Meniti masa depan itu seperti apa sih? Katanya, mereka itu sedang meniti masa depan.Â
Sedang yang aku lakukan saat ini bukanlah apa-apa.Â
Mereka sedang meniti masa depan. Mereka sedang berjuang untuk masa depan.Â
Yang aku lakukan saat ini tidak ada artinya. Nanti juga bakalan di situ-situ aja. Gak ada gunanya.Â
Apa yang aku lakukan sekarang ini.Â
Apa yang aku lakukan sekarang ini apakah hal yang sia-sia?Â
Tidak ada kemajuan. Tidak ada perkembangan.Â
Hanya anak-anak mu yang meniti masa depan.Â
Masa depan hanya milik anakmu. Anakmu yang berhak akan masa depan itu.Â
Hanya anak mu saja yang bisa berkembang. Hanya anakmu saja yang sedang menuju sukses.Â
Anak yang lain tidak.Â
Berada di tempat itu tidak akan mengubah apapun. Tidak aja jenjang karir. Tidak ada masa depan.Â
Bahkan ada sosok yang malu melihat yang aku kerjakan sekarang.Â
Aku sangat terbuka dengan perkembangan diri. Bagaimana mengembangkan diri bagaimana cara agar berkembang aku sangat berbuka akan hal itu.Â
Aku sangat terbuka dengan hal baru.Â
Apa sebenarnya masa depan itu? Kenapa yang mereka lakukan disebut meniti masa depan sedangkan aku hanya berjalan di tempat?Â
Perkataan perkataan yang tidak seharusnya diperdulikan selalu saja melintasi telinga ku.Â
Apa sebenarnya masa depan itu? Apa sebenarnya esensi dari masa depan?Â
Apa masa depan harus dipersiapkan sesuai perkataan mereka.Â
Jangan pernah dengarkan apa perkataan masyarakat.Â
Aku tidak hidup untuk masyarakat. Aku hidup untuk diriku sendiri.Â
Aku tidak tahu yang ku kerjakan sekarang ini akan membawa ku ke masa depan yang bagaimana.Â
Apa yang aku lakukan itu hal sia-sia. Banyak hal yang mengecewakan.Â
Apa aku memang mengecewakan?Â
Apa yang aku lakukan ini hal yang mengecewakan?Â
Kecewa. Maaf jika membuatmu kecewa.Â
Garis tangan ku tidak sebagus mereka. Beban di pundak ku tidak sebanyak mereka.Â
Jangan bersamaku.Â
Jangan bersamaku.Â
Jangan bersamaku.
Bukan karena kata pantas tidak cocok di sandingkan dengan kita. Jangan bersamaku. Jangan bersamaku. Jangan bersamaku.Â
Maafkan aku tuhan. Aku jauh darimu. Maaf kan aku.Â
Aku berada dalam titik jenuh hidup yang tidak berkesudahan. Tidakkah hari esok itu akan lebih baik?Â
Kenapa tenggorokan ku sakit.Â
Maafkan aku mama. Maafkan aku papa.Â
Titik terendah hidupku saat ini. Maaf. Maaf. Aku harus apa papa. Aku harus apa?Â
Kenapa aku harus bekerja lebih keras dari orang lain tuhan? Kenapa yang aku kerjakan selalu lebih dari orang lain?Â
Jangan jahat tuhan jangan jahat. Jangan jahat. Jangan jahat.Â
Kenapa kami harus membatasi langkah kami. Ini bukan yang aku mau. Ini bukan kehendak ku. Aku juga tidak ingin begini.Â
Sakit sekali. Sakit sekali rasanya.Â
Aku tidak ingin begini. Sangat tidak ingin. Aku tidak ingin begini.Â
Ini bukan kehendak ku.Â
Bukan aku tidak mau memantapkan diri. Tapi aku tidak berkuasa atas semua mimpi yang harus aku realisasikan.Â
Aku tidak berkuasa atas semua mimpi yang hendak kalian gapai.Â
Aku tidak ada kuasa atas itu.Â
J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H