.
Biarlah.
Mungkin memang seharusnya begini, berpura-pura buta agar sakit tak kembali terasa. Berlagak tuli, agar tak mendengar kecaman yang menyayat hati. Toh nyatanya aku sudah terbiasa begini, menjadi bayangan hingga akhirnya dilenyapkan. Aku pun sudah terbiasa seperti ini, menjadi pujaan yang pada akhirnya diasingkan.
Sementara kau, tak usah risau dengan hal semacam ini. Aku sudah mahir menghadapi. Alih-alih bukan karena diri yang kuat, tetapi memang tempaan yang telah lama menemani telah mengajarkan banyak hal tentang aturan hidup ini; tentang bagaimana harus belajar ikhlas menerima takdir, tentang bagaimana harus memilih sabar sebagai cara yang harus diambil. Jadi, kau tak perlu khawatir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H