Mohon tunggu...
Nurlaely  Iza
Nurlaely Iza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karir Menapak

10 Oktober 2017   20:21 Diperbarui: 10 Oktober 2017   20:24 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja di hari itu bener-benar terasa dingin, entah badanku yang terasa panas atau memang cuaca yang tidak biasa. Lantas kugantungkan mantelku dan beranjak menuju dapur untuk membuat minuman penghangat tubuhku. Hari semakin larut, aku takbisa terhanyut dalam tidur. Aku hanya bisa termenung, menanti hingga mataku lelah. Saat kubuka mata, matahari telah menyapa pagiku.

Kucoba menegakkan badankuperlahan dan terasa pusing di kepalaku. Taktahu apa yang terjadi padaku. Padahal hari ini aku akan menjalani sesi wawancara di perusahaan furnitur kota Palangkaraya. Kupaksakan diriku untuk bangun dan mempersiapkan diri, karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.47 pagi. Setibanya di kantor, resepsionis telah menunggu kedatanganku dan menyambutku dengan sangat manis. Mengapa, aku yang merupakan orang asing di perusahaan ini sangat dihargai ya? Tanyaku dalam hati.

Kudengar resepsionis itu memanggil namaku dengan sangat lembut. Jujur saja aku terkesima dengan paras jilbabnya yang anggun dan syar'i. dia memintaku untuk masuk ke ruang manajernya. Ketika aku masuk dan mendapati perempuan berjubah biru toska dan khimar panjang senada, aku sangat terkejut. Terlebih lagi ketika tahu bahwa beliau adalah pemilik perusahaan tersebut. Amyla namanya, usianya hamper sama denganku. Aku hanya lulusan mahasiswa yang sedang mencari lowongan pekerjaan sedangkan ia sedang mencari pekerja untuk perusahaannya.

Terlintas di benakku bahwa ini adalah kantor khusus wanita. Sungguh luar biasa wanita-wanita yang ada di perusahaan ini. Sekilas napak tilas rasanya belum cukup untuk memahami perjalanan hidup seseorang. Kisah Amyla bermula disaat dia menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Sekolah baru Amyla itu rupanya berbeda dengan sekolah negeri lain. Amyla takperlu mengeluarkan biaya sepeserpun di awal dan selama sekolah, namun ia harus membayar setelah ia bekerja. Program sekolahnya pun berbeda, jadi Amyla sudah mendapatkan gelas S1-nya diusia yang ke-19 tahun.  

Diusianya yang ke-20 tahun, ia mulai merambah bisnis furniture yang dikelolanya sendiri. Amyla yang dulu tidak sesyar'I Amyla yang sekarang. Sepanjang panca indera menelaah, Myla memang bukan perempan yang sangat agamis tetapi ia sangat menjaga dirinya. Bisnisnyapun masih bisa dikatakan berbau agama. Ia semakin mantap dengan bisnisnya tersebut, semenjak banyak wanita muslim yang melamar pekerjaan di perusahaannya. Lantas ia pun mulai termotivasi untuk mengubah penampilannya yang awalnya modis dan anggun, menjadi anggun dan syar'i.

Jejak kehidupannya semakin menginspirasiku untuk bekerja lebih giat lagi. Benar sangkaku, lima bulan sudah aku bekerja di Perusahaan Alam Cendekia dan takada sedikitpun beban tugas yang memberatkan. Semua pekerjaan terasa begitu santai bagiku. Kunci dari kemudahan yang kita alami adalah tersenyum dan bersyukur. Serta taklupa untuk introspeksi diri dengan kajian rutin setiap hari jumat.

Di alam semesta ini, takada yang takmungkin. Termasuk 25 wanita muslim dalam satu perusahaan besar internasional. Aku mulai berkembang dalam posisi dan tugasku di perusahaan Amyla. Hingga di suatu pertemuan, Amyla mengajakku berbincang mengenai bisnis desain. Amyla menyarankanku untuk membuka bisnis perusahaan desain yang akan berkerja sama dengan perusahaan furniturnya. Aku adalah seorang sarjana desain grafis dan visual Universitas New York. Tetapi dengan santainya ia malah memintaku untuk membuka peluang bisnisku sendiri. Betapa lapang hatinya, walaupun kesan garang di wajahnya takbisa tersamarkan dengan sifat kelemah-lembutannya. Pembawaannya yang tegas dan santai benar-benar menggambarkan sosok pekerja keras.

Amyla sendiri takpernah sadar ketika ia sedang dibohongi oleh seseorang. Ia hanya memasrahkan semua urusannya kepada Yang Maha Esa. Impiannya dulu memang bukan ini, SMA yang ia tempatilah yang menambah impian-impiannya. Impian pekerjaannya adalah seorang psikolog, tetapi program SMAnya tak mengindahkan hal tersebut karena memang ada tujan penting untuk negara. Pasrahkan saja semuanya kepada Tuhan.

Saat aku sedang berjalan menuju ruang kerjaku, aku berpapasan dengan Amyla. Rupanya ia sedang menyelesaikan suatu projek yang tersurat ditumpukan kertas tak terarah ditangannya. Lantas aku tanyakan padanya, projek apa yang sudah menyita pikirannya hingga melayang-layang seperti taktahu arah. Lalu, ia menunjukkan secarik kertas kepadaku. Aku takmampu berkata-kata lagi, profesionalitas dan keserbabisaannya. Dalam diamnya saja bisa menghasilkan karangan yang bisa dikatakan bagus.

"Jika hanya dengan mimpi kita bisa melepaskan beban dan angan, maka lakukan saja. Penundaan itu hanya menambah waktu yang terbuang". 

Sepenggal kalimat itu yang sempat kubaca sebelum ia mengatakan apa tujuan dari ia membuat karangan-karangan itu. Ya, sebuah pengekspresian perasaan seorang wanita mapan degan gaya serta penampilan anggun dan bijak. Tatapanku kosong, aku tak mengerti bagaimana lagi aku menanggapi ceritanya. Pantaskah aku jika hanya terdiam..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun