Sebab-sebab terjadinya kemelut di kalangan masyarakat dalam menyikapi perbedaan fiqh di antara mereka dikarenakan sistem berpikir yang rasional, kritis, progresif, dan dinamis belum banyak diterapkan.
Melihat realita masyarakat Islam yang kurang bisa saling menghargai dan menghormati terhadap perbedaan fiqh inilah yang kemudian mendorong Edi AH Iyubenu menulis buku barunya yang berjudul Berislam dengan Akal Sehat.
Edi AH Iyubenu adalah salah satu penulis kreatif dan produktif yang karya-karyanya selalu sukses di terima oleh masyarakat secara luas. Melalui buku Berislam dengan Akal Sehat ini, Edi AH Iyubenu ingin memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak gampang menilai salah terhadap pemahaman atau fiqh yang berbeda di antara mereka.
Buku ini diberi kata pengantar oleh K.H. Husein Muhammad, tokoh yang dikenal luas sebagai ahli dalam bidang Tafsir Gender. Dalam kata pengantarnya, K.H. Husein menuliskan bahwa dengan hadirnya buku ini, Edi AH Iyubenu ingin menawarkan jalan keluar bagi kemelutnya keadaan masyarakat dengan kembali kepada misi profetik Islam, yakni mewujudkan keadilan sosial dan kemanusiaan universal (hlm. 11).
Buku Berislam dengan Akal Sehat ini sebagian besar isinya mengulik khazanah Ushul Fiqh sebagai metode penggalian hukum Islam secara luas dan mendalam.
Edi AH Iyubenu  menuliskan bahwa sebab asali beragamnya penafsiran, penakwilan dan pemahaman umat Islam terhadap dua sumber utama hukum Islam, yakni al-Qur'an dan Sunnah ialah karakter keduanya yang lebih dominan bersifat mujmal (global) daripada mufashal atau rinci (hlm.94).
Sebagai contoh ada ulama yang mengeluarkan fatwa bahwa bunga bank konvesional haram dan adapula ulama lain yang mengeluarkan fatwa sebaliknya. Tentu masing-masing fatwa sahih belaka untuk diikuti dan diamalkan.
 Kedua fatwa yang bersebrangan ini tidak pantas dan tidak boleh untuk dilecehkan sebab keduanya sama-sama berderajat setara dalam hal usaha rasional (ijtihad) untuk menyimpulkan suatu hukum Islam dengan merujuk kepada khazanah dalil yang sama atau persis.
Adanya perbedaan antarulama ini terkait dengan konteks hukum yang melandasi setiap ulama sesuai dengan khazanah lokalitasnya, urf, dan habitus yang kompleks pula.
Perbedaan pendapat fiqh adalah hal yang logis, alamiah dan niscaya. Oleh karenanya, upaya memanunggalkan fiqh adalah sikap yang salah, memicu masalah dan tercela (hlm.154).
Oleh karenanya saling menghormati adalah sikap mulia yang sudah semestinya dijunjung tinggi dalam hidup bermasyarakat. Pilihan-pilihan yang berbeda satu sama lain atas buah pemikiran para ulama (ijtihad) tak seharusnya melahirkan sikap saling menjauhi dan atau bermusuhan.