“Anda salah paham... sepertinya ada yang salah,” ujarku sambil berusaha bangun. Saat aku berhasil terlepas, Tuan merenggut kerah bajuku, refleks kugigit lengannya kuat-kuat. Ia meringis.
“Maafkan aku tuan... maafkan aku...” Aku langsung duduk bersimpuh, kutundukkan wajahku lekat-lekat ke lantai. Tubuhku menggigil. Tuan muda mencengkram pipiku, "tak peduli apa yang dipikirkan kakek, aku tak akan mengakuimu," setelah itu ia pergi. Tak lama kemudian Umi-san masuk, ia langsung memintaku berdiri dan menanyakan keadaanku lalu kami langsung bersiap untuk makan malam. Jadi di sinilah aku sekarang... duduk menatap gelang ibu yang rusak dengan kimono sutera hitam yang indah.
**
“Kurasa nona benar-benar mengira dirinya akan bekerja di sini,” Umi akhirnya berani membuka mulut di depan Tomine.
“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu sambil menyiapkan anggur untuk tuan besar. Makan malam akan segera berakhir, tapi meski tuan besarnya belum juga muncul, Tomine tahu bahwa ia akan tiba tak lama lagi. Tuannya akan langsung pulang begitu rapat selesai. Ia ingin menemui calon istri pilihannya untuk Tuan Hiro.
“Aku tak yakin kalau mereka memberitahu Nona Rin." Umi menautkan alisnya, ia menatap Tomine, "Apa ia benar-benar euh, menjual dirinya?” Umi tak kuasa bertanya, ia bergidik mengingat apa yang ia lihat saat kembali tadi. Baju Rin koyak, gadis itu tengah bersimpuh, seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Ia menempelkan kepalanya lekat-lekat ke lantai.
“Menurutmu gadis macam apa yang minta uang muka saat diadopsi?” sahut Tomine dingin. Kepala pelayan itu tahu persis berapa jumlah uang yang dikirimkan tuan besarnya, ketika ditawar untuk mengirim setengah dulu, Rin menolak. Ia minta uangnya dibayar penuh dan dalam bentuk tunai. Benar-benar maling cilik, pikir Tomine.
“Entahlah...” Umi menghela nafas, menutup pembicaraan. Ia berjalan ke arah ruang makan. Di ruang makan duduk nyonya, tuan muda, dan Nona Rin. Seperti biasa, suasana ruangan itu terasa kaku, terlebih lagi ketika adik laki-laki nyonya dan istrinya bergabung. Kalau bukan atas permintaan tuan besar, tak mungkin mereka duduk satu meja seperti ini, benak Umi.
Keluarga Hanada adalah keluarga terpandang, tuan besar memiliki usaha kuat di bidang kelautan dan teknologi. Namun sayangnya, meski memiliki semua yang dibutuhkan, keluarganya tidak terlalu bahagia. Terlebih lagi sejak nyonya mengaku bahwa selama ini ia dibiarkan selingkuh oleh suaminya, ayah dari tuan muda Hiro.
Umi menghela nafas, melirik Rin yang tidak menyentuh makanannya sama sekali. Ia belum mengerti alasan tuan besar tiba-tiba ingin menikahkan tuan muda dengan gadis itu. Terlebih lagi dengan syarat uang yang Rin ajukan. Tapi, apa benar Rin yang terlihat kampungan menjual dirinya ke keluarga ini? Tanya Umi dalam hati.
**