Mohon tunggu...
Nur Jannah
Nur Jannah Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis

Hobi membaca fenomena dan menulis alam, memasak, travelling dan merencanakan masa depan anak negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takdir Sebuah Harapan

5 Maret 2023   20:30 Diperbarui: 5 Maret 2023   20:36 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi tidak, Dan. Ternyata waktu tak sanggup memberanguskanmu.
Aku masih terkungkung dalam lamunan, barangkali saja Tuhan mau mengabulkan doaku. Kulantunkan munajat di setiap sepertiga malam. Kutulis harapan itu pada sepotong kertas, kumasukkan dalam botol, kulempar sejauh bisa ke arah laut sana. Berharap suatu saat bila ada yang menemukannya ia akan mengadukannya pada langit.

Kutulis lagi. Kuletakkan di bawah bantal. Berharap kau melamarku dalam tidur. Tapi itu tak pernah terwujud. Kemudian surat itu kutitipkan pada pria-pria salih. Di gereja-gereja, wihara-wihara dan masjid-masjid, agar Tuhan mau membaca harapanku. Tapi sekian waktu kau masih saja ambigu. Tak ada apa-apa di sana, Dan. Tak ada tubuh ringkih yang pernah kau puja dulu.

Aku marah. Kesal. Tak mau lagi berharap. Dan tak mau menginginkan apa-apa lagi. Hingga suatu hari putrimu menarik tanganku, menuntun pada sebuah pusara.

"Mama, sudah dua puluh tahun. Relakan ...."

Tamat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun