Mohon tunggu...
Khof H
Khof H Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Mari menjadi tidak sederhana!

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kailasa, Jejak Tanah Surga yang Terluka

4 Februari 2021   12:36 Diperbarui: 4 Februari 2021   13:08 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku | Dokpri

Judul : Kailasa

Penulis : Jusuf AN

Penerbit : Glosaria Media

ISBN : 978-602-71777-2-7

x + 176 hlm, 12,5 x 19,5 cm

Cetakan pertama, Desember 2015

Kailasa adalah sebuah desa yang tidak tercantum dalam peta. Desa yang gembur dan subur tetapi untuk makmur? Sepertinya belum. Bertahun-tahun silam hasil pertanian hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, sesederhana itu.

Sebagai tanah surga yang berada di puncak tertinggi pulau Jawa tak sulit untuk mereka menggapai kemakmuran itu. Semuanya bermula saat seorang petani, Pak Achmad dari desa sebelah datang dan menawarkan bibit baru yaitu kentang cosima. Maka, terbukalah pintu kemakmuran itu. Selama 15 tahun untung diraup dengan fantastis. Hingga bukit-bukit pun mereka garap karena sudah mulai rakus dan penggunaan pestisida dengan gila. Ini membuat Yahya, sarjana pertama bidang pertanian di desa Kailasa teriris hatinya. Dia begitu prihatin melihat pola pertanian yang membabi-buta akibat kebodohan dan kerakusan yang sudah mulai memenuhi Desa itu.

Wereng seperti halnya kesombongan, dan ketidakpedulian manusia dengan lingkungannya. Cepat atau lambat, jika dibiarkan, maka akan mematikan sifat-sifat kemanusiaan pada diri seseorang (Hal.88, paragraf 9). 

Jusuf AN Menulis novel ini dengan gaya soft science fiction yang mengungkap secara detail sejarah pertanian. Dia juga menyelipkan sedikit bumbu asmara antara Yahya dan Aini. Aini adalah seorang guru sekolah dasar di desa Kailasa, meski Yahya juga akhirnya mengajar di sana setelah satu tahun mencari pengalaman di luar pulau Jawa, lebih tepatnya ke Sumatera. 

Tidak mudah bagi Yahya untuk menyadarkan para petani di desanya. Cemoohan dan maki sudah menjadi santapan sehari-hari baginya saat melakukan sosialisasi. 

Yuk, budayakan membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun