Tak kudengar lagi suara keduanya, mata mereka masih fokus dengan aneka pemandangan yang ada. Mata mereka berdua seperti hendak melahap semua warna, semua bentuk dan semua keindahan. Mata mereka melahap semua itu bukan karena mereka tamak, namun karena mereka adalah insan yang luka. Insan yang luka jiwa luka raga karena polah penjajah yang tak lain adalah saudaranya sendiri. Keduanya telah menanggalkan mimpinya untuk bisa ber-ijab qabul di masjid indah kebanggaan negrinya. Mereka telah bersyukur dan terus bersyukur bahwa mereka masih diberi kesempatan hidup oleh sang Khaliq. Mereka berdua masih diberi kesempatan berijab qabul di mesjid kecil di kota Newcastle ini. Mereka berdua bersyukur .
‘Sweetheart, kau masih bisa melihat Aleppo[1] kita?’
‘Sweetheart, kau masih bisa mencium wangi bunga kota Aleppo kita?’
‘Sweetheart, masihkah kau bisa melihat indahnya masjid Umayyah[2]?’
Mata perempuan itu berkaca-kaca, guliran perak mengucur di sudut bening matanya.Â
(New castle 30112016 dan Batoh 21032017)
[1] Aleppo adalah sebuah kota yang indah di negri Suriah, yang kini telah hancur oleh peperangan
[2] Masjid Umayyah adalah masjid terbesar di kota Aleppo, Suriah. Masjid ini terletak di distrik al-Jalloum kota tua Aleppo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H