Mohon tunggu...
Nurkholis Ghufron
Nurkholis Ghufron Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni MI Darussalam Padar, Mts Darussalam Ngoro, Darussalam Gontor 94, berwirausaha, Suka IT...To declare does'nt mean to be Proud of. It rather than to be thankful to teachers and carefully behaviour...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Umar bin Khottob: "Berikan Tulang ini Ke Gubernurmu!"

25 Agustus 2012   09:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 1361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alunan musik padang pasir begitu terdengar sayup-sayup dari kejauhan dibawa oleh kencangnya angin yang menuruni piramida Fir'aun yang megah itu. Sementara alunan azan terdengar berbisik di waktu matahari hinggap  di peraduannya, tidurlah orang Yahudi ini di gubuknya yang reyot dengan sedikit terganggu oleh suara-suara di ingatannya  dari Gubernur Mesir yang menginginkannya meninggalkan gubuk satu -satunya itu tadi siang .

"Tanahmu akan ku beli dengan harga 10 kali lipat..akan segera dibangun masjid di bekas gubukmu.."  Sang  Gubernur memangkas negoisasi yang alot dengan menaikkan harga beli terhdap tanahnya  tersebut  nampaknya terlalu percaya diri dapat 'membeli' keinginan Yahudi miskin ini.

"Maaf tuan, walaupun dengan harga itu saya tak akan meninggalkan tempat terakhir yang aku miliki tuan"  Jawabnya dengan memelas.

"Apakah kamu tidak tahu bahwa itu akan dipakai untuk masjid demi kemaslahatan kaum Muslimin?." Gubernur itu nampaknya sudah naik pitam dengan 'kebaikan' yang ditawarkan namun ditolaknya.

" Walaupun untuk masjidpun tidak akan aku jual, gubuk itu sangat bernilai bagiku Tuan Gubernur.."  Orang Yahudi itu nampaknya lebih baik menolak penawaran tinggi dari pada melihat "gubuk" riwayat itu dibongkar yang sungguh mempunyai ikatan emosional dari pada tumpukan harta yang akan dia dapat dari menjualnya.

"Hemm..baiklah kalau kamu keras kepala" Gubernur Mesir ini mempersilahkannya pulang dengan meletakkan jari telunjuk dan jari ibu menopang janggutnya..nampak jelas gubernur ini memendam kesal, merasa diremehkan dan amarah.

Tanpa terasa pagi cepat datang dan didengarnya suara derap kaki pasukan yang semakin mendekati gubuk tersebut , kemudian seorang dari padamereka  mendekati Yahudi tersebut dan memberitahukan bahwa perintah pembongkaran paksa datang dari Gubernur Mesir untuk dibangun masjid yang mempunyai kepentingan lebih luas bagi kaum Muslimin dari pada gubuk ini untuk 'seorang Yahudi yang miskin".

Berdirilah dia memandangi pasukan-pasukan  yang kuat -kuat mencabuti tiang-tiang gubuknya yang sudah rapuh dengan tangan-tangan mereka seakan mencabuti bulu ayam. Atapnya yang terbuat dari jerami berhamburan bersamaan dengan tercerabutnya tiang-tiang tersebut. Sesekali , dia berlari di bawah ketiak pasukan pasukan yang emosional merobohkan gubuk tersebut untuk menyelamatkan alat-alat masak yang masih bisa digunakannya ataupun selimut kumuh yang akan dia pakai nanti malam ketika sudah tidak bermalam di gubuknya.

Pasukan Gubernur sudah lama menyeleseikan 'tugas' tersebut namun  siYahudi   tetap berdiri terpaku di sisi agak jauh dari gubuknya menunggu bayang-bayang  pasukan yang masih tertinggal di ingatannya. Dalam kesendirian dia hanya bisa mengadukan masalahnya kepada dirinya sendiri sampai akhirnya ilham Tuhan mengingatkannya kepada sosok Umar Bin Khottob yang adil dan bijaksana terkenal teliti dalam menyeleksi para pejabat dan tak segan segan memecatnya.

"Ya..Gubernur Mesir hanyalah bawahannya..saya pasti akan adukan ketidak adilan ini.." Nampaknya intuisinya yang tumpul tiba -tiba menjadi tajam karna keadaan yang memaksanya.

Tanpa memperhatikan persiapan yang memadai pergilah Yahudi ini menuju Madinah, kota di mana Umar Bin Khottob sebagai atasan Gubernur Mesir tadi tinggal. Perjalanan dari mesir ke Madinah secara umum memakan waktu tiga bulan dengan berjalan kaki.

Sering kali ia hendak mengurungkan niatnya mengadukan Gubernur-nya ke Khalifah Umar Ibnu Khottob karna jauhnya perjalanan dan rasa ragu yang sering hinggap di hatinya.

"Jangan-jangan Umar malah meremehkan laporanku dan membela Gubernurnya.." gumamnya sepanjang perjalanan..namun bayang-bayang gubuk reyotnya  yang dirobohkan oleh pasukan Gubernur teramat menyakitkan hatinya. Tusukan angin malam di lautan padang pasir tidaklah menghambat langkah demi langkah,jengkal demi jengkal..rasa sakit hatinya membayar semua penderitaan selama 90 hari 90 malam menuju Madinah.

Akhirnya tiba juga di Madinah , setelah mencari rumah sang Khalifah akhirnya dengan izin Allah bertemulah dua orang ini di sebelah depan rumah Umar yang sama sekali jauh dari rumah seorang "Presiden". Lama sekali dia memandangi rumah sederhana ini. Sesekali dia menghela nafas ketika membandingkan dengan istana megah nan mewah yang didiami bawahannya; Gubernur Mesir.

" Apa keperluanmua wahai fulan?"Tanya Umar kepadanya.

" Saya mengadukan perilaku bawahan Anda, Gubernur Mesir." Yahudi ini berterusterang.

"ehm ..Amru Bin Ash yang engkau maksudkan..?" Umar memperjelas orang yang dimaksud Yahudi ini.

"Ya  begitulah...orang memanggilnya.." Yahudi tadi nampaknya cari aman agar tidak salah memberi informasi yang malah mengurangi validitas  aduannya.

Kemudian dia bercerita dari awal sampai akhir ...apa  yang dialaminya.

Tanpa banyak kata Umar berkata kepadanya:

"Ambillah tulang busuk itu!!" sAambil menunjuk pada tulang yang sudah membusuk,tak jelas apakah tulang onta atau binatang lain.

Setelah diambilnya dan diberikan kepada Umar, beliau mengeluarkan pedang dari sisi bajunya yang membuat Yahudi tadi terheran -heran beraduk takut. Umar menggoreskan pedang kebesarannya yang terdengar miris di telinganya "Sssreng'..bunyi goresan pedang tersebut.

"Pulang dan Berikanlah tulang ini kepada Gubernurmu.." Perintahnya.

Tanpa banyak kata dia pulang menuju Mesir , karna kewibawaan Umar menjadikan Yahudi ini merasa lega setelah menjaga jarak dengan sang Khalifah. Rupanya aura sang Khalifah telah menahan emosi Yahudi ini selama bersanding di depan rumahnya.

Rasa heran yang memuncak menjadikannya ingin cepat-cepat pulang. Tidak jelas dengan apa dia pulang .Apakah dengan berjalan kaki atau menumpang kafilah yang kebetulah menuju Mesir. Karna semenjak kota ini dibawah kekhalifahan Islam  lalu-lalang perdagangan bernafas semakin kencang. Mungkin saja lebih mudah mendapatkan kafilah yang berangkat ke Mesir dari  pada dari Mesir ke Madinah.

Tanpa mengingat gubuknya yang digusur oleh sang Gubernur, dia menuju istananya dan menyampaikan tulang busuknya yang bergaris lurus kepadanya.

" Saya telah mengadukan penggusuran gubukku kepada Umar dan beliau menitipkan tulang ini kepadamu."

Setelah diterimanya tulang tadi maka diperintahkannya pasukan dengan cepat untuk membangun kembali gubuk yang sudah rata dengan tanah . Tiba-tiba Gubernur Amru bin Ash menangis sambil memerintahkan pasukannya agar bergerak lebih cepat perintah mana sangat mengherankan dirinya karna ketika gubuknya digusur masih ada jeda waktu namun ketika tulang itu disampaiakn  , tidak ada waktu sedetikpun yang boleh disiasiakan.

Ketika Amru bin Ash menangis bertanyalah Yahudi ini, apa gerangan makna tulang busuk ini.

"Makna tulang busuk ini adalah; engkau bakal menjadi seprti ini wahai Amr bin Ash ..." Dia menjelaskan dengna terbata-bata...

"Sedang makna goresan pedang itu...?" Tanya Yahudipenuh keheranan.

" Jika kamu Amr tidak berlaku lurus seperti ini maka akan aku luruskan  dengan pedang ini...akan dipotong leherku dengan pedang Umar.." Amru secara terbuka menjelaskan kepada Yahudi yang beberpa bulan yang lalu berseteru dengannya..seakan tidak ada apa apa.

Terharulah Yahudi ini melihat fenomena ini  sampai sampai tidak terasa kebencian yang mengakar  di hatinya selama ini hilang diterpa angin menuju angkasa luas nan bebas . Pada waktu itu pula dia mengikrarkan untuk masuk Islam dengan bersyahadat.

Narasi oleh

Nurkholis Ghufron

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun