Mohon tunggu...
Nurita Trisna
Nurita Trisna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya

Still learning, there must be mistakes

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islam Minoritas di Asia Tenggara

6 Juli 2021   14:00 Diperbarui: 6 Juli 2021   14:03 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang Islam bukan hanya sistem kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat, tetapi juga peradaban dengan banyak kerajaan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat generasi pertamanya. Kesultanan Umayyah, Kesultanan Abbasiyah pada masa awal hingga Kesultanan Utsmaniyah, Kesultanan Safawi, dan kesultanan Mughal pada masa akhir merupakan kerajaan yang paling kuat dan besar di dunia yang pernah menguasai Semenanjung Balkan dan Eropa Tengah di Utara hingga Afrika Hitam di Selatan. Sedangkan di bagian Timur terdapat wilayah Maroko di bagian Barat hingga Asia Tenggara. Sebagian besar penduduk Asia Tenggara di wilayah Malaysia, Indonesia dan Filipina memiliki budaya Melayu dan beragama Islam.

Ada empat teori utama tentang asal usul Islam di Nusantara yang diperdebatkan dalam membahas kedatangan, penyebaran dan Islamisasi Nusantara, yaitu: teori India, teori Arab, teori Persia, dan teori Cina. Pertama, Teori India umumnya menyatakan bahwa Islam berasal dari India. Namun, para ulama yang mendukung teori ini masih memperdebatkan daerah mana di India yang menjadi asal usul, pembawa dan periode kedatangan Islam. Kebanyakan sarjana orientalis yang menekuni studi Islam di Asia Tenggara mendukung Teori India dan berpendapat bahwa tempat asal Islam di Nusantara adalah dari Anak Benua India; bukan Arab atau Persia.

Kedua, teori Arabia, Coromandel dan Malabar bukanlah satu-satunya tempat yang menjadi asal muasal Islam di Nusantara, tetapi juga Islam datang langsung dari Arabia. Menurut Arnold sebagaimana dikutip Azra, bahwa para pedagang Arab juga menyebarkan Islam ketika mereka mendominasi perdagangan di Barat-Timur sejak beberapa abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Meskipun tidak ada catatan sejarah kegiatan mereka dalam menyebarkan Islam, dapat diasumsikan bahwa mereka juga terlibat dalam menyebarkan Islam kepada penduduk lokal di Nusantara.

Ketiga, teori Persia yang didasarkan pada kesamaan unsur-unsur budaya Persia, khususnya Syiah, yang terdapat dalam unsur-unsur kebudayaan Islam Nusantara, khususnya di Indonesia dan Persia. Di antara pendukung teori ini adalah Hoesin Djajadiningra yang mengemukakan tiga alasan. Pertama, ajaran manunggaling kawula gusti Syekh Siti Jenar atau waḥdah alwujūd Hamzah al-Fansuri dalam tasawuf (sufisme) Islam Indonesia adalah pengaruh tasawuf Persia dari ajaran waḥdah al-wujūd al-Hallāj Persia. Kedua, penggunaan istilah Persia dalam sistem ejaan bahasa Arab, terutama untuk tanda bunyi harakat dalam pengajaran al-Qur’an seperti kata jer dalam bahasa Persia untuk kasrah dalam bahasa Arab. Ketiga, tradisi memperingati 10 Muharram atau 'Asysyura sebagai peringatan syahidnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala.

Keempat, teori Cina, didasarkan pada argumentasi yang relatif sama dengan teori Persia, yaitu banyaknya unsur kebudayaan Tionghoa dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia. Menurut H.J. de Graaf, yang telah mengedit beberapa sastra Jawa klasik menunjukkan peran orang Tionghoa dalam perkembangan Islam di Indonesia. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa tokoh besar seperti Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo), dan Raja Demak (Raden Fatah/Jin Bun) adalah orang-orang keturunan Tionghoa.

Asia Tenggara merupakan kawasan yang menarik untuk diteliti. Karena banyak negara lain, terutama Eropa dan Amerika, menggunakan pengaruhnya di kawasan ini. Hal ini terlihat dalam beberapa catatan sejarah yang melibatkan dua bangsa besar ini dalam membangun perubahan sosial dan dinamika politik yang cenderung tidak berpihak pada umat Islam. Kebijakan divide et impera (pembagian terbelah) yang dilakukan oleh penjajah telah berhasil memisahkan umat Islam secara geografis dan etnis. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab munculnya kelompok minoritas Muslim di beberapa kawasan di Asia Tenggara, seperti di Thailand, Filipina, Kamboja, Myanmar, dan lain-lain.

Secara politis, keberadaan minoritas Muslim di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara menunjukkan adanya kehidupan yang tidak nyaman dan tidak jarang perlakuan diskriminatif oleh penguasa, seperti yang terjadi pada Muslim Rohingya di Myanmar. Pada masa pemerintahan Khmer di Kamboja, kondisi umat Islam juga mengalami nasib sial. Mereka cenderung diperlakukan tidak adil oleh penguasa. Dalam ajaran Islam diajarkan bahwa bagaimanapun juga kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia harus mendapat perhatian dan perlindungan serta pengembangan dalam suatu sistem regeneratif dari umat Islam lainnya. Inilah esensi ajaran Islam yang terkandung dalam konsep Ummatan Wahidatan (satu umat) dalam bentuk kolektivitas. Dalam Islam tidak dikenal masyarakat Islam berdasarkan perbedaan wilayah. Perbedaan suku, budaya dan geografis merupakan fakta yang harus diterima, namun perbedaan tersebut tidak menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang terpecah belah. Kondisi ini sebenarnya merupakan potensi dalam membangun jaringan ukhwah Islamiyah yang kuat guna mewujudkan konsep Ummatan Wahidatan.

Padahal, umat Islam bukanlah sebuah komunitas, tetapi mereka adalah ummat (ummah) integralistik, mereka tidak dapat dipisahkan secara geografis atau etnis. Oleh karena itu, dari segi ajaran, Islam tidak mengenal adanya Islam Arab, Islam Afrika, Islam Eropa, termasuk Islam Nusantara di Indonesia. Terlepas dari tingkat konsepsi pengajarannya, realitas yang ada saat ini menunjukkan bahwa umat Islam memang hidup terkotak-kotak dan terkonsentrasi dalam lingkup nasionalisme tertentu. Kondisi ini diawali dengan meredupnya pengaruh Islam dalam politik dunia. Islam yang dulunya dipahami sebagai sistem pengajaran universal, kini berangsur-angsur bergeser menjadi ajaran yang hanya berbicara tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun