Sejurus kemudian dia keluar dengan santai kemudian mempercepat langkah kaki menuju ruang parkir untuk mengendarai sepeda motor Honda yang dipakai untuk racing. Secepat kilat dia menggeber sepeda motornya ke luar dari Jakarta. Masih dalam mimpinya , dia telah berada jauh dari ibu kota untuk mencari warung tegal kesukaanya. Tanpa di sangka sangka dia menemukan “warteg Sri “ yang menjadi pusat dari pada warteg di Jakarta dimana dia berlangganan kemarin.
“Pak Immanuel pesan apa....?.” Seorang pramusaji cantik yang cerdas menyapanya lewat identitas pada papan nama yang
“Pecel tumpang satu piring tambah lauk pauk. Minuman teh hangat !!.” Pesan dia kepada pramusaji warteg Sri pusat.
Sambil melepas dasinya agar tak kegerahan, dia mengambil remote kontrol tv di meja makan untuk melihat berita tv. Sejurus kemudian , saluran televisi yang dia buka melaporkan peristiwa pembunuhan Ahok secara Live dari lokasi . Reporter dalam televisi tersebut rata rata kesulitan untuk menggunakan definisi dari kekerasan yang berujung kematian Gubernur Jakarta ini karna background pembunuhnya yang disangka Non Muslim bernama Immanuel serta menggunakan dasi dan jenggot tercukur bersih ini. Tapi akhirnya semua sepakat setelah melakukan ‘briefing’ antar televisi swasta demi menyamakan persepsi maka disepakati bersama untuk menggunakan istilah “pembunuh” atau paling ektrim menggunakan istilah “perusuh berdasi” atau “pembunuh tanpa jenggot “ menggantikan istilah “teroris dan terorisme”.
Bahkan setelah beberapa kali tayang akhirnya disepakati untuk menghentikan siaran karana tersangka tak memenuhi standar “ jidat hitam, namanya ke arab araban, berjenggot, menggunakan gamis dan identitas muslim tentunya “, para kruw dengan sangat cemas mengemasi peralatan siaran untuk segera memenuhi panggilan “Kantor Pusat” yang ternyata dialihkan untuk meliput kebakaran hutan di Sumatra.
Dalam hiruk pikuk tanggap keamananpun juga terjadi perdebatan alot yang akhirnya diputuskan untuk tidak mendeploitasi Densus 88 karna tak adak unsur “teror dan terorisme” cukup melibatkan kepolisian bagian kriminal saja.
Tukang tambal ban pun menghabiskan makan siang di Warteg Bu Sri dengan santai dan membuang papan nama Immanuel dan seluruh pakaian dinasnya dan ketika dia melirik pramusaji yang cantik ...tiba tiba... ada suara yang cukup keras ....
“Tamballllll bannnnn....” Dia pun tersadar dari mimpi nya.
(What you read is an opinion not fact. What you see is perspective not the truth.)
Nurkholis Ghufron.