Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pelukan Sang Pemimpin

22 Januari 2019   02:55 Diperbarui: 24 Oktober 2020   00:48 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan apabila hasil studi banding tersebut disikapi secara serius dan menghasilkan banyak perubahan positif. Namun dapat saja kemunduran yang terjadi, jika hasil studi banding justru menghasilkan perubahan negatif. Anak-anak yang dulu bertetangga, tertawa ceria saling menyapa kini justru saling menghina dan mencerca.

Gagasan agar Boim dan Jayus duduk kembali bersama memikirkan nasib desa sebenarnya telah ada. Namun tetap saja ulah anak-anak yang menjadi kendala. Anak-anak yang menyintai "ayah" mereka secara berlebihan .  Tentu  saja kurang elok jika sesuatu dilakukan secara berlebihan. 

Cinta yang berlebihan akan menjadikan intelektual kita tumpul  baik analisa maupun logika. Jika ada jargon "kalau cinta melekat, tai kucing rasa coklat"   dalam kondisi demikian dapat saja menjadi benar adanya. "Cintailah dengan sederhana" begitu nasehat para tetua. 

Nasehat yang mengajarkan proporsional dalam menyikapi sesuatu termasuk cinta. Cinta yang berlebihan akan membuat sang pecinta berkubang dalam lumpur cinta itu sendiri. Jika tak hati-hati maka sang pecinta akan terperosok dalam jebakan lumpur yang makin kejam.

Skenario sang Khaliq itu indah, persahabatan yang kemudian berubah menjadi perseteruan itu tiba-tiba cair. Cair mengalir sesejuk embun di pagi hari merona. Adalah sosok anak sholeh bernama Hans , atlet bela diri yang mendapatkan medali emas di nomornya itu tiba-tiba memeluk ayahnya. 

Secara tiba-tiba juga ia memeluk sahabat ayahnya (yang kini berseteru). Hans lakukan itu dengan spontan, tanpa rencana dan tanpa mengharap apa apa. Tiba-tiba pelukan pak Boim dan pak Jayus menjadi emas berkilau. 

Kilauannya begitu terasa hingga seisi desa berbahagia, kilauan asli tanpa tipu daya. Pelukan mereka berdua adalah pelukan sehat yang akrab. Anak-anak lainnya kelimpungan, sebagian tertunduk introspeksi sebagaian memukul meja tanda frustrasi.

"Apa kabar Jayus ?"

"Apa kabar Boim ?"

"Kau masih saja kurus ?"

"Kau tetap saja subur ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun