Mohon tunggu...
Nur Kholidah
Nur Kholidah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Zakat Perusahaan

19 Juni 2015   10:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:40 3317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pendapat kedua yaitu pendapat Abû Zahrah yang mengatakan bahwa saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual–belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut, karena itu wajib dizakati. Ini termasuk dalam kategori barang dagangan dan besarnya suku zakat adalah 2,5%. Caranya adalah setiap akhir tahun, perusahaan melakukan penghitungan harga saham sesuai dengan harga yang beredar dipasaran, kemudian menggabungkannya dengan keuntungan yang diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya mencapai nisab maka wajib dizakatkan.

Beda halnya, Yûsuf Qaradâwi mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti mesin produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tersebut tidak dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh sebesar 10%. Hukum ini juga berlaku untuk asset perusahaan yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa komoditi yang diperdagangkan. Zakat dapat dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan urûd tijârah. Besarnya suku zakat adalah 2,5 %. Hal ini juga berlaku untuk aset serupa yang dimiliki oleh perorangan. [3]

Namun harus diakui bahwa kewajiban zakat bagi perusahaan masih memiliki dua pandangan yang berbeda di kalangan ulama kontemporer. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena memang lembaga badan hukum seperti perusahaan itu memang belum ada teks yang mewajibkannya sehingga ulama fiqh generasi pertama tidak mewajibkan zakat. Tetapi umumnya ulama kontemporer yang mendalami masalah zakat, mengkategorikan perusahaan sebagai wajib zakat.

 

Penghitungan Zakat Perusahaan

Para Ulama menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi. Adapun ketentuan zakat perusahaan adalah sebagai berikut:

  1. Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
  2. Nisab zakat perusahaan sama dengan nisab emas yaitu senilai 94 gr emas.
  3. Kadarnya zakat sebesar 2,5 % .
  4. Dapat dibayar dengan uang atau barang.
  5. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.

Perhitungan :

(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian) x 2,5 %


Contoh : “Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 94 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 94 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 75.000,- = Rp 6.375.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % .“[4]

Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab). Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :

  1. Kekayaan dalam bentuk barang
  2. Uang tunai
  3. Piutang

Maka yang dimaksud dengan harta perusahaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun