Bulan suci Ramadhan menjadi bulan yang paling di tunggu umat muslim di segala penjuru dunia. Sebulan penuh berpuasa tentu rasanya sangatlah indah bersama keluarga. Â
Sebagai seorang anak rantau, ingin dengan sangat tentunya menikmati keindahan momen itu bersama sanak-saudara. Rindu. Kata yang cocok untuk menggambarkan keadaannya. Bisa dibilang begitu.Â
Dilematis yang sudah mendarah daging dalam setiap sendi masyarakat kita adalah selalu ingin merasa lebih dan dianggap lebih. Terealisasikan saat mudik. Mempunyai semangat yang demikian bukanlah hal yang salah. Namun terkadang disalahartikan. Itu masalahnya.Â
Lantas sekarang apa? Mengubah pandangan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Paham yang demikian juga bukan barang baru di lingkungan masyarakat. Justru lebih parah jika berdomisili di perkampungan. Sangat menyebalkan.Â
Ingin tidak peduli, tapi lagi-lagi melihat bagaimana Orang tua merespon lingkungan membuat cambukan itu terasa nyata. Bisikan yang tidak seharusnya terdengar jadi terdengar entah darimana. Semistis itu.Â
Terus terang, sebagian Orang tua yang open minded sangat menyenangkan. Sebagian lagi yah, tau sendirilah. Api kalah panas. Kurang menggairahkan apa coba?Â
Kabar gembira tahun ini mudik sudah diperbolehkan pemerintah dengan tetap memenuhi protokol kesehatan yang berlaku. Ini bukti nyata dari rasa bahagia di awal lalu kemudian menjadi semu tatkala terlintas gambaran dikampung halaman. Wah! Mengecewakan.Â
Cukup keadaan di perantauan saja yang harus dipermasalahkan. Tolong jangan sampai ke kampung halaman. Dimana lagi tempat ketenangan diperoleh jika semua amat menegangkan?Â
Bukan tidak boleh mendefinisikan sukses itu dengan materi yang sudah terkumpulkan. Menyamaratakan definisi itu yang tidak boleh. Si Anu pulang begini, begitu. Silahkan berargumen. Silahkan buat standar. Tolong jangan disamakan.Â
Pemilik mental tempe gosong seketika sebelum sampai di wajan. Menyenangkan melihat orang menderita? Meskipun dalam realita fakta tak semanis cerita. Tetap saja menderita.Â
Tidak punya apa-apa untuk dibanggakan, wajar si sederhana ini selalu tersingkirkan.
Lingkungan perkampungan keras, bro. Senggol dikit, wah. Sederhana tidak sesederhana itu ternyata. Mudik tahun ini apakah semenyenangkan sebelumnya? Saat tidak ada beban yang harus dipikirkan.Â
Rindu kampung halaman. Rindu masa kecil dengan kawan. Tertawa tanpa beban, semoga terbayarkan.Â
Bagaimana cerita mudikmu?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H