Mohon tunggu...
Nur Intan Permatasari
Nur Intan Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Mahasiswa Sastra Inggris Unissula Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ideologi Islam Indonesia

23 Juni 2021   14:39 Diperbarui: 28 Juni 2021   20:36 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen FH Unissula; Nur Intan Permatasari
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, FBIK, Unissula.

Di Indonesia, banyak ragam paham keislaman, baik yang dipengaruhi oleh sistem ideologi yang bersumber dari ideolognya masing-masing, sistem mazhab fikih, maupun bentuk manhaj yang lain menyebabkan terbentuknya berbagai ormas Islam yang antara satu dengan yang lainnya memiliki manhaj berpikir yang berbeda. Walaupun merujuk dari sumber hukum yang sama, Al Quran dan hadis, namun terkadang masih terdapat berbagai hal yang berbeda terkait pemahaman masing-masing, di mana perbedaan tersebut terjadi akibat pemahaman keislaman yang juga berbeda.


Pada sisi lain, kehadiran bentuk ideologi Islamisme, yang oleh Hasan Turabi diartikan sebagai "Muslim Politis, yang bagi mereka Islam adalah satu-satunya solusi, Islam adalah agama dan pemerintahan, dan Islam adalah konstitusi dan hukum," menambah kerumitan tersendiri dalam menjaga dan merawat nation-state yang dalam konteks Indonesia disatukan pada dasar ideologi pancasila.


Membedakan Islamisme dengan Islam Indonesia bukan berarti menuduh yang satu sebagai bad Islam dan yang lain sebagai good Islam. Tidak pula bermaksud untuk mengkotak-kotakkan Islam, karena sesungguhnya Islam adalah satu. Yang membedakan antara kelompok muslim satu dan yang lainnya terletak pada pemahaman tentang keislaman yang muncul dari masing-masing kelompok tersebut.


Jika mengikuti definisi mengenai Islamisme sebagaimana disebutkan di atas, maka persoalan mendasarnya adalah pada perspektif pemahaman keislaman yang di dalamnya mengandung unsur Islam politik. Saya meyakini bahwa gerakan Islamisme dari perspektif mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menerapkan Islam sebagai solusi (al-Islam huwa al-haal).


Namun, pada sisi yang lain pula, khususnya dalam konteks negara-bangsa, semangat Islamisme mereka juga perlu ditinjau ulang. Dalam konteks penerapan Islam sebagai konstitusi di Indonesia, bentuk ideologi Islamisme tidak boleh dipaksakan karena hal tersebut akan bertentangan dengan konsensus bangsa Indonesia yang sudah berikrar menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Wajar saja apabila bentuk gerakan apapun yang mencoba ingin menggeser kedudukan Pancasila dengan sigap diantisipasi oleh negara, termasuk upaya negara dalam pembubaran HTI.


Ijtihad politik kebangsaan dari para pendiri bangsa menjadikan Pancasila sebagai dasar negara bukan menjauhkan Indonesia dari ajaran Islam. Hal ini yang perlu dipahamkan kepada sebagian dari mereka yang masih enggan mengakuinya dengan dalih bahwa Pancasila bukan merupakan hukum Allah. Ijtihad kebangsaan para pendiri bangsa menjadikan pancasila sebagai dasar negara didasarkan pada kenyataan multikulturalisme bangsa Indonesia. 

Apabila ditarik kepada ajaran Islam, pancasila menjadi jalan tengah, tidak ke kiri atau berhaluan sekuler yang memisahkan diri dari ajaran agama. Sebagai jalan tengah, Pancasila juga tidak mengarah kepada ekstremisme ke kanan, atau berhaluan Islamisme yang mendasarkan diri pada penegakan syariat Islam.


Namun, pemahaman Pancasila sebagai jalan tengah antara yang sekuler ke kiri dan yang terlalu kanan. Pancasila sebagai pengejawentahan substansi ajaran Islam belum tuntas dipahami oleh sebagian dari mereka umat Islam yang pada kondisi tertentu mempersoalkannya karena dianggap bukan sebagai dasar negara yang berasal dari konstitusi Allah (hukum Allah). Bahkan ada sebagian dari mereka yang menyebutnya sebagai "thaghut".


Ketidaktahuan tersebut akan berdampak pada pemahaman yang kurang tepat pada generasi muda muslim terkait pemahaman pancasila. Sangat dikhawatirkan apabila ideologi Islamisme tersebut mempengaruhi generasi milenial muslim sehingga enggan mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Apalagi ikut-ikutan meneriakkan tuntutan penerapan syariat Islam dengan upaya untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara Islam.


Pada saat ini, kehadiran ideologi Islamisme begitu dahsyat memasuki ruang diskursus keislaman di Indonesia. Dampak dari pengaruh ideologi tersebut hampir berhasil dalam mengubah pemahaman keislaman di Indonesia yang bisa dilihat dari sebagian sikap muslim yang mengambang, antara menjadikan Pancasila sebagai dasar negara atau menggantinya dengan ideologi Islam.


Isu penegakan syariat Islam melalui tuntutan untuk menerapkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" kembali menyeruak di sebagian kalangan muslim Indonesia. Dengan semangat untuk menegakkan syariat Islam, banyak dijumpai berbagai tablig akbar dari sebagian kalangan muslim, yang jika ditelusuri secara lebih mendalam mengandung unsur Islamisme.


Dalam kondisi seperti ini, NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang dengan tegas mengakui Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara mendapat tantangan baru untuk lebih aktif meningkatkan peranannya dalam membentengi warganya, khususnya generasi mudanya, supaya tidak terperangkap ke dalam ideologi Islamisme tersebut.


Saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai antisipasi terkait upaya peminggiran Pancasila dari sebagian kelompok tersebut dengan membentuk Badan Pembinaan Pancasila (sebelumnya bernama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila atau UKP-PIP). Namun, apabila unsur gerakan sosial Islam seperti NU dan Muhammadiyah lengah, maka tidak menutup kemungkinan ideologi Islamisme tersebut akan berhasil mempengaruhi pemikiran warganya, yang akibatnya akan membentuk kegamangan. Dan, tidak menutup kemungkinan dari sikap kegamangan tersebut akan memusuhi organisasinya sendiri karena berpegang pada dasar negara Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun