Mohon tunggu...
Nurjaman
Nurjaman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tukang Ulin

Nurjaman, lahir di Sukabumi 5 februari 1999. Tinggal di salah satu kampung pelosok sukabumi bagian selatan. Berkuliah di salah satu perguruan tinggi suwasta D.I Yogyakarta. Ia kerap di panggil Madun atau lingau di KAMAPALA.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyelusup Lubang Gelap di Bawah Tanah Desa Cikarang

3 Februari 2021   08:10 Diperbarui: 11 Februari 2021   11:13 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zona terang dan zona remang (Nurjaman)

Berbagai penjelajahan kini banyak di lakukan berbagai kelompok-kelompok petualang atau pecinta alam di indonesia. Mereka mendaki gunung, memanjat tebing, menyusuri sungai, atau menyelusup lubang gelap di bawah tanah. Kata "Penelitian Ilmiah" kadang-kadang terselip diantara setumpuk kegiatan penuh marabahaya itu.

Sebulan lamanya kita mempersiapkan penjelajahan ini. Dari mulai merumuskan tujuan, menentukan waktu pelaksanan, menghitung-hitung anggaran, pembagian tugas, menyusun agenda, mengurus perizinan, hingga pembekalan keilmuan telah kami lalui.

Kali ini, kami akan melakukan penjelajahan ala-ala penelitian ke sebuah desa terpencil di Sukabumi. Yaitu desa Cikarang, secara administratif desa ini berada di kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi. 

Tepatnya, 65 kilometer di sebelah selatan pusat kota. Cikarang tampak seperti desa-desa pelosok pada umumnya, terkenal dengan akses jalanan yang terjal dan ekstrime. 

Ke Cikarang bisa di tempuh 3-4 jam dari pusat kota, menggunakan kendaraan pribadi atau menggunakan angkutan umum melalui terminal Jubleg, turun di terminal Sagaranten dilanjutkan dengan naik ojek.  Jarak dari terminal sagaranten ke cikarang masih lumayan jauh, mungkin memerlukan waktu satu setengah jam.

Pagi ini, cahaya mentari mulai bersinar di arah timur, menyinari pohon-pohon rindang, sawah-sawah hijau dan halaman sekretariat yang telah terparkir mobil pikap berwarna hitam. menunggu untuk mengangkut segala peralatan yang akan membantu kegiatan penelusuran gua kali ini. Perbekalan logistik selama tiga hari, alat masak, helem, tali-tali dan perlengkapan lainya kami angkut ke mobil. 

Saya dengan tiga belas kawan lainya menaiki mobil pikup. Berdesakan memang tapi tak ada pilihan lain diikuti dua motor yang masing-masing berboncengan. Mobil dan dua motor ini memulai perjalanan.

Di perjalanan telihat Gunung Bentang yang menjulang 700 meter, dilihat dari peta; Desa Cikarang berada di sebelah barat gunung ini. sawah-sawah berjejer hijau rapi sekelebat terlihat hutan belantara diatas gunung. 

Jika kita tarik lurus antara cikarang ke Gunung Bentang jaraknya tidak begitu jauh. Hanya saja, akses jalan sedikit memutar meliuk-liuk seperti huruf "S" menjadikan jaraknya semakin jauh.

Jangan kaget jika melewati jalan dengan lingkungan berupa hutan meski lahannya hutan produksi: telah berjejer dipinggir-pinggir pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) besar mengundang suasana mistis.  Konon Gunung Bentang ini masih menyimpan hal-hal mistis seperti harimau pajajaran, penampakan hantu-hantu lokal dan masih banyak lagi.

Di antara hapitan tebing dan pemukiman terlihat jalanan hitam beraspal akan segera berakhir, perlahan-lahan goyangan mobil semakin terasa. 

Ban mobil sekarang harus bersentuhan langsung dengan medan berbatu tertabur lumpur. Dengan pengalaman Si Abah supir yang sering melewati jalanan terjal memberikan rasa aman kepada kami.

Kantor Desa Cikarang telah terlewat, kami akhirnya sampai di sebuah Saung dimana mobil hanya bisa mengantarkan kami sampai sini. Pohon yang entah sejak kapan berdiri di pinggir saung berukuran 4x3 meter ini melindungi kami dari sengatan panas cahaya matahari. 

Dari saung ini, kami harus berjalan kaki sekitar 2 km untuk sampai ke area bascamp. Peralatan sebagian kami angkut menggunakan Motor Engkreg yang kami pinjam dari mang Nani (warga lokal desa cikarang).

Motor Engkreg mengangkut logistik (Nurjaman)
Motor Engkreg mengangkut logistik (Nurjaman)
Motor Engkreg adalah Motor yang dimodifikasi bergaya motor Harley dengan menyediakan ruang didepan untuk mengangkut barang. Motor Engkreg biasanya dipakai untuk mengangkut batang-batang pohon dari tempat penyimpanan sementara (TPS) Hingga ke tempat pengangkutan selanjutnya. 

Bagi sebagian besar masyarakat kampung Ciguha motor ini menjadi solusi dari kondisi jalanan yang hampir sama seperti wahangan saat, terjal, berbatu dan berair. Selain mengangkut batang-batang pohon motor ini pun di gunakan untuk mengangkut rumput / pakan ternak, hasil pertanian dan lain sebagainya.

Akses jalan cikarang dan parapetani yang hendak pulang dari sawah (Nurjaman)
Akses jalan cikarang dan parapetani yang hendak pulang dari sawah (Nurjaman)
Awan mulai mendung menutupi matahari yang tepat berada di atas kepala. Langkah demi langkah saya pijakan di antara batu-batu koral nan terjal, suara adzan berkumandang sedikit samar menjadi tanda parapetani untuk segera pulang. 

Di antara ilalang-ilalang dan batu koral dua orang petani suami istri bertopi dari cetok sedang berjalan pulang. Mengingat perjalanan kami masih lumayan jauh, hanya sapaan hangat di akhiri percakaapan singkat yang terjadi antara kami dan dua orang petani itu.

Semakin jauh langkah kaki kami semakin memasuki hutan. Wilayah hutan ini termasuk wilayah hutan produksi nampak dari papan yang bertulisan perhutani  tertancap di antara tegakan pohon pinus. Area bascamp induk berada di lembahan. Sebelah utara bascamp tampak bukit menggenuk. 

Di bawah tegaknya pohon mahoni kami mendirikan tenda, shelter dan dapur umum. Diskusi kecil memutuskan kami bekerja dengan tugas yang sudah dibagi-bagi, sebagian ada yang masak, mendirikan tenda dan mengecek peralatan yang sudah dibawa.

Sore hari angin hutan yang lembut sesekali  membelai tubuh yang berkeringat, di bawah lindungan kanopi pohon mahoni kami beristirahat sambil menunggu tim dapur umum memasak, sebagian dari kami memasang lintasan untuk simulasi SRT Single Rope Technique. Meski menurut informasi yang telah kami dapatkan gua yang akan ditelusuri adalah gua horizontal. 

Kendati demikian hal itu tidak menuntut kami untuk terus mengasah skil teknik-teknik penelusuran. Sejatinya skil menentukan keselamatan dan kenyamanan di lapanagan. Kegiatan hari ini kami akhiri dengan briefing persiapan untuk penelusuran besok pagi.

Kesokan harinya. Burung-burung berkicawan bertengger diranting-ranting semak belukar, ia meloncat-loncat seperti sedang menari menyambut kedatangan pagi. Kami menikmatinya sambil sarapan sebelum bergerak ke mulut gua yang berada tidak jauh dari bascamp.

Mulut Gua Picung tampak dari depan (Nurjaman)
Mulut Gua Picung tampak dari depan (Nurjaman)
Mulut Gua Picung berada di Kampung Bayur, dari hasil observasi koordinat mulut gua ini berada di 7°17'15,3" S. 106°53'10,2" E. 

Gua picung adalah salasatu gua horizontal dari puluhan gua yang ada di desa ini, sebuah lorong gelap menuju ke arah selatan menyelusup di dasar tebing batu gambing. tampak terlihat di atasnya aliran sungai musiman. Jika musim hujan tiba air terjuan atau curug akan nampak, lalu menutupi mulut gua.

Anggota tim bergerak sesuai tugas-tugasnya. Dua orang anggota berjaga di Bascamp Induk selain bertugas memantau pergerakan di lapangan Tim Bascamp ini bertugas menyiapkan konsumsi, tugas ini sangat penting untuk mengantisipasi ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. 

Dua orang anggota lagi berjaga di sekitar mulut gua tugasnya memantau cuaca, bila mana hujan turun tim penjaga mulut gua ini akan segera mengabari para tim-tim yang berada di dalam gua. 

Empat belas orang sisanya, di bagi menjadi tiga tim. Tim Ornamen bertugas mencatat ornamen-ornamen yang ada dalam gua, Tim Maping bertugas memetakan gua, Tim biosepelologi mendata kehidupan lingkungan dalam gua.

Zona terang dan zona remang (Nurjaman)
Zona terang dan zona remang (Nurjaman)
Di dorong rasa penasaaran yang tinggi kami memasuki mulut gua yang berbentuk seperti segitiga dan bongkahan batu besar, berjalan melawan aliran air yang mengalir ke luar gua (entrance).  Jika hujan tiba, sungai bawah tanah ini akan meluap dan asib buruk akan menimpa kami yang berada dalam gua. 

Mulut gua di sebut zona terang atau bahasa kerenya Entance zone, zona ini berbatasan langsung dengan lingkungan luar gua dan masih terkena cahaya matahari secara langsung. Kondisi ekoklimat di zona ini mengikuti lingkungan luar gua dengan di temukannya beberapa tanaman semak-semak, tanaman paku dan beberapa tanaman rambat. 

Kondisi ini sama dengan kondisi lingkungan di luar gua. Secara umum biota di zona terang akan beragam komposisi jenisnya mirip dengan yang ditemukan di lingkungan luar gua. Laba-laba pisang arigiope appensa walckenaer dan nyamuk kami jumpai.

Lorong Gua Picung (Nurjaman)
Lorong Gua Picung (Nurjaman)
Memasuki kedalaman tujuh meter dari mulut gua kami brada di zona remang (Twilight Zone). Dimana zona ini zona tengah yang membatasi zona terang dan zona gelap. 

Cahaya yang sampai ke zona ini sangat terbatas. Beberapa tumbuhan paku dan lumut di temukan. Dari zona ini lorong gua berbelok kearah utara, disana di temui batu-batu krikil, terdengar suara gemuruh air berasal dari dalam gua terasa mencekram, kondisi lingkungan gelap gulita ini di sebut zona gelap (Dark Zone). 

Di dinding gua sebelah kiri terlihat sampah pelastik yang terselip di antara rekahan, letaknya cukup tinggi sejajar dengan tanda garis yang melintang sepanjang dinding. 

Garis-garis yang melintang itu tanda bekas aliran sungai bawah tanah yang meluap. Beberapa sampah-sampah seperi pelastik, botol-botol dan ranting bambu kita jumpai, kemungkinan besar sampah-sampah itu terbawa oleh aliran air sungai bawah tanah.

Sampah botol yang di temukan di kedalaman kurang lebih 40 meter (Nurjaman)
Sampah botol yang di temukan di kedalaman kurang lebih 40 meter (Nurjaman)
Dua puluh meter telah kami masuki, kami melihat ratusan kelalawar menggantung di langit-langit gua. Lampu headlemp kami arahkan ke langit-langit gua puluhan kelalawar beterbangan dan tidak sling bertabrakan. 

Kelalawar merupakan kelompok Troglosem/stigosen (trogloxene/stygoxene) yaitu fauna yang hidup di dalam gua namun secara berkala harus keluar gua untuk mencari makan, kelalawar menjadikan gua sebagai tempat tinggalnya. 

Selain kelalawar kami menemukan kelompok Troglofil/stigofil yaitu Amblypygi (kalacameti) dan Rhaphidophoridae (jangkrik gua). dua fauna ini mempunyai mata yang tidak berfungsi atau buta, namun sebagai pengganti, fauna ini menggunakan antine sebagai sensor mereka bergerak.

Medan sempit berair (Nurjaman)
Medan sempit berair (Nurjaman)
Perjalanan terus berlanjut melawan arah aliran sungai. Ditengah-tengah perjalanan kami menemukan tiga cabang lorong. Satu demi satu lorong kami susur. 

Lorong yang mengarah ke sebelah utara berakhir dengan ruangan buntu, tapi sebelum ruangan buntu ada lorong yang mengarah ke arah selatan, ternyata setelah kami telusuri nyambung dengan lorong tengah, kami kembali ke titik pertigaan melalui lorong tengah. Dari titik pertigaan, kami memutuskan beristirahat sejenak

Lorong berbatu besar (Nurjaman)
Lorong berbatu besar (Nurjaman)

Suara gemuruh air terdengar berasal dari lorong yang mengarah kearah selatan, diskusi kecil memutuskan kami melanjutkan penelusuran. Melewati batu-batu besar dengan bertaburan guano-guano basah  dan kering di atasnya. 

Besar lorong ini sangat bervariasi, dari lorong-lorong tinggi hingga lorong rendah membuat kami harus merangkak. Tetesan air terdengar tenang. Entah beberapa ratus tahun ia mulai menetes hingga telah menjadikannya batu atau ornamen. 

Beberapa ornamen khas gua kita temukan seperti stalagtit dan stalagmit. Stalagtit merupakan endapan minral kalsit berbentuk silinder yang menggantung di atas gua.

Terbentuk oleh proses tetesan kalsium bikarbonat dan Stalagmit merupakan endapan minral kalsium karboat yang tumbuh di atas lantai gua, terbentuk oleh proses partisipasi larutan kalsium bikarbonat yang telah kehilangan unsur CO, Lalu kedua ornamen stalagtit dan stalagmit menyatu ornamen seperti itu di sebut pilar.

Tim pengamat ornamen (Nurjaman)
Tim pengamat ornamen (Nurjaman)

Derdasarkan informasi dari penelusur sebelumnya. Kami meyakini lorong ini adalah lorong yang membawa ke entance, di mana keyakinan itu harus terkubur oleh tumpukan bebatuan lonsor.  

Lonsor ini tampak baru, terlihat dari atas tumupkan tidak terlalu banyak kotoran kelalawar. Dari tumpukan bebatuan hanya menyisakan lorong yang sangat sempit, kami mencoba measukinya. Lubang-lubang terlalu kecil sehingga tidak mungkin bagi kami untuk menelusurinya.

Jarum jam telah menunjukan waktu sore, didalam gua kami tidak bisa membedakan siang dan malam. Suasana hening, gelap. suara percikan dan tetesan air berkolaborasi bergema membuat irama alami. 

Lorong gelap  ini menyadarkan kami akan pentingnya cahaya sehingga menumbuhkan rasa syukur yang tak terukur. Penelusuran kami akhiri dengan melakukan ritual mematikan semua penerangan selama beberapa saat untuk menghayati kegelapan abdi.  

Di sekitar mulut gua dua orang anggota telah menunggu kami. Cahaya mulai terlihat diluar sana. Semua tim penelusur berhasil keluar dengan keadaan selamat. Setelah istirahat beberapa menit kami bergerak kembali ke Bascamp induk. Anggota tim kembali beristirahat, bersih-bersih dan makan bersama.

Hujan deras turun dimalam terakhir ini, diantara sayahdunya suara rintik-rintik hujan yang menimpa shelter, kami sedang melakukan evaluasi kegiatan tadi. Diskusi-diskusi mencair di suasana dingin. 

Dari beberapa sumber di dapatkan penjelasan tentang lahan Desa Cikarang;. Desa Cikarang tersusun dari bantuan kapur/gamping, bentangan lahan itu dikenal dengan kawasan karst. 

Di permukaan kawasan komponen biotik dan abiotik saling berinteraksi dengan baik sehingga membentuk Ekosistem Kars yang menujukan penamkakan fenomena Eksokars (permukaan)nya tidak begitu menonjol, kawasan karst yang identik gersang dan kering sama sekali tak terlihat. Di atas permukaan Gua Cikarang vegetasinya sangat rapat di dominasi oleh pepohonan seperi pohon mahoni, karet, venus dan pohon jenis-jenis lainya. 

Tutupan lahan yang beragam sangat baik untuk proses karstifikasinya.diskusi perlahan-lahan hening. Secara tidak sadar kami terlelap dengan balutan Sliping bag yang hangat.

Hari ketiga kami awali dengan sarapan pagi bersama sahutan burung-burung. Suhu matahari yang hangat perlahan-lahan berubah panas. Penjelajahan ini kami akhiri dengan membongkar bascamp induk. 

Kami bergerak pulang dengan membawa rasa penasaran, mengingat masih banyak gua-gua yang menanti untuk di telusuri. Tak berlebihan jika ada yang belum mengatahui apa itu keindahan, maka datanglah kesini. Nyalakan lampu, lalu saksikan bineka stuktur karst dan kehidupan yang berada dilorong-lorong gelap dibawah tanah cikarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun