Mohon tunggu...
Nurkholis Ghufron
Nurkholis Ghufron Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni MI Darussalam Padar, Mts Darussalam Ngoro, Darussalam Gontor 94, berwirausaha, Suka IT...To declare does'nt mean to be Proud of. It rather than to be thankful to teachers and carefully behaviour...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salim Kancil: Sang Penyelamat yang Tak Selamat

16 Oktober 2015   21:42 Diperbarui: 16 Oktober 2015   22:25 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kancil tentu kata yang sangat tak asing bagi kita. Kata ini sangat sangat familiar di telinga kita ketika masa kanak kanak sebelum tidur, orang tua kita mendongengkan ‘kelicikan’ kancil dalam mengecoh predator yang akan memakannya. Dari singa sampai buaya.

Begitu juga Salim Kancil, nama ini tiba tiba menyeruak ke publik setelah kematiannya ter ekspose ke media luas akibat keroyokan preman preman di bawah perintah sang Kades Awar awar. Kalau kisah dongeng kancil kita tautkan dengan Salim Kancil dalam kisah tragis ini niscaya akan berbunyi Salim Kancil yang tak berhasil mengecoh para predatornya.

Salim sendiri dari bahasa Arab yang maknanya penyelamat, atau orang yang selamat. Salim Kancil bermakna setidaknya tiga makna : Penyelamat Kancil (hewan), Penyelamat yang mempunyai karakter seperti kancil dalam dongeng diatas atau Salim yang kecil mungil untuk membedakan dari salim salim lain yang mungkin ada di komunitas tersebut dengan postur besar karna kancil kerap dimaknai sebagai orang berperawakan kecil dalam pergaulan jawa .

Kalau dalam film film barat, tokoh heroik semacam Superman selalu selamat dalam upayanya memberantas kejahatan. Ada lagi Spiderman tokoh heroik yang juga selalu “diselamatkan “ dari musuh musuhnya meski dalam detik detik terakhir dari sebuah peristiwa yang tak berdaya ..lagi lagi kedua tokoh tersebut tak meregang nyawa ketika berhadapan dengan predator predator yang mengancam nyawanya karna berani melawan “penguasa “ kegelapan.

Itu adalah dunia film fiksi. Dalam kenyataan yang ada di sekitar kita, tokoh heroik tak selalu selamat ketika berhadapan dengan predator predator yang mengancamnya. Namun demikian, jika dalam film film tersebut keberhasilan suatu missi karna faktor selamatnya sang Hero dari ancaman maut. Maka hal itu tak berlaku bagi Salim Kancil. Karna kematiannya tak ubahnya Salim Kancil yang hidup kembali dalam bentuk empati dan simpati mengalir dari mana mana menembus dinding dinding Istana Presiden yang memerintahkan seluruh jajaran Kepolisian bersama rakyat Indonesia untuk mengusut tuntas kasus ini dan tak menutup kemungkinan kasus tambang di seluruh Indonesia juga mempunyai unsur unsur yagn sama yang harus ditegakkan hukum di dalammya sehinngga menyelamatkan lingkungan hidup dalam sekala yang lebih luas ;Nasional lebih luas dari yang Salim Kancil sadari.

Jika kisahnya kita paralelkan dengan rel film fiksi heroik di mana demi memperpanjang kisah heroik di tempat lain dan menyeleseikan frame adegan film sehingga berakhir “happy Ending” maka cobalah kita putar adegan di mana Salim Kancil yang kebal itu tak mempan dicederai meski dengan gergaji mesin sekalipun. Ketika itu, dalam imaginasi, dia melakukan perlawanan  dengan mengeluarkan  jurus maut di mana seluruh preman yang dua belas itu mati mirip Power Rangers nya negri Sakura. Maka mungkin saja Salim Kancil sudah berada di dalam tirai besi kepolisian dan Kades Awar awar akan tertawa lebar karna missi mengeruk pundi pundi rupiah justru terjustifikasi dengan terbunuhnya karakter sang Hero setelah membantai para preman suruhannya.

Itulah sebabnya, kematian Salim Kancil adalah momen di mana misinya menemukan kemenangan yang nyata atas kejahatan meskipun demi menyelamatkan banyak manusia dia sendiri tak selamat.

Selamat menempuh hidup yang lebih baik di alam akhirat Salim. Kami akan selalu mengenangmu.

wallohu a'lam

 

 

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun