Muhammad Basir As-Sadr, berasal dari keluarga shi'tie yang di lahirkan pada tanggal 1 Maret 1935 M/25 Dzul Qa'dah 1353 H di Baghdad, Buku filsafatuna dan iqtishaduna merupakan karya besar yang mengharumkan namanya di kalangan cendekiawan muslim.Â
Ekonom yang lahir di Baghdad,Intelektual muda keturunan keluarga syi'ah yang menciptakan sebuah madzhab ekonomi di Era Kontemporer dimana pokok pemikiran dari madzhab ini adalah membedakan antara ilmu ekonomi dan agama Islam, ilmu ekonomi ya ilmu, islam ya islam, pada intinya antara ilmu ekonomi dan agama islam tidak ada kesinambungan.Â
Pendapat pemikiran ini pada dasarnya dilatar belakangi oleh ketidak setujuan Baqir As-Sadr terhadap definisi ilmu ekonomi dimana tertera bahwa masalah ekonomi muncul karena sumberdaya ekonomi yang terbatas adanya dibumi ini sedangkan keinginan manusia tidak terbatas jumlahnya.
Menurut Sadr, Definisi ini akan membawa implikasi yang serius dalam ilmu ekonomi, padahal islam memiliki pandangan yang jauh berbeda dengan itu.Menurut mereka ,Islam tidak mengenal sumberdaya ekonomi yang terbatas karena Allah sendiri memiliki kemampuan yang tak terbatas, dan Allah S.W.T menciptakan alam semesta yang tak terhingga luasnya, sehingga jika manusia mau dan bisa memanfaatkannya untuk kemaslahatannya niscayatidak akan pernah habis.
Padahal sudah sangat gambling tertera jelas dalam firman Allah Q.S.Al-Furqanayat 2 "Dan dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukurannya dengan serapi-rapinya" (Q.S Al-Furqon),
Oleh karena itu dalam Islam sumber daya alam tidak akan pernah habis jika dimanfaatkan dengan baik, saat ini manusia hanyalah mengeksploitirsebagian sumberdaya ekonomi yang ada di Bumi, padahal diluar bumi masih banyak terdapat planet atau galaxynya.Â
Dengan kemajuan teknologi, manusia kemungkinan akan mampu memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada di luar bumi, sehingga tidak akan pernah kekurangan sumber daya. Sebaliknya, justru keinginan manusialah yang sesungguhnya terbatas, kebutuhan yang terbatas ini sesungguhnya secara implisit diakui dalam ilmu ekonomi, misalnya dalam ekonomi mikrokonvensional ada istilah marginal utilityyang semakin menurun.
Untuk itu, madzhab ini mengusulkan istilah lain pengganti ekonomi yakni "Iqtishod" Iqtishodberasal dari kata qosada yang berarti betweenatau setara,selaras,seimbang.Â
Dengan demikian, iqtishod tidaklah sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan kata ekonomi dalam Bahasa Arab, Penggunaan kata iqtishod ini dilator belakangi oleh permasalahan dasar yang di alami oleh masyarakat yakni distribusi sumber daya ekonomi yang tidak merata, dimana terdapat kesenjangan antara sikaya dan simiskin, akibatnya terciptalah homo economi lupus, dimana kelompok ekonomi yang kuat memang sakelompok ekonomi yang lemah, Implikasi lebih lanjut mereka menyusun teori-teori ekonomi yang sama sekali purebaru. Teori -- teori ini di dasarkan kepada Al-Qur'andan Haditssebagai sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Meskipun Sadr menganggap perlunya ada perombakan dasar dalam ilmu ekonomi, bukan berarti ilmu ekonomi tidak penting, bukan berarti tidak perlu sama sekali mempelajari ilmu ekonomi. Menurut Sadr (1979) ilmu ekonomi sebenarnya dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu philosophy of economics, normative economics , science of economic serta postife conomics.Â
Positif economicsbersifat objectivedan universalsehingga juga tetap berlaku dalam Iqtishad. Misalnya teori permintaan dan penawaran yang menunjukan hubungan antara tingkat harga dengan jumlah yang diminta atau ditawarkan.Tetapi, normative economicsadalah suatu yang subjektif, karenanya tidak boleh dikembangkan lebih lanjut, norma-norma ini didasarkan kepada filsafat dan nilai dasar yang diyakini oleh para penyusun ilmu ekonomi, jadi merupakan buah karya pemikiran manusia.
Karena islam memiliki norma tersendiri yang didasarkanatas Al-Qur'an dan Hadits, maka kita tidak bisa begitu saja menerima normative economics ini, Misalnya saja konsep sejahtera (welfare)yang menjadi tujuan ekonomi, keadilan, dan efisiensi yang menjadi prinsip ekonomi tentu saja tidak sama dengan apa yang dimaksudkan dalam Islam.
Madzhab ini, banyak dikembangkan oleh intelektual sarjana Muslim yang berada di Iran dan di Irak. Selain Baqir As Sadr, ada beberapa tokoh yang terkenal diantaranya, Kadim As Sadr, dan Abbas Mirakhor. Dalam madzhab iqtishoduna ini, dalam melihat dan mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari 2 hal, yaitu philosophy of economicsatau normative economicsdan positiv economics.
Madzhab ini memandang adanya perbedaan antara ilmu ekonomi dan ideologi Islam. Akibatnya keduanya tidak bisa bertemu, istilah ekonomi islam adalah istilah yang tidak relevan atau kurang tepat dikarenakan ketidak sesuaian definisi ilmu ekonomi dan ideologi Islam tersebut.Â
Mengapa madzhab ini berpandangan demikian? Hal itu dikarenakan karena definisi ilmu ekonomi sendiri yang menyatakan ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) visa dengan kebutuhan manusia yang takterbatas.[2] Tentu hal ini bertentangan sekali dengan dalil yang sudah tertera dengan gamblang dan jelas dalam Firman Allah S.W.T Dalam Q.S.Al-FurqanAyat 2.[3]Â
Karena itu madzhab ini berpendapat bahwa istilah ekonomi Islam itu tidak cocok karena antara keduanya tidak memiliki relevansi sama sekali, keduanya merupakan sesuatu yang berbeda, oleh karena itu menurut pandangan madzhab ini, istilah yang ideal adalah "Iqtishod" yang artinya, setara, selaras, dan seimbang.
Daftar Pustaka:
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam, Jakarta :Rajawali Press, 2008, hlm.230.
Iskandar Putong, Ekonomi Mikro dan Makro,Jakarta : Galia Indonesia,2002,hlm.43.
Karim Adi warman,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,Bandung:Pustaka Media,2016,hlm.37.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H