Kedatangan Paus Frannsiskus di Indonesia menjadi momen bersejarah bagi umat Katolik secara khusus, dan seluruh masyarakat tanah air secara umum. Momen bersejarah kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia juga menjadi keteladanan bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam kesederhanaan hidup.
 "Paus Fransiskus membawahi lebih dari 3000 Keuskupan, lebih dari 400 ribu Gereja Paroki dan 1,378 miliar Umat Katolik." tulis akun X (@KatolikG).  Dengan legitimasi keagungannya tersbut, bisa saja Paus Fransiskus meminta fasilitas mewah ketika melakukan kunjungan di Indonesia. Namun tidak demikian, pimpinan umat Katolik itu justru memilih fasilitas sederhana, mulai menumpangi pesawat komersil, menginap di Kedutaan Vatikan, hingga menggunakan mobil masyarakat Indonesia pada umumnya; mobil Kijang Inova.
Dalam hal kesederhanaan hidup, para politisi Indonesia sepertinya perlu banyak belajar dari Paus Fransiskus. Bagaimana tidak, berbeda dengan Paus Fransiskus, kebanyakan para politisi Indonesia justru lebih sering mempertontonkan kemewahan hidupnya. Sangat jauh dari kesederhanaan hidup seperti yang diajarkan Paus Fransiskus.
Politisi dan Kemewahan
Ditengah masyarakat yang semakin sulit, akhir-akhir ini kita sering dipertontonkan kelakuan para poitisi yang lucu sekaligus menjengkelkan. Contoh saja kelakuan Ketua Umum Partai Golkar yang  belum lama ini dilantik. Dalam foto, Pria dengan nama lengkap Bahlil Lahadalia itu kedapatan diduga tengah minum wisky seharga puluhan jutaan rupiah. Foto tersebut cepat menyebar luas di media sosial dan mendapat penilaian negatif dari para warganet.  Bukan hanya Bahlil, anak sulung Presiden, Kesang Pangerep dan istrinya, Erna Gudono juga sedang menjadi perbincangan para warganet. Anak sulung dan menantu Presiden itu diduga menggunakan jet pribadi ketika keduanya berlibur ke luar negeri.
Politisi yang bergelimang harta menjadi fenomena yang mencabik batin kemanusiaan, terutama bagi masyarakat yanng gajinya dibawah UMR. Di tengah hidup pada era demokrasi seperti ini, kebebasan berusaha yang menggunakan segala cara sering kali dipilih para politisi untuk duduk di suatu jabatan tertentu tanpa mempertmbangkan nilai-nilai emansipatoris kemanusiaan.
Dengan kekuatan modal yang mereka pakai, menjadi alasan kuat bagi mereka untuk merauk keuntungan sebanyak-banyaknya saat sudah berada dalam lingkungan birokrasi. Tentunya, tindakan para politisi tersebut sama sekali tidak mencerminkan demokrasi Pancasila, yang secara esensi sangat mengedepankan kepentinngan masyarakat.
Saya jadi teringat anggapan F. Holderin (1984). Ia beranggapan bahwa yang membuat neraka di bumi ini adalah manusia yang ingin membuat surga bagi dirinya sendiri. Bagi saya, anggapan F. Holderin tersebut hukumnya wajb dibaca ulang oleh para politisi tanah air.
Kredibilitas, implementasi, akuntabilitas, profesional, dan progresivitas; nampaknya semakin jauh dari sikap yang dimiliki para politisi kita, sehingga sulit rasanya keberadaan mereka di dalam birokrasi mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Ketika menulis esai ini, saya pun sesekali mengelus dada, sembari melamunkan apabila kebanyakan para politisi Indonesia mempunyai kepribadian sederhana nan bersahaja seperti Paus Fransiskus.
"Seandainya kebanyakan politisi di negara tercintaku ini selalu hidup dalam kesederhanaan seperti Paus Fransiskus, pasti tidak terjadi ketimpangan sosial dimana-mana." ucap saya dalam lamunan.
Politisi yang Sadar Peran dan Fungsi
Indonesia butuh politisi yang sadar akan peran dan fungsinya. Tidak lain dan tidak bukan, peran politisi bukanlah menumpuk kekayaan dan menjalani hidup dengan penuh kemewahan, melainan menjalnkan tugasnya sebaik mungkin, sehingga dapat berfungsi dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Saya menganggap, bahwa ketidak cakapan para politisi dalam menjalankan peran dan fungsinya merupakan hal yang tidak bisa diampuni, karena hal tersebut berkaitan dengan nasib orang banyak. Tidak hanya bermodal cakap, seorang politisi juga harus rela mengesampingkan ruang privasi yang berkaitan dengan kesenangan pribadi.
Dengan kata lain, politisi harus mau berjuang dan mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya sendiri dan golongan. Untuk mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, tipikal politisi demikian yang dibutuhkan rakyat pada hari ini. Pun untuk tetap menjaga makna baik dari politik itu.
Sama halnya Paus Fransiskus yang senantiasa bekhidmad untuk seluruh umat Katolik dunia, para politisi di Indonesa juga harus senantiasa berkhidmad atas nama seluruh masyarakat Indonesia. Ditangan politisi yang sederhana dalam menjalani hidup namun kaya akan berfikir, pasal kelima dari Pancasilla mengenai keadilan sosisal tidaklah mustahil dimasa depan akan terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H