[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="BJ Habibie, Presiden ke 3 Indonesia pencetus Program Habibie yang berhasil mengirim ribuan putra-putri Indonesia belajar di 9 Negara di seluruh penjuru dunia. (KOMPAS.com/Ronny Buol)"][/caption]
Tepat hari ini, Sabtu 26 April 2014 IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie) mengadakan acara perdana IABIE Talkshow Series 2014. Bertempat di Bumbu Desa Cikini, puluhan alumni penerima beasiswa Habibie berkumpul dan melakukan diskusi panel. Topik yang menjadi sorotan adalah upaya yang tengah dilakukan IABIE agar pemerintah menghidupkan kembali program beasiswa luar negeri untuk jenjang S1. Diskusi yang dihadiri oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998) ini berlangsung seru dan penuh aura optimis, paling tidak itulah yang saya rasakan dari awal acara. Bahasan mengenai keberhasilan program beasiswa pemerintah di era 90-an serta analisis berbagai program beasiswa luar negeri yang dijalankan pemerintah disampaikan dengan suasana santai oleh para pembicara.
Kompasianer, bagi Anda yang belum tahu apa itu Program Habibie dan IABIE maka izinkan saya menjelaskan. Dulu, pada tahun 1982-1996 Indonsia memiliki salah satu program beasiswa fenomenal hasil pengembangan Presiden ke tiga Indonesia, BJ Habibie yang dikenal sebagai Program Habibie. Dengan misi untuk memperkuat bidang riset, teknologi, dan Industri Indonesia yang saat itu diwadahi oleh lembaga KEMENRISTEK dan BPIS, program beasiswa ini tercatat telah berhasil mengirim ribuan putra-putri terbaik bangsa ke seluruh penjuru dunia untuk megenyam pendidikan di bidang sains dan teknologi. Saat itu tercatat bahwa Program Habibie mengirim hampir 2500 lulusan sarjana strata satu ke luar negeri untuk menempuh pendidikan master dan doktor serta 1500 siswa tamatan SMA untuk memulai pendidikan strata satu di 9 negara (Jepang, Amerika, Perancis, Jerman, Australia, Austria, Inggris, Belanda, dan Kanada) dan hal ini merupakan pencapaian yang luar biasa mengingat kala itu Indonesia masih belum memfokuskan diri pada bidang pendidikan.
[caption id="attachment_321520" align="aligncenter" width="402" caption="Perwakilan dari Panitia IABIE menyampaikan key note speech dari acara IABIE (KOMPASIANA/NY)"]
Setelah 20 tahun lebih, akhirnya putra-putri terbaik Indonesia itu berkumpul kembali dan membentuk IABIE. Ikatan Alumnus Program Habibie yang resmi dibentuk pada 2 Agustus 2013 ini diresmikan langsung oleh Prof. DR. Ing BJ Habibie. Para alumnus Program Habibie yang telah berkarya di perusahaan nasional dan multinasional juga menduduki posisi berpengaruh di pemerintahan mengadakan pertemuan dan dari hasil pertemuan tersebut, mereka mengembangkan ide untuk mendorong pemerintah agar menghidupkan kembali beasiswa Luar Negeri di jenjang S1 karena sejak tahun 1996, program beasiswa strata satu ke luar negeri praktis berhenti.
Selain menghadirkan Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro, diskusi panel ini juga dihadiri oleh Anggota DPR Dr. Poempida Hidayatulloh, B. Eng (Hon), PhD, DIC, Dr. Andika Fajar dari Kemernristek, Ir. Yahya Rachmana Hidayat, M.Sc, Ph.d dari Bappenas dan Dr. rer.nat. Abe Susanto, M.Sc dari Kemendiknas.
Tak hanya membahas usulan strategis untuk mewujudkan program beasiswa sarjana strata satu luar negeri, diskusi juga memunculkan ulasan menggelitik mengenai Indonesia yang belum memiliki grand design “hingga kini pendidikan di Indonesia masih mengejar nilai, bukan konteks pemahaman,” cetus Dr. Poempida Hidayatulloh anggota DPR sekaligus penerima beasiswa Program Habibie, “(Karena itulah) Indonesia belum memiliki grand design untuk ke depan, (padahal) negara ditentukan oleh human resourches,” pernyataan ini mengingatkan saya dengan ulasan-ulasan yang sering disinggung oleh kompasianer tentang karakter bangsa. Di banyak artikel, kita sudah banyak menyampaikan bahwa sampai kapan pun jika Indonesia belum juga bisa menentukan fokus untuk sosok bangsanya di masa depan –apakah ingin menjadi negara agraris, negara industri maritim atau sosok negara lainnya- maka selama itulah ekonomi dan karakter bangsa akan terus tertinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H