Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepucuk Surat buat Diaz (Sebuah Cerpen oleh Nur Janah Al-Sharafi)

29 Oktober 2016   01:10 Diperbarui: 29 Oktober 2016   01:47 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diaz,

Memandang jiwamu seperti memandang sebentang sutra indah yang lembut dan hangat. Jiwamu senantiasa melahirkan segudang ide ide cerah dan mencerahkan. Ada saja cuilan makna pada setiap candamu, belum lagi cuilan satire cantik yang sama sekali tetap terasa sejuk. Aku tak tahu apakah kamu itu malaikat atau sosok limited edition yang diciptakan sang Khaliq untuk menyirami gersangnya kehidupan fana ini.

Mendengar suaramu seperti menggelar sejumlah nada indah yang dijejer halus dalam sebuah maha karya symphoni sang maestro. Selalu saja ada nada nada renyah di setiap tawamu, meski kadang tawamu bulat menggetar namun tetap saja indah menggelitik setiap rambut halus gendang telingaku. Aku benar-benar makin bertanda tanya, apakah dirimu adalah sang vokalis surga yang dikirim turba ke bumi yang makin sumbang ini.

Mencium baumu seperti mecium ekstrak kembang terwangi yang pernah aku cium aromanya sejak aku lahir. Wangimu penuh misteri paduan bunga meulu, jeumpa, seulanga atau setanggi yang semerbak. Wangimu benar-benar mampu menjejerkan selaksa aroma yang tertata rapi hasilkan aroma baru yang mampu menyihir pesona.

Mungkin menyentuh kulitmu juga akan mampu hasilkan sejumlah kata indah yang belum tentu mampu mewakili keindahan dan kelembutanmu. Meski itu hanya mimpiku, cukuplah kupandang potret masa lalumu yang akan mewakilimu.

Diaz,

Ini aku, pemuja sejatimu sejak dulu. Sejak kau bau kencur hingga mungkin aku mau masuk kubur. Aku tak pernah berpikir mencari penggantimu, karena bagiku kau adalah karya dan anugerah sang khaliq yang teristimewa dan yang pernah kutemui. Setiap mengingatmu selalu hadirkan epifani[1]dalam jiwaku.

Ini aku, laki-laki jalang yang tak pandai bersyukur pernah terpatri di pualam hatimu yang indah. Laki-laki tamak, yang dulu tak mengerti betapa dirimu adalah sejatinya bidadari.

Ini aku , yang kini Cuma bisa menghadirkan bayang masa lalu ketika kita tertawa bersama. Tahukah kau Diaz ? Aku telah membingkai bayang masa lalu itu dalam sebuah bingkai emas di hatiku. Bingkai itu tak pernah lapuk oleh hujan dan tak pernah lekang oleh panas. Bingkai masa lalu itu memang kupatri dengan kemurnian emas 24 karat.

Ini aku yang menyintaimu secara hakiki, cinta tanpa harus memiliki. Sejatinya cinta yang kurajut dengan benang ikhlas dan putihnya ketulusan.

Diaz,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun