Mohon tunggu...
Nur Kholidah
Nur Kholidah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Audit Dalam Perspektif Islam

19 Juni 2015   09:07 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:41 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh : Nur Kholidah, Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Salah satu media pertanggungjawaban perusahaan kepada masyarakat adalah melalui laporan keuangan. Laporan  keuangan ini disusun dengan menggunakan standar akuntansi yang ditetapkan oleh suatu lembaga resmi baik pemerintah maupun organisasi profesi. Standar ini disusun bukan hanya memperhatikan kepentingan perusahaan, pemilik, investor, tetapi juga kepentingan pemerintah dan masyarakat.

Laporan keuangan selaku informasi yang disajikan perusahaan tentu tidak bisa dipercaya begitu saja oleh masyarakat karena kepentingan pribadinya yang melekat dalam laporan itu. Sehingga masyarakat membutuhkan pihak ketiga yang independen yang berfungsi selaku “penyaksi” yang akan memeriksa kewajaran, kebenaran, keakuratan, informasi yang disampaikannya kepada masyarakat. Hal ini penting untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar atau palsu (disinformasi) tentang perusahaan itu.

Laporan keuangan yang disajikan perusahaan diperiksa oleh auditor untuk mendapatkan bukti sejauh mana kebenaran, kewajaran, atau kesesuaiannya dengan bukti yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil audit ini adalah dalam bentuk penyaksian yang akan dituangkan dalam bentuk laporan akuntan independen.

Memang fungsi audit disini didasarkan pada ketidakpercayaan atau kehati-hatian terhadap kemungkinan laporan yang disajikan oleh perusahaan mengandung informasi yang tidak benar yang dapat merugikan pihak lain yang tidak memiliki kemampuan akses terhadap sumber informasi. Dalam Islam fungsi ini disebut “tabayyun” atau mengecek kebenaran berita yang disampaikan dari sumber yang kurang dipercaya. Sebenarnya dasar dari audit bukan hanya karena “kecurigaan”. Fungsi audit juga didasarkan kepada keinginan mendapatkan informasi yang lebih dipercaya, karena informasi keuangan ini dinilai sangat penting dan besar dampaknya jika mengandung kesalahan maka diperlukan upaya dari pihak ketiga yang independen untuk “mengecek ulang”, meyakinkan bukan saja kebenarannya tetapi juga penyampaian, isi, bentuk dan kecukupan informasi yang disajikan.

Biasanya mereka yang diyakini atau diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk melakukan fungsi ini adalah akuntan publik atau akuntan independen yang pengaturan dan pengawasannya juga dilakukan oleh masyarakat baik melalui pemerintah, lembaga tertentu, organisasi, masyarakat, profesi maupun gabungannya. Pengawasan ini penting karena fungsi ini melayani masyarakat. Sebenarnya dalam konteks ini akuntan independen secara implisit memiliki “social contract” dengan masyarakat. Masyarakat memberikan kepercayaan besar terhadap akuntan untuk mewakilinya (agency theory) memeriksa dan memberikan laporan kepada masyarakat atas kesaksiannya pada informasi yang dilaporkan. Oleh karenanya profesi ini tidak akan eksis jika masyarakat tidak menaruh kepercayaan terhadapnya. Jika akuntan publik ini masih ingin dihargai oleh masyarakat maka ia harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa ia dapat dipercaya. Tingkat kepercayaan ini merupakan modal utama profesi akuntan.

Di dunia modern sekarang ini hadirnya akuntansi dan auditing menjadi “mata uang” yang tidak dapat di pisahkan, Auditing berperan sebagai instrument pengawasan dan kontroling terhadap manajeman perusahaan guna membantu manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian.

Audit Dalam Perspektif Islam

Ekonomi islam pada prakteknya bukan hanya perbankan syariah namun sudah  berkembang luas dalam institusi keuangan lainnya. Seperti asuransi, pasar modal, bisnis syariah dan tak terkecuali organisasi nirlaba juga berusaha menerapkan system ekonomi islam dalam operasionalnya. Lebih jauh lagi system ini tidak hanya di terapkan oleh masyarakat yang  beragama islam saja melainkan system ini sudah mulai diterapkan oleh non muslim baik di dalam maupun di luar negeri.

Munculnya lembaga keuangan Islam pastinya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. Operasional usahanya didasarkan pada prinsip Islam dan menerapkan nilai-nilai islami secara konsisten. Maka dari itu, sistem auditing islami sangat diperlukan untuk melakukan fungsi audit terhadap lembaga keuangan islam tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip syariah.

Auditing adalah berfungsi untuk memeriksa / menyaksikan kewajaran (kebenaran) suatu laporan yang disajikan oleh manajemen sehingga bisa diyakini oleh pembaca umum yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan (Harahap, 2002).

Audit syariah merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah. Tujuan utama audit syariah adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah. Sehingga dengan dilakukan audit syariah diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan  prinsip syariah Islam. Tetapi dalam prakteknya audit syariah seringkali dilakukan hanya sebatas  pada pengujian kesesuaian produk bank syariah dengan prinsip dan aturan syariah yang ada, sedangkan aspek operasional bank yang lain terabaikan. Akibatnya tujuan utama pelaksanaan audit syariah tidak tercapai sehingga kebutuhan stakeholder bank syariah atas jaminan kepatuhan syariah menjadi minimalis. Hal tersebut terjadi karena belum ada kerangka kerja yang menjadi acuan pelaksanaan audit syariah secara komprehensif.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salah aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.

Pendekatan dalam perumusan system audit syariah ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yaitu :

  1. Menentukan tujuan berdasarkan prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan tujuan ini sebagai bahan pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran akuntansi yang berlaku saat ini.
  2. Memulai dari tujuan yang ditetapkan oleh teori akuntansi kepitalis kemudian mengujinya menurut hukum syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum syariah dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan syariah.

Bagaimana pengaturan Kode Etik Profesinya?

Etika sering disebut moral akhlak, budi pekerti adalah sifat dan wilayah moral, mental, jiwa, hati nurani yang merupakan pedoman perilaku yang idial yang seharusnya dimiliki oleh manusia sebagai mahluk moral. Seorang akuntan dan auditor muslim dituntut untuk menjalani profesinya dengan akhlak yang baik untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:

  1. Untuk membantu mengembangkan kesadaran etika profesi dengan membawa perhatian mereka pada isu-isu etika yang terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap tindakan dapat dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi yang normal.
  2. Untuk meyakinkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kepada jasa yang diberikan akuntan. Selain itu dapat meningkatkan perlindungan kepentingan baik inttitusi maupun pihak-pihak yang terkait dengan institusi tersebut.

Kode Etik Akuntan/ Auditor merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah islam. Dalam sistem nilai Islam syarat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan negara Islam. Namun disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil dari hasil pemikiran manusai pada keyakinan Islam.

Berdasarkan code of ethics for professional Accountants yang ditetapkan oleh International Ethics Standards Board For Accountants (IESBA), setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi berikut ini (IAPI,2008) : (1) Prinsip Integritas, (2) Prinsip Objektivitas, (3) Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, (4) Prinsip Kerahasiaan (5) Prinsip perilaku profesional.

AAOIFI  membuat beberapa landasan Kode Etika akuntan dan auditor Syariah sebagai berikut :

  1. Integritas : Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan, kompetensi dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan suatu kewajiban;
  2. Keikhlasan : Landasan ini berarti bahwa akuntan harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya bukan mencari nama, pura-pura, hipokrit dan sebagai bentuk kepalsuan lainnya. Menjadi ikhlas berarti akuntan tidak perlu tunduk pada pengaruh atau tekanan luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan fungsi profesinya. Tugas profesi harus bisa dikonversi menjadi tugas ibadah;
  3. Ketakwaan : Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan sebagai salah satu cara untuk melindungi seseorang dari akibat negatif dari perilaku yang bertentangan dari syariah khususnya dlam hal yang berkitan dengan perilaku terhadap penggunaan kekayan atau transaksi yang cenderung pada kezaliman dan dalam hal yang tidak sesuai dengan syariah;
  4. Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna : Akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan mnenegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak akan bisa direalisir terkecuali melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktik, dan pemahaman serta pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas profesinya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah dalam Surat An Nahl ayat 90 :Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan, dan dalam Surat Al Baqarah ayat 195 :Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik;
  5. Takut kepada Allah dalam setiap Hal : Seorang muslim meyakini bahwa Allah selalu melihat dan menyaksikan semua tingkah laku hambaNya dan selalu menyadari dan mempertimbangkan setiap tingkah laku yang tidak disukai Allah. Ini berarti sorang akuntan/auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju atau menyukainnya. Sikap ini merupakan sensor diri sehingga ia mampu bertahan terus menerus dari godaan yang berasal dari pekerjaan profesinya. Sikap ini ditegaskan dalam firman Allah Surat An Nisa ayat 1 : Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu Dan dalam Surat Ar Raïd Ayat 33 Allah berfirman : Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya). Sikap pengawasan diri berasal dari motivasi diri berasal dari motivasi diri sehingga diduga sukar untuk dicapai hanya dengan kode etik profesi rasional tanpa diperkuat oleh ikatan keyakinan dan kepercayaan akan keberadaan Allah yang selalu memperhatikan dan melihat pekerjaan kita. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Thaha ayat 7 : Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan apa yang lebih tersembunyi;
  6. Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah : Akuntan Muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggungjawabkan semua tingkah lakunya kepada Allah nanti di hari akhirat baik tingkah laku yang kecil amupun yang besar. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 : Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun niscaya dia akan melihat balasnya pula. Oleh karenanya akuntan/auditor eksternal atau internal harus selalu ingat bahwa dia akan mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya dihadapan Allah dan juga kepda public, professi, atasan dan dirinya sendiri.

Gambaran singkat ini mudah-mudahan menggugah kita bahwa auditing syariah sudah mulai berkembang sejalan dengan perkembangan sistem ekonomi islam. Suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam.

Daftar Pustaka:

Harahap, Sofyan S, Auditing dalam Perspektif Islam  (Pustaka Quantum, Jakarta : 2002) .

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (Jakarta: Salemba Empat, 2007).

IAPI, Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia, 2008) http://hepiprayudi.files.wordpress.com/2011/09/kode-etik-profesi-akuntan-publik.pdf

AAOFI, (1998) Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution, state of Bahrain. www.aaoifi.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun