Mohon tunggu...
Nur Kolis
Nur Kolis Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang yang suka belajar

Saya suka menulis untuk memberikan kontribusi positif bagi semesta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Pribadi Shalih untuk Melahirkan Generasi Shalih

30 April 2024   20:55 Diperbarui: 30 April 2024   21:17 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Banyak orang tua memiliki keinginan agar anak-anaknya menjadi anak yang shalih, tak hanya itu, mereka juga menginginkan agar cucu-cucunya kelak menjadi cucu yang shalih pula. Berbagai usaha rela mereka jalani untuk mewujudkan cita-cita agar anaknya menjadi shalih. Usaha-usaha tersebut seperti menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu dunia dan ilmu agama. Para orang tua berkeyakinan bahwa kesuksesan anak bukan hanya dilihat dari suksesnya jenjang karir dalam kehidupan dunia, tetapi harus pula diiringi dengan keshalihan dan kepatuhan terhadap ajaran agama.

            Anak-anak yang shalih akan menjadi kebanggaan dan kebahagiaan orang tuanya. Berperan menjadi apa saja saat di dunia, anak yang shalih akan taat pada aturan-aturan Rabbnya. Orang tua mana yang tidak bahagia jika mengetahui anak-anaknya mampu menjaga dan menjalankan amanah dengan jujur.

            Orang tua adalah figur yang pertama kali dikenal dan dekat dengan anak-anaknya. Oleh karena itu usaha untuk menshalihkan diri pribadi adalah salah satu langkah terbaik bagi orang tua untuk menjadikan anak-anaknya shalih. Orang tua yang shalih insyaallah dengan izin Allah akan menjadikan anak keturunan mereka dimuliakan oleh Allah.

            Terdapat kisah menarik dalam al-Qur'an tepatnya di surat al-Kahfi ayat 77 dan seterusnya yang menceritakan bagaimana Allah memuliakan anak yatim lantaran ayah mereka merupakan orang shalih. Kisah tersebut diceritakan saat Nabi Musa dan Nabi Khidhr 'alaihimassalam melakukan perjalanan di sebuah desa.

Nama asli Nabi Khidhr adalah Iliyya bin Mulkan bin Qoligh bin Syaligh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh (Tafsir al Munir Jilid 8, hlm. 343).  Mengenai Khidhr para ulama berbeda pendapat apakah ia termasuk seorang Nabi atau bukan. Pendapat pertama menyatakan bahwa Khidhr merupakan seorang Nabi. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa Khidhr adalah orang shalih, bukan seorang Nabi (Tafsir al Munir jilid 8, hlm. 340).

Allah menyebutkan kisah tentang Nabi Musa dan Nabi Khidhr 'alaihimassalam dalam surat al Kahfi ayat ke 77, pada ayat tersebut diceritakan bahwa Nabi Musa dan Nabi Khidhr 'alaihimassalam membenahi dinding sebuah rumah yang sudah condong dan hampir roboh, dinding rumah tersebut adalah milik dua anak yatim.

Allah berfirman:

Artinya: "Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata:"Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (QS. al-Kahfi:77)

Mengapa Nabi Nabi Khidhr 'alaihissalam membenahi dinding yang hampir roboh milik kedua anak yatim itu?

Allah Berfirman:

Artinya: "Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS. al-Kahfi:82)

Baca juga: Lisan dan Hati

Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menyebutkan dalam kitab Tafsir al Munir bahwa nama bapak dari kedua anak yatim tersebut adalah Kasyih. Ia merupakan orang yang bertaqwa dan shalih sehingga Allah memuliakan jiwa dan harta kedua anak yatim tersebut karena keshalihan (bapak)nya. Bapak yang shalih tersebut bukanlah bapak langsung kedua anak yatim tersebut, tetapi merupakan bapak dari keturunan ketujuh sebelumnya. Adapun nama kedua anak yatim itu adalah Ashram dan Sharim (Tafsir al Munir Jilid 8, hlm. 334).

Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menuliskan pendapat Ja'far bin Muhammad bahwa sesungguhnya keshalihan seorang ayah bisa bermanfaat bagi anak-anaknya hingga keturunan ketujuh (Tafsir al Munir Jilid 8, hlm. 342).

Imam Nawawi menulis sebuah kitab yang diberi judul Riyadhusshalihin yang berarti taman orang-orang shalih. Dalam kitab ini Imam Nawawi menyebutkan banyak hadits dan ayat al-Qur'an yang telah disusun perbab mengenai amalan-amalan atau ajaran-ajaran yang harus diamalkan oleh orang-orang agar menjadi shalih.

Pada tulisan ini saya akan menyebutkan beberapa di antaranya saja.

1. Ikhlas, menghadirkan niat dalam semua perbuatan, perkataan, dan keadaan.Rasululllah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya..." (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Taubat

Para ulama mengatakan bahwa taubat dari dosa atau maksiat itu hukumnya wajib. Jika maksiat atau dosa itu barkaitan antara hamba dengan Allah (tidak menyangkut hak manusia yang lainnya) maka syaratnya ada tiga: Pertama melepaskan diri dari maksiat. Kedua menyesali perbuatan maksiat/dosa tersebut. Ketiga bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi.  

Apabila maksiat atau dosa itu berkaitan dengan hak manusia yang lainnya maka syarat taubatnya ada empat: Pertama melepaskan diri dari maksiat. Kedua menyesali perbuatan maksiat/dosa tersebut. Ketiga bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Keempat mengembalikan hak-hak saudaranya tersebut yang ia dzalimi.

3. Sabar

Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Urusan orang beriman itu mengagumkan, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya dan tidak didapatkan hal itu melainkan hanya ada pada orang yang beriman. Jika ia ditimpa hal yang menyenangkan ia bersyukur, dan itu baik baginya, dan jika ia ditimpa hal yang tidak menyenangkan ia bersabar, dan itu baik baginya". (HR. Muslim)

4. Jujur

Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya jujur itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan menuntun ke surga. Sungguh ada seseorang yang jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta menuntun kepada kejelekan, dan kejelekan menuntun ke neraka. Sungguh ada seseorang yang berdusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta". (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Istiqomah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Katakanlah bahwa aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah!" (HR. Muslim)

6. Mujahadah

Diriwayatkan dari Abu Firas Robi'ah bin Ka'ab al Aslami pelayan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ia termasuk ahli shuffah semoga Allah meridhainya berkata: Aku bermalam dengan Rasulullah dan aku membawakan (air) untuk berwudhu dan bersuci, kemudian Rasulullah berkata kepadaku, mintalah! kemudian aku berkata bahwa aku ingin menjadi teman engkau ketika di surga. Kemudian Rasulullah bertanya apakah ada yang lain? itu saja kataku. Kemudian Rasulullah menjawab (jika kamu ingin menjadi temanku di surga) bantulah aku dengan kamu memperbanyak sujud (shalat). (HR. Muslim)

Materi ini pernah disampaikan penulis pada kajian Ahad Pagi, 28 April 2024 di masjid Syuhairah binti Ali, dukuh Jambon, Sabranglor, Trucuk, Klaten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun