Kepalaku pusing memikirkan ucapan Pakde.
"Pakde baru pulang dari kampung. Ibumu sakit. Cuma dijaga Sines. Tahu sendiri Sines itu gimana?"
Aku menarik napas. "Dia kan rajin, Pakde. Dia pinter ngerawat rumah dan juga ibu seperti selama ini dia merawat kami."
"Bukan soal merawatnya, tapi kalau penyakit ibumu kambuh tiba-tiba, apa dia bisa bawa ke dokter?"
Oh, Tuhan. Aku galau berat.
Sines itu saudaraku yang mengikuti keluarga kami sejak kecil. Pada saat usianya remaja ia pernah mengalami sakit panas tinggi yang menyebabkan ia kesulitan berpikir dan berbicara selayaknya orang seusianya.
Dia memang rajin. Tapi mungkin benar tak bisa dipercaya soal penyakit ibu. Dengan hati gelisah kubuka handphone.
"Hallo, assalamu 'alaikum."
"Hum halam."
"Ini Sines, ya?"
"Hiya, hini hiapa?"