Mohon tunggu...
Nuris Adelia Tabassam Nuruddin
Nuris Adelia Tabassam Nuruddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknologi Radiologi Pencitraan

Mahasiswa Fakultas Vokasi Prodi Teknologi Radiologi Pencitraan, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Implikasi Kenaikan PPN 12 Persen: Menjerat dan Membebani Kelas Menengah-Bawah

11 Januari 2025   19:27 Diperbarui: 11 Januari 2025   19:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia mengeluarkan dan menetapkan kebijakan baru secara resmi yaitu menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2025 mendatang. Kebijakan dalam peningkatan tarif ini menjadi sebuah kelanjutan dari pengesahan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebagai pertimbangan untuk pertumbuhan ekonomi dan juga mendukung dalam program-program yang akan dilakukan Presiden saat ini yaitu Prabowo Subianto. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya diberlakukan untuk barang mewah sekaligus produk-produk premium. Akan tetapi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti memberikan keterangan resmi bahwasanya kenaikan tarif PPN akan diberlakukan untuk seluruh barang maupun jasa yang selama ini sudah dan memang dikenakan tarif PPN sebelumnya yakni 11%.

Artinya, kebijakan dalam kenaikan tarif PPN ini tidak hanya berlaku bagi barang mewah namun juga akan diberlakukan bagi barang serta jasa yang sebelumnya sudah dikenai PPN dan biasa dibeli oleh masyarakat secara luas. Contoh barang-barang yang terkena dampak kenaikan tarif PPN ini adalah sabun mandi, sabun cuci, makanan di restoran, pulsa, tiket konser hingga langganan dalam layanan video streaming.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan dalam peningkatan tarif PPN didesain dengan adanya ancaman dan kondisi guncangan ekonomi yang jauh lebih besar di dalam negeri terlebih terhadap pelemahan daya beli masyarakat yang terjadi pada kelas menengah ke bawah. Sementara itu, pengenaan tarif PNN ini sebagai besar diterapkan pada kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengisyaratkan adanya lingkaran kelas yang tidak pernah bisa terselesaikan karena masyarakat kelas menengah ke bawah akan terus ditekan dengan kebijakan yang tidak diuntungkan namun di sisi lain mendapatkan bantuan dari pemerintah sebagai sebuah keringanan. Bentuk bantuan yang diberikan seperti halnya kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2020 yang memuat rincian bahwa kebutuhan pokok bebas dari tarif PPN seperti beras, daging, ikan, minyak goreng, sayur, buah, susu hingga cabai.

Jika PPN 12% resmi diberlakukan dan diterapkan maka akan mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah dengan penghasilan yang minimum. Bagi rumah tangga yang berada pada kelas menengah ke bawah, kebijakan dalam kenaikan tarif PPN ini dapat mempengaruhi kemampuan dalam memenuhi kebutuhan lain seperti barang nonesensial, seperti hiburan, pariwisata, dan retail yang menurun.

Stimulus yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat juga tidak terlalu berdampak karena dampaknya hanya sementara dan masih terdapat barang-barang strategis lain yang tetap dikenai PPN sebesar 115 dengan 1% nya akan ditanggung pemerintah seperti Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memiliki prediksi bahwa kenaikan PPN menjadi 12% mulai Januari mendatang akan dapat memicu inflasi yang jauh lebih tinggi. Prediksi ini dikumpulkan dari analisis makro-ekonomi, keuangan dan kebijakan publik dalam tatanan riwayat perekonomian Indonesia. Berikut beberapa dampak akibat kenaikan tarif PPN 12% yang dirasakan masyarakat kelas menengah ke bawah:

1. Bertambahnya Jumlah Pengeluaran

Potensi akan hadirnya kenaikan inflasi dari ketetapan dalam kenaikan tarif PNN 12% menjadi sebuah tekanan ekonomi bagi kelas menengah ke bawah. Pengeluaran yang dimiliki pada kelompok masyarakat tersebut akan semakin besar dengan tingkat pendapatan yang tidak mencukupi dan akan memperburuk kondisi ekonomi mereka. Direktur Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar memberikan pernyataan bahwa potensi kenaikan pengeluaran yang dialami masyarakat kelas menengah ke bawah mencapai Rp 354.293 per bulan yang membuat masyarakat miskin akan tetap atau semakin miskin.

2. Harga Komoditas Masyarakat Meningkat

Kebijakan dalam pengecualian terhadap barang maupun jasa tertentu tidak sepenuhnya terlaksana, karena masih terdapat barang dan jasa dengan kebijakan tertentu yang tetap dikenai PPN walaupun sudah masuk dalam kategori bebas PPN. Kebijakan pengecualian kebutuhan barang pokok dari PPN sudah menjadi sebuah kebijakan sejak tahun 2009 yang sama sekali tidak menunjukkan bentuk realisasi yang optimal dan bahkan hampir semua komoditas saat ini dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun