Penulis bernama Nurlaeli Mutamariah. Berasal dari Bandung. Bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMPN 2 Karawang Barat. Sudah 30 tahun tinggal di Karawang.
Setelah membaca tulisan Bayu Segara berjudul "2 Bahasa yang Saling Bermusuhan " edisi 10 Mei 2011 di Kompasiana, saya teringat kembali ketika saya menginjakkan kaki untuk pertama kali di Karawang 30 tahun yang lalu, kalau tidak salah Oktober 1989. Bahasa Bandung dan Karawang menurut saya dua bahasa yang berdampingan untuk memperkaya budaya Sunda khususnya di bidang bahasa.
Saya tertarik untuk membuat tulisan yang bernada sama dengan tulisan tersebut mengenai Bahasa Sunda yang digunakan di Karawang. Agak berbeda dengan Bahasa yang digunakan di Bandung. Dan saya berhasil mengumpulkan kata-kata (kecap-kecap) wewengkon Karawang (dialek Karawang) yang saya bandingkan dengan kata-kata yang digunakan di Bandung.
Saya datang ke Karawang Oktober 1989 membawa SK CPNS di SMP Negeri 2 Karawang  yang sekarang menjadi SMP Negeri 2 Karawang Barat. Suka mendapatkan SK CPNS karena saya mendapatkan pekerjaan tetap walaupun harus berpindah tempat. Selain berpindah tempat juga harus menyesuaikan diri dengan cuaca, bahasa, dan karakter orang Karawang.
Yang saya rasakan ketika menginjakkan kaki ke kota lumbung padi Jawa Barat ini yang sekarang telah bergeser menjadi kota industri ini adalah udara yang sangat panas, berbeda dengan tempat asalku kota Bandung  yang sejuk. Dari pagi sampai malam panasnya tidak tertahan. Apalagi memasuki bulan Ramadhan. Menjalankan ibadah shaum, haus sekali karena udaranya begitu panas.
Berbagai hal perlu adaptasi alias penyesuaian. Pertama beradaptasi cuaca atau udara yang panas. Kedua penyesuaian bahasa. Ketiga beradaptasi orang sekitar lingkungan rumah dan pekerjaan dengan karakter yang berbeda dengan tempat asalku.Untuk menyesuaian diri perlu mental baja.
Untuk penyesuaian bahasa, wah ini harus berusaha sekuat tenaga menerima penggunaan bahasa kasar untuk percakapan, hampir kurang memperhatikan undak-usuk bahasa.
Setelah saya mengamati penggunaan bahasa di Karawang terutama di Kecamatan Telukjambe Timur, saya dapat mengambil kesimpulan penyebab orang Karawang dikategorikan menggunakan bahasa kasar dalam pergaulan yang menurut saya kurang pantas apalagi digunakan kepada orang yang usianya lebih tua daripada pengguna bahasa ada beberapa penyebab.
Ada tiga penyebab mengapa bahasa Sunda di Karawang cenderung kasar. Diantaranya, pertama orang Karawang menggunakan bahasa loma untuk percakapan sehari-harinya tanpa melihat undak usuk basa. Mau kepada orang tua, mau kepada sesama, ataupun kepada orang yang lebih muda tetap menggunakan bahasa loma yang kurang pantas digunakan kalau di Bandung. Kedua isi bahasa yang disampaikan juga kurang tepat. Dan yang ketiga teknik penyampaiannya juga kurang sopan.
Salah satu hal yang perlu digarisbawahi adalah intonasinya keras sehingga kalau berbicara pengguna bahasa seperti marah dan kalau bercakap-cakap seperti bertengkar. Menurut saya itu karena pengaruh udara yang selalu panas.
Saya ambil contoh dengan dialog. Si A: "Batur reuneuh milu reuneuh." Nah itu bahasa 'reuneuh' Â kalau di Bandung kasar, bermakna konotasi tidak sopan.. Di Bandung menggunakan kata 'kakandungan'. Isi kalimat tersebut kurang cocok karena masalah 'reuneuh' (hamil) itu urusan Allah. Dan yang terakhir tekniknya juga tidak tepat karena Si A berbicara kepada kakak iparnya.